Laman

Rabu, 19 Desember 2012

Ekonomi Syariah 2.0…

Setelah marxisme dan komunisme gagal, kapitalisme yang mendominasi ekonomi dunia juga nampaknya akan gagal. Krisis demi krisis di dunia barat dalam 4 tahun terakhir adalah tanda-tanda kegagalan itu. Namun karena umat ini belum siap menggantikannya maka penggantinya masih kapitalisme juga, kapitalisme jenis baru yang disebut Capitalism 4.0. Lantas kapan ekonomi Islam atau dikenal dengan Ekonomi Syariah akan menggantikannya ? Peluangnya ada di Ekonomi Syariah 2.0 !

Awal dari kapitalisme (Capitalism 1.0) adalah laissez-faire capitalism yang mulai ada sejak awal abad 19 sampai the Great Depression 1930-an. Ekonomi yang diserahkan ke pasar sepenuhnya membawa pada puncak kehancurannya dengan krisis terbesar sepanjang sejarah yang kemudian dikenal dengan the Great Depression.

Pasca krisis tersebut muncul ketidak percayaan terhadap pasar, maka pemerintah dunia mulai mengatur pasar khususnya pasar keuangan – sejak saat itulah dunia memasuki era Capitalism 2.0.

Periode ini berlangsung sampai tahun 1980-an ketika pasar mulai tidak mempercayai bahwa pemerintah-pemerintah dunia bisa mengaturnya. Sejak saat itu pasar didominasi bukan oleh sektor riil tetapi oleh industri keuangan dan modal – inilah Capitalism 3.0. Pasar yang nyaris tidak terkendalikan oleh pemerintahan dunia ini juga akhirnya membawa krisis financial global yang kini sudah berusia 4 tahun. Beberapa negara di Eropa bahkan belum sembuh dari krisis tersebut hingga kini.

Ketika sampai tiga model kapitalisme gagal, sebenarnya kesempatan itu datang kepada kita umat ini untuk memberi solusi. Ketika mereka merobohkan rumah-rumah mereka sendiri, tangan-tangan kaum mukminin ini yang mestinya muncul sebagaimana ayat berikut :

“… mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS 59:2)

Namun karena tangan-tangan kaum mukminin ini belum muncul, kalau toh sudah muncul masih terlalu lemah – maka kemudian untuk sementara yang akan muncul menggantikannya masih kapitalisme juga yaitu yang disebut Capitalism 4.0. Kapitalisme model baru ini melibatkan pemerintah dan institusi global tertentu yang dengan ketat mengendalikan pasar khususnya sektor keuangan dan modal.

Namun karena pemerintah-pemerintah dunia dan juga lembaga-lembaga keuangan global tersebut punya banyak kepentingan masing-masing, maka Capitalism 4.0 kemungkinan besarnya juga tidak akan berusia panjang melebihi usia kapitalisme sebelumnya.

Bila usia Capitalism 1.0 mencapai sekitar 130 tahun, Capitalism 2.0 sekitar 50 tahun, Capitalism 3.0 kurang dari 30 tahun – maka Capitalism 4.0 estimasi saya tidak akan melebihi 20 tahun. Artinya waktu kita tidak banyak untuk bisa menggantikan system ekonomi dunia yang gagal. Waktunya kita menggantikannya dengan system ekonomi yang berkeadilan – yang dibimbing oleh wahyu dan sunnah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Apakah ekonomi syariah yang kita kenal seperti sekarang yang akan menggantikannya ? kemungkinan besarnya bukan yang seperti sekarang !

Yang sekarang ada di pasar Ekonomi Syariah adalah identik dengan bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah dlsb. saya sebut sebagai Ekonomi Syariah 1.0. Kita hargai upaya teman-teman yang sudah merintisnya sejak dua dasawarsa terakhir, namun ini terbukti belum cukup siap untuk menggantikan Capitalism 3.0 yang runtuh beberapa tahun terakhir.

Lantas seperti apa Ekonomi Syariah yang bisa menggantikan Capitalism 4.0 yang insyaallah juga akan runtuh kurang dari dua dekade yang akan datang ?, insyaAllah yang menggantikannya adalah Ekonomi Syariah 2.0 – yaitu jenis baru dari ekonomi syariah yang ditumbuh kembangkan dengan akar yang memang berasal dari Islam itu sendiri.

Lantas dimana perbedaannya dengan yang sudah berkembang selama ini ?

Di Ekonomi Syariah 1.0, ahli-ahli ekonomi yang muslim berusaha mengadopsi produk-produk kapitalisme agar sesuai dengan syariat Islam. Bank, Asuransi, Pasar Modal dlsb. yang berasal bukan dari system Islam – diadopsi dan dibuatkan aqad yang sesuai dengan syariat Islam.

Sekali lagi harus kita appresiasi upaya ini karena ada kaidah fiqih yang kurang lebih berbunyi “ kalau belum bisa diikuti semua jangan ditinggalkan semua…”. Artinya meskipun dengan kekurangannya, bank syariah dan asuransi syariah tetap harus dipilih ketimbang bank dan asuransi yang tidak peduli dengan syariah.

Namun itu belum cukup, kita tidak akan bisa menggantikan kapitalisme bila rujukan dasar kita masih kapitalisme itu juga. Kita tidak bisa merubah system bila yang kita ubah baru sekedar aqad-nya sedangkan ruhnya masih ruh yang itu-itu juga.

Maka ruh dari Ekonomi Syariah 2.0 (jilid 2) adalah ekonomi yang memang secara mendasar digali dan dikembangkan dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan success story penerapannya dalam sejarah Islam selama sekitar 1400 tahun terakhir.

Ekonomi Syariah 2.0 tidak terjebak pada system kapitalisme yang didominiasi pasar keuangan dan modal, tetapi kembali pada pemenuhan kebutuhan manusia yang riil. Bagaimana kekuatan produksi dibangun dengan pengelolaan sumber-sumber daya alam yang adil dan memakmurkan – bukan yang dhalim dan merusak.

Bagaimana pasar dibangun dengan memberi kesempatan yang sama bagi para pelakunya, mencegah kecurangan dan mencegah hukum rimba berlaku di pasar – yang kuat yang menang.

Bagaimana uang sebagai timbangan yang adil diberlakukan untuk mempercepat transaksi barang dan jasa, bukan uang yang menjadi instrumen untuk manipulasi daya beli masyarakat dan eksploitasi satu bangsa oleh bangsa yang lain.

Bagaimana pemerintah-pemerintah berlaku sebagai hakim yang adil untuk memastikan system yang berkeadilan yang mendominasi ekonomi pasar – bukan pemerintah yang memiliki agenda politik tersendiri atau mengikuti kehendak corporatocracy – gabungan kepentingan pemerintah/lembaga internasional dengan institusi-institusi bisnis global.

Seperti apa konkritnya Ekonomi Syariah 2.0 ini ?

Inilah yang masih harus kita gali dan kembangkan terus menerus dari tiga sumber utama itu, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits dan sirah kejayaan umat Islam ini di masa lalu ketika mereka berpegang pada dua sumber yang pertama.

Kita tidak perlu memulainya semua dari awal, tidak perlu reinvent the wheel – kita cukup meniru dan meneruskan pencapian generasi umat ini yang terdahulu. Insyaallah ini salah satu pekerjaan besar Rumah Hikmah yang akan mengadakan diskusi ke 2-nya akhir pekan ini.

Waktu kita tidak banyak, tetapi insyaAllah cukup karena junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam-pun hanya punya waktu 23 tahun tetapi nikmat yang dibawanya sampai ke kita yang hidup lebih dari 1400 tahun sesudah beliau. Umat ini akan bisa meniru keberhasilan beliau – bila yang kita contoh memang beliau, bukan system antah berantah yang tidak jelas asal usulnya dan sudah terbukti gagal sampai tiga kali. InsyaAllah kita bisa !

Kategori : Ekonomi Makro Wednesday, 19 December 2012 07:16 Oleh : owner gerai dinar

Senin, 17 Desember 2012

Struktur Investasi Aman : Model Bawang Merah…

Pasti bukan kebetulan kalau bawang merah termasuk jenis bumbu-bumbuan yang namanya disebutkan di Al-Quran. Ilmuwan belakangan menemukan bahwa bukan hanya intinya yang bermanfaat, sampai kulit luarnya-pun mengandung senyawa fenolik yang berkhasiat obat. Manfaat lain dari bawang merah adalah sebagai suatu model untuk menjadi pelajaran, termasuk di antaranya model untuk investasi.

Bagi Anda yang bingung memikirkan investasi apa yang harus Anda lakukan dengan uang hasil jerih payah Anda, menggunakan lapisan-lapisan kulit bawang merah sebagai model investasi Anda – insyaAllah akan menjadikan investasi Anda berdaya guna ganda – dunia dan akhirat.

Illustrasi dibawah adalah urutan dari investasi tersebut.



Lapisan paling luar investasi Anda yang paling rentan dengan berbagai resiko adalah justru investasi Anda yang mengejar keuntungan semata. Paling besar resikonya karena seringkali untung yang Anda kejar justru tidak Anda peroleh.

Bahkan karena mengejar keuntungan yang tidak kunjung Anda peroleh, sering investasi paling luar ini malah mendatangkan resiko lain seperti jantungan, frustasi, merusak karakter Anda dan lain sebagainya.

Sebagaimana kulit bawang yang paling luar dan paling tipis, yang paling cepat kering atau rusak , maka investasi yang mengejar keuntungan semata ini mestinya menjadi yang paling tipis atau paling sedikit porsinya dari keseluruhan asset investasi Anda – baik asset itu berupa harta maupun waktu Anda.

Lapisan kulit bawang yang kedua sedikit lebih tebal dari yang pertama, di dunia investasi ini adalah jenis investasi di social business. Investasi yang tidak mengejar keuntungan semata, tetapi juga berusaha memberikan manfaat sosial yang luas. Menciptakan lapangan kerja bagi orang yang membutuhkan dlsb.

Karena niat Anda bukan semata-mata mencari untung, maka jenis investasi ini malah justru mengurangi resiko. Seandainya rugi dari sisi material-pun Anda masih bisa untung dari sisi lainnya yaitu ekonomi yang berputar, lapangan kerja yang tercipta dlsb.

Lebih dalam lagi adalah investasi yang aman, Anda tidak mungkin rugi lha wong niatnya memang murni untuk amal. Maka untuk yang ini mestinya lebih banyak dari porsi yang pertama dan kedua.

Di lapisan keempat adalah investasi Anda untuk keluarga dan kaum kerabat. Lebih tidak pernah rugi lagi karena uang yang Anda nafkahkan untuk mereka selain bernilai sedekah juga bernilai menyambung silaturahim.

Mereka pula yang akan ringan kaki menolong Anda di kala kesusahan, mendoakan Anda ketika Anda sudah tidak Ada dst. Maka investasi untuk mendidik mereka, melatih mereka untuk mampu berusaha mandiri dlsb. akan menjadi investasi Anda yang berdaya guna ganda.

Lapisan inti dari investasi Anda yang sesungguhnya adalah apa yang disebut Al-Baaqiyaatushshaalihaat atau amal shaleh yang kekal yaitu shalat wajib lima waktu, dzikir kepada Allah dengan tasbih, tahmid dan takbir, dan juga seluruh amal kebajikan lainnya.

Di dalamnya termasuk membangun masjid, mendirikan sekolah, menghidupkan jamaah, mengentaskan kemiskinan, memberi makan di hari kelaparan, membebaskan yang tertindas, membela yang terdzalimi dst.

Maka investasi Anda jenis kelima inilah yang seharusnya menjadi investasi Anda yang paling dominan – inti dari sebuah bawang merah. Kabar bahwa Al-Baaqiyaatushshaalihaat adalah investasi terbaik itu datangnya langsung dari Sang Maha Pencipta melalui firmanNya :

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS 18 :46).

Maka ketika Anda galau dalam menimbang apa-apa yang menjadi fokus dari investasi Anda, salah satu caranya adalah memperhatikan apa yang Anda makan – yaitu antara lain bawang merah.

Dari bawang merah ini Anda akan dapat melihat dengan visual, mana kulit yang tipis, yang lebih tebal sampai inti dari bawang merah itu.

Begitu pulalah investasi Anda seharusnya terstruktur, dari yang paling beresiko dunia akhirat, sampai yang paling aman untuk dunia akhirat Anda – yang terakhir inilah yang seharusnya menjadi fokus utama atau inti dari investasi Anda. Inilah investasi yang paling aman itu, InsyaAllah !.

Kategori : Investasi Monday, 17 December 2012 00:28 Oleh : Muhaimin Iqbal

Jumat, 07 Desember 2012

Redenominasi : Ketika Mata Uang Di-reset Angkanya…

Isu redenominasi hari-hari ini mencuat kembali setelah redam dua tahun lebih ketika ramai dibicarakan di bulan Agustus 2010. Ketika isu ini ramai diberitakan di media saat itu, saya sudah menulis dua artikel yaitu tanggal 04/08/2010 dan 05/08/2010. Dua tulisan tersebut masih relevan untuk isu saat ini, hanya saya ingin melengkapinya dengan sudut pandang lain - bahwa ada lho ‘uang’ lain yang tidak perlu di-reset angkanya dari waktu ke waktu.

Mata uang kertas itu berjalan seperti trip-meter yang ada di kendaraan Anda untuk mengukur jarak tempuh perjalanan yang telah Anda lalui. Dari waktu ke waktu Anda perlu me-reset trip-meter tersebut ketika Anda sampai tujuan Anda, atau trip-meter tersebut secara otomatis me-reset dirinya sendiri ketika jatah digit angka yang ada sudah mentok.

Redenominasi adalah me-reset ulang angka di ‘tripmeter’ uang kertas kita ketika ekonomi dalam kondisi relatif normal seperti sekarang ini. Lain dengan sanering seperti yang terjadi di negeri ini tahun 1965/1966, yaitu ketika ‘tripmeter’ tersebut mentok di angka maksimal oleh inflasi yang sangat tinggi – sehingga mau nggak mau harus di-reset ke angka awal, kalau tidak dilakukan saat itu Rupiah tidak akan bernilai apa-apa dan tidak dipercayai masyarakat.

Meskipun redenominasi dan sanering berbeda, keduanya memiliki sebab yang sama yaitu inflasi. Redenominsai timbul karena inflasi yang gradual, sedangkan sanering terpaksa dilakukan karena inflasi yang sangat tinggi. Uang kertas bisa turun drastis nilainya dalam waktu cepat sehingga perlu sanering, atau secara perlahan tetapi pasti terus menurun daya belinya sedikit demi sedikit – lama kelamaan angka di uang kita menjadi terlalu besar, saat itulah redenominasi perlu di lakukan.

Bila tahun 1970 Anda bisa membeli kambing dengan harga Rp 2,000,- ; kini (2012) Anda harus membayar kambing yang sama dengan Rp 2,000,000,- maka memang ada yang salah dengan angka uang kita. Wajar kalau pemerintah waktunya menghilangkan tiga angka nol dari uang Rupiah kita.

Bila hal itu dilakukan sekarang, maka daya beli Rupiah kita akan kembali mirip dengan Rupiah tahun 1970 yaitu Rp 2,000,- untuk satu ekor kambing dan bukan lagi Rp 2,000,000,-. Bila redenominasi itu dilakukan sekarang, maka jarak tempuh Rupiah kita yang tercatat di ‘trip-meter’ adalah 42 tahun.

Dari sini kita tahu bahwa usia uang modern seperti Rupiah ternyata tidak sampai setengah abad. Dan bukan hanya Rupiah, Dollar-pun yang ada sekarang usianya baru 41 tahun – yaitu dihitung dari Agustus 1971 ketika Dollar dilepaskan kaitannya dengan emas. Saya juga tidak yakin apakah Dollar yang ada sekarang akan bisa melampaui ulang tahun emasnya pada tahun 2021, lha wong sekarang saja sudah mulai dihancurkan melalui serangkaian Quantitative Easing.

Bahwa tidak ada pemerintah di dunia modern yang bisa mempertahankan daya beli mata uangnya dalam jangka panjang, ini sudah diprediksi oleh pemenang hadiah Nobel ekonomi tahun 1974 yaitu Friedrich August Von Hayek. Intinya dia menyatakan bahwa tidak ada penguasa di dunia yang bisa menunjukkan disiplin yang diperlukan dalam pengeluaran uang kertas. Menurutnya pula, uang yang baik yang terus bisa dipercaya oleh masyarakat justru bukan uang pemerintah tetapi uang swasta.

Sejalan dengan pendapat Von Hayek ini adalah pendapat ‘dewa’-nya ekonom futurolog barat John Naisbitt yang menyatakan dalam bukunya Mind Set ! (2008) : “Monopoli terakhir yang akan ditinggalkan umat manusia adalah monopoli uang nasional (sekarang uang fiat). Umat manusia akan meninggalkan uang nasionalnya – uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik – dan menggantinya dengan uang private yaitu benda-benda riil yang memiliki nilai intrinsik”.

Saya sendiri tidak sepenuhnya sependapat dengan Von Hayek maupun John Naisbitt atas uang swasta yang lebih unggul dari uang pemerintah. Uang khususnya dalam arti alat tukar sebaiknya tetap harus penguasa yang menerbitkannya. Hanya saja penguasa ini harus pandai menjaga amanahnya sehingga seperti yang diingatkan oleh Ibnu Taimiyah bahwa “hendaklah mereka tidak mencetak fulus (uang kertas kini) yang melebihi kebutuhan transaksi di negerai kekuasaannya, karena bila mereka mencetak berlebih maka rakyat yang sudah memegang fulus tersebut yang akan dirugikan (oleh inflasi)”.

Lantas bagaimana kalau situasi ideal tidak tercapai ?, penguasa yang mencetak uang tidak bisa mengendalikan jumlah uang yang dicetaknya dan inflasi menggerus daya beli uang yang ada di masyarakat ?.

Masyarakat dapat berpegang pada panduan ulama-ulama terdahulu. Salah satunya adalah Imam Ghazali yang menyatakan bahwa : “Allah Yang Maha Besar telah menciptakan perak (Dirham) dan emas (Dinar) sebagai hakim dan perantara bagi seluruh komoditi sehingga harta kekayaan manusia bisa dinilai dengannya…perak dan emas adalah seperti cermin yang dirinya sendiri tidak memiliki warna, tetapi dia bisa menampilkan semua warna dari benda-benda yang ada”.

Jadi ketika redenominasi harus dilakukan oleh pemerintah, agar kita tidak ter-disorientasi terhadap nilai uang yang baru – yang kita butuhkan adalah hakim yang adil atau cermin itu. Untuk barang yang berilai besar sudah kita perkenalkan Dinar lima tahun terakhir – masyarakat bisa tahu bahwa harga kambing tetap dalam kisaran satu Dinar, berapapun nilai Rupiahnya !.

Untuk barang-barang yang bernilai kecil seperti sayur mayur, makan siang, beras 1 kg dlsb, sudah sejak beberapa hari lalu saya memperkenalkan universal unit of account yang saya sebut point – yaitu pecahan 1/10,000 Dinar atau 1 ¢¢ Dinar (dibaca satu sen sen Dinar). Nilai 1 point atau 1 ¢¢ ini dapat diikuti setiap saat di www.indobarter.com.

Dengan hakim yang adil atau cermin tersebut di atas, insyaAllah kita akan siap menyongsong redenominasi – kapan saja penguasa negeri ini melakukannya !.

Kategori : Ekonomi Makro Friday, 07 December 2012 06:35 Oleh : owner gerai dinar

Siapa Butuh Redenominasi, Kapan dan Berapa Angka Nol Perlu Dibuang...?

Perdebatan mengenai issue redenominasi Rupiah terus berlanjut di media-media sampai hari ini, secara umum kalau saya baca sepintas yang menolak nampaknya lebih banyak dari yang mendukung. Pemerintah dan bahkan Bank Indonesia-pun yang meniup peluit nampaknya cooling down dengan menyatakan bahwa redenominasi Rupiah bukan fokus utama saat ini. Masyarakat tidak perlu cemas karena redenominasi paling tidak - tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Masyalahnya adalah apakah redenominasi Rupiah ini memang perlu ? dan kalau perlu, kapan sebaiknya dilakukan ?.

Untuk menjawab pertanyaan ini menurut saya biar-lah ahlinya yang menjawab yaitu Bank Indonesia. Jangan biarkan para politikus yang menjawabnya, karena justru akan membuat issue redenominasi ini menjadi bola liar yang tidak menguntungkan ekonomi dan tidak menguntungkan rakyat.

Kita semua tahu issue ini tidak popular, para penguasa tentu akan berat hati seandainya harus mengambil keputusan ini karena akan berdampak buruk pada reputasinya. Sebaliknya lawan-lawan politik dapat menggunakan issue ini untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk meraih simpati rakyat dengan seolah-olah memperjuangkan kepentingan rakyat – dengan menolak redenominasi Rupiah misalnya.

Salah satu cara untuk melihat perlu tidaknya redenominasi dilakukan adalah dengan mengukur daya beli uang fiat terhadap suatu komoditi baku (atau sekelompok komoditi) yang nilainya stabil sepanjang masa. Karena data yang saya punya untuk contoh stabilitas harga sepanjang zaman itu adalah kambing dan emas, maka saya dapat gunakan salah satunya untuk membuat analisa perlu tidaknya redenominasi ini. Diantara keduanya saya pilih emas karena datanya lebih lengkap dan dapat Anda verifikasi dengan berbagai sumber data lainnya seperti kitco.com dlsb.

Pertama saya ambil data harga emas per-gram dalam dua mata uang yaitu Rupiah dan US$ selama 40 tahun terakhir. Mengapa 40 tahun ?, karena sejak 40 tahun lalu tepatnya Agustus 1971 mata uang fiat dunia dilepas kaitannya dari standar emas. Sejak saat itulah uang fiat di seluruh dunia bergerak liar, sebagian lebih terkendali dari sebagian yang lain.

Data-data tersebut kemudian saya sajikan dalam grafik logaritmik dimana jarak satu gridline yang satu dengan gridline dibawahnya adalah kelipatan 10 – atau merepresentasikan satu angka nol. Hasilnya perhatikan pada grafik pertama dibawah.



Log Chart on Rupiah and US$ Gold Price

Perhatikan pada grafik US$ yang hanya melewati satu gridline sepanjang 40 tahun terakhir. Hal ini karena dalam US$ harga emas ‘hanya’ mengalami kenaikan 33 kali selama 40 tahun terakhir. Sebaliknya Rupiah menerobos 3 gridlines selama 40 tahun terakhir yaitu tahun 1973, 1980 dan 1998. Hal ini terjadi karena dalam rentang waktu 40 tahun yang sama harga emas dalam Rupiah mengalami kenaikan sampai 790 kalinya. Apa maknanya ini ?.

Negara-negara yang berhasil menekan inflasinya pada angka yang relatif rendah dalam waktu yang panjang akan semakin jarang menabrak gridline tersebut – negara semacam ini memang tidak memerlukan redenominasi pada mata uangnya. Tidak demikian halnya bagi negara yang rata-rata inflasinya tinggi, jumlah angka nol dalam mata uangnya (yang direpresentasikan dengan banyaknya gridlines yang ditabrak) akan terus bertambah sehingga apa bila dibiarkan terus akan menjadi tidak wajar. Mata uang dari negara semacam ini – termasuk diantaranya Rupiah kita – perlu di redenominasi dari waktu ke waktu.

Lantas kapan sebaiknya redenominasi ini dilakukan ?, lagi-lagi saya gunakan harga emas untuk menentukan kapannya – yaitu pada saat harga emas melewati gridline tertentu yang dipandang sudah terlalu tinggi dalam mata uang yang bersangkutan. Bila persentuhan pada gridline ini bersamaan dengan situasi ekonomi dan inflasi yang stabil, maka namanya adalah redenominasi. Tetapi bila persentuhannya bersamaan dengan gonjang-ganjing ekonomi dan inflasi tinggi – maka namanya adalah sanering.



Redenomination Scenarios

Itulah sebabnya ketika terjadi di tahun 1965/1966 namanya sanering; kemudian sempat mencuat issue sanering pula pada puncak krisis 1997/1998 karena saat itu inflasi sempat mencapai angka 78 %. Karena fokus tulisan ini adalah penghilangan beberapa angka nol tanpa mengurangi daya beli dan dilakukan pada saat ekonomi yang relatif stabil atau disebut redenominasi dan bukan sanering; maka berdasarkan grafik yang kedua diatas, kita dapat melihat ada dua waktu yang baik sebenarnya untuk melakukan redenominasi yaitu pada tahun 1983 dan 2004.

Pada tahun 1983 harga emas per gram dalam Rupiah adalah Rp 12,242/gram dan dalam Dollar adalah US$ 13.64. Bila tiga angka nol dalam uang Rupiah dihilangkan saat itu, maka harga emas dalam Rupiah akan menjadi Rp 12.24/gram , sedangkan dalam Dollar akan tetap US$ 13.64. Artinya bila Rupiah di redominasi pada tahun 1983 dengan membuang tiga angka nol, maka nilai tukar Rupiah saat itu menjadi 1 US$ 1 = Rp 0.90 ,- keren bukan...?.

Tahun 1983 negeri ini tidak memandang perlu melakukan redenominasi, begitu pula dipuncak krisis 15 tahun kemudian – kita tetap tidak merasa perlu melakukan redenominasi secara terpaksa atau sanering, kesempatan berikutnya adalah tahun 2004 pada saat harga emas dalam Rupiah mencapai Rp 102,000/gram dan dalam Dollar berada pada angka US$ 13.17/gram.

Bila redenominasi dengan membuang tiga angka nol dilakukan saat itu, maka harga emas dalam Rupiah akan menjadi Rp 102.00/gram dan dalam US$ tetap US$ 13.17 atau nilai tukar Rupiah menjadi US$ 1 = Rp 7.74. Karena hal inipun tidak ada yang merasa perlu melakukannya pada tahun 2004, maka kini seperti yang Anda lihat pada grafik – harga emas (yang merepresentasikan harga-harga kebutuhan manusia) sudah berada di separuh perjalanan menuju gridline berikutnya.

Seandainya-pun dilakukan pada tahun 2004 dengan membuang tiga angka nol, nilai tukar kita tahun tersebut belum keren-keren amat karena masih US$ 1 = Rp 7.74. Didorong oleh rata-rata inflasi Rupiah yang lebih tinggi dibandingkan dengan Dollar, saat ini nilai tukar tersebut diperkirakan sudah mencapai US$ 1 = Rp 9.15.

Redenominasi baru akan memberikan nilai tukar Rupiah yang keren dikisaran US$ 1,- = Rp 1,- adalah seandainya pada tahun 2004 tersebut otoritas negeri ini mau me-redenominasi Rupiah dengan membuang 4 angka nol dan bukan 3 angka nol !. Efek dari ini maka harga emas di tahun tersebut akan menjadi Rp 10.20/gram sementara harga emas dalam Dollar masih US$ 13.17/gram; atau nilai tukar Rupiah saat itu menjadi US$ 1,- = Rp 0.77,-. Kemudian karena efek inflasi Rupiah yang lebih tinggi, bila hal tersebut dilakukan di tahun 2004 – maka saat ini kita akan memiliki nilai tukar Rupiah yang keren yaitu pada angka perkiraan US$ 1,- = Rp 0.92,-

Well, karena tidak ada yang melakukannya tahun 1983, juga 2004 – maka kalau ada yang melakukannya sekarang – ini masih lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Akan menyakitkan dan tidak popular memang, tetapi dalam beberapa tahun mendatang pengguna Rupiah akan mensyukurinya karena keberanian otoritas tahun –tahun sebelumnya. Sama dengan besyukurnya kita saat ini – alhamdulillah pemerintah negeri ini tahun 1965 berani melakukan sanering Rupiah, bila tidak maka uang yang Anda berikan ke Pak Ogah-pun bukan lagi Rp 1,000,- tetapi Rp 1,000,000,- !. Wa Allahu A’lam.

Thursday, 05 August 2010 08:15 Oleh : Owner Gerai Dinar

Sanering, Redenominasi dan Reorientasi Nilai...

Adalah konsekwensi logis dari mata uang yang terus mengalami inflasi akan bertambah terus nol-nya dari waktu ke waktu. Untuk Rupiah, tiga angka nol yang pernah dibuang dengan susah payah tahun 1965/1966 melalui apa yang dikenal dengan Sanering Rupiah, tiga angka nol tersebut 32 tahun kemudian kembali memenuhi angka uang kita bahkan kembalinya cenderung tidak cukup tiga angka nol, melainkan malah menjadi empat atau bahkan lima angka nol. Mau bukti ?, lihat di dompet Anda – kemungkinan besar hanya uang dengan empat atau lima angka nol yang ada di dompet – karena yang nolnya hanya tiga kemungkinan sudah untuk bayar parkir, masuk kencleng infaq atau diberikan ke Pak Ogah...

Akibat dari bertambahnya angka nol terus menerus tersebut, secara berkala memang dibutuhkan otoritas yang berani mengambil keputusan untuk me-reset kembali agar angka-angka nol tersebut kembali ke jumlah semula. Proses me-reset ini bisa melalui Sanering bila ekonomi lagi gonjang-ganjing, atau melalui proses Redenominasi bila ekonomi lagi stabil. Yang pertama (Sanering) disertai penurunan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai, yang kedua (Redenominasi) hanya pencatatan beberapa angka nol-nya yang dihilangkan sedangkan daya beli masyarakat seharusnya tidak berubah.

Proses keduanya membuat panik, menyakitkan, membingungkan dan segala macam konsekwensinya – tetapi saya sendiri berpandangan justru harus dilakukan dengan berani dan cepat. Bila berlama-lama, justru akan membuat kebingungan dan ketidak pastian yang lama. Bila kita menutup mata, justru angka-angka nol yang bisa terus bertambah tersebut akan berlama-lama merepotkan dan menghantui kita semua.

Bila dilakukan dengan berani dan cepat; rasa sakit tersebut akan berlangsung cepat – namun setelah itu kita akan bersyukur telah melalui masa yang menyakitkan tersebut. Bayangkan bila tahun 1965 (diimplementasikan sampai 1966) pemerintah negeri ini tidak berani mengambil keputusan Sanering – Indonesia mungkin tidak akan pernah bisa membangun – dan bisa Anda bayangkan berapa angka nol uang kita sekarang ?.

Demikian pula bila otoritas sekarang tidak berani mengambil keputusan untuk meng-implementasikan proses Redenominasi ini; berapa angka nol uang kita pada saat Anak Anda yang baru lahir sekarang masuk perguruan tinggi delapan belas tahun yang akan datang ?. Jadi Redenominasi tetap harus dilakukan, tinggal masalahnya kapan dan siapa yang berani mengambil keputusan tidak popular tetapi perlu ini. Saya mengenal cukup baik (Pjs) Gubernur BI yang sekarang dan sungguh saya berharap beliau berani melakukannya, karena bila tidak maka yang terjadi adalah membiarkan hantu Redenominasi ini berlarut-larut ke pejabat berikutnya, kemudian pejabat berikutnya lagi dst.

Bila Redenominasi tidak dilakukan, ironi yang terjadi seperti yang kita alami sekarang akan terus berlanjut. Ironi karena rata-rata penduduk Indonesia secara harfiah dapat disebut ‘Jutawan’ (Millionaire) karena PDB Per kapita kita mencapai lebih dari Rp 24,000,000/ tahun, tetapi rata-rata ‘Jutawan’ tersebut adalah orang miskin menurut standar Islam – karena nilai Rp 24,000,000,- ini hanya setara sekitar 16.50 Dinar atau tidak mencapai nisab zakat yang 20 Dinar.

Bila keputusan Redenominasi benar-benar dilaksanakan, yang perlu dipersiapkan oleh masyarakat adalah proses Reorientasi nilai. Mengapa proses ini perlu ?, berikut saya berikan ilustrasinya.

Saya pernah mendengar keluhan pelayan hotel di daerah wisata negeri ini yang dikunjungi banyak turis asing. Ketika mereka mengantarkan pesanan room service, sering diberi tips hanya Rp 1,000,- atau bahkan koin Rp 500,-. Hal yang sama yang terjadi pada sopir taksi, para wisatawan asing tersebut tidak jarang yang menagih kembalian meskipun kembalian tersebut hanya Rp 1,000,- atau bahkan Rp 500,-.

Mengapa kesan pelitnya beberapa turis asing tersebut terjadi ?; inilah masalah Reorientasi nilai itu. Meskipun sebelum datang ke Indonesia mereka sudah pelajari angka-angka di uang kita ini dan konversinya ke nilai uang mereka; Orientasi nilai dibenak mereka masih tetap menyatakan bahwa angka 1,000 atau 500 adalah angka yang besar. Karena ketika membayar tips dan menagih kembalian, otak mereka tidak selalu sempat mengkonversi nilai ke angka nilai yang benar – maka itulah yang terjadi, nilai tips hanya Rp 1,000 dan uang kembalian taksi secara recehan –pun diminta.

Ini pula yang akan terjadi pada proses Redenominasi, orientasi di otak kita telah terbiasa dengan angka-angka besar. Ketika angka-angka tersebut berubah menjadi kecil, kita harus melatih otak kita untuk terbiasa dengan angka-angka yang menjadi kecil ini. Nampaknya mudah, tetapi karena ini harus terjadi secara massal bagi seluruh pengguna Rupiah – maka diperlukan sosialisasi yang efektif.

Apa dampaknya bila Reorientasi nilai tidak berjalan efektif ?, harga-harga bisa kacau. Misalnya si embok tukang bayem biasa menjual satu ikat bayemnya Rp 2,500,-. Dalam mata uang Rupiah baru angka tersebut seharusnya menjadi Rp 2.5,- tetapi dibenak si embok menyatakan bahwa angka Rp 2.5 ini terlalu kecil, maka dinaikanlah harga bayem dinaikkan menjadi Rp 3,-. Tanpa sadar Anda sebagai pembeli-pun meresponse angka Rp 3 tersebut dapat diterima karena lebih mudah membayarnya – dan terasa kecil oleh Anda. Maka apa yang terjadi sesungguhnya adalah inflasi 20% terhadap harga bayem.

Jadi baik produsen, pedagang mapun konsumen harus membiasakan kembali response otomatisnya yang akurat terhadap harga atau nilai barang-barang yang wajar – inilah Reorientasi yang saya maksud.

Disinilah sebenarnya keunggulan dan kebenaran Islam itu dapat terbukti dengan jelas. Kita tidak perlu kehilangan orientasi dalam hal apapun dan kapanpun – karena tuntunannya, arahannya, nilai-nilainya berlaku baku sepanjang zaman. Seperti sholat yang kita tidak perlu lagi bertanya menghadap kemana, tinggal kita tahu dimana kita berada dan dimana Ka’bah berada – maka seluruh umat sepakat kesitulah kita menghadap.

Demikian pula dalam hal nilai, kita bisa dengan mudah dan jelas dengan timbangan yang tidak pernah berubah untuk menimbang siapa yang kaya dan siapa yang miskin dengan nishab zakat yang 20 Dinar. Yang kaya wajib membayar zakat, yang miskin berhak menerima zakat – betapa kacaunya hak dan kewajiban ini seandainya nilai nishab tersebut perlu Sanering ataupun Redenominasi dari waktu kewaktu.

Maka saya-pun berandai-andai, Seandainya saja otoritas yang ada sekarang berani menggunakan satuan Dinar setidaknya sebagai unit of account atau timbangan yang adil – maka generasi-generasi yang akan datang dan gubernur-gubernur bank sentral yang akan datang sampai hari kiamat akan bersyukur – betapa mudahnya tugas mereka karena tidak harus lagi dari waktu ke waktu mengambil keputusan yang amat sangat sulit seperti Redenominasi Rupiah ini.

Sekali Dinar digunakan, nilai/daya belinya stabil – 1 Dinar satu kambing tetap sampai akhir zaman, maka tidak akan lagi pernah diperlukan Redenominasi atau bahkan Sanering. Bila ini terjadi maka Reorientasi juga tidak akan perlu dilakukan lagi. WaAllahu A’lam

Wednesday, 04 August 2010 07:53 Oleh : Owner Gerai Dinar

Jumat, 30 November 2012

Kisah Uang Pensiun Yang Tidak Segera Habis…

Cerita ini saya adopsi dari pengalaman salah satu nasabah Gerai Dinar. Tahun 2008 ketika dia berusia 65 tahun sudah merasa sangat lelah dengan pekerjaannya, dia ingin istirahat tidak lagi bekerja namun juga tidak ingin menjadi beban orang lain. Pada saat yang bersamaan dia ingin tabungannya mampu melawan inflasi sehingga dapat menopang kebutuhan hidupnya sampai akhir hayat. Yang dia lakukan ini bisa menjadi contoh bagi para pensiunan lainnya.

Pada pertengahan Oktober 2008 ketika harga Dinar berada di Rp 1,197,000 dia mengkonversi sebagian tabungan dan dana pensiunnya menjadi 1,000 Dinar atau setara Rp 1,197,000,000 saat itu. Sebagian yang lain dia pertahankan dalam Rupiah dan Dollar karena akan dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan jangka pendek lainnya.

Uang tabungan dan dana pensiun yang tidak dikonversikan ke Dinar habis untuk mencukupi kebutuhannya selama tiga tahun kemudian yaitu sampai September 2011. Selama tiga tahun tersebut Dinar belum digunakan tetapi juga hanya bertambah sedikit saja yaitu menjadi 1,010 Dinar, bila dikonversikan menjadi Rupiah pada September 2011 Dinar tersebut telah menjadi Rp 2,248,000,000,- atau mengalami kenaikan sekitar 88% dalam tiga tahun.



Untuk mempertahankan standar kehidupannya, beliau ini kemudian sejak Oktober 2011 menjual 10 Dinar per bulan untuk membiayai kehidupan sehari-harinya. Berikut adalah analisa pembandingnya seandainya pada Oktober 2008 tersebut beliau memutuskan untuk semua uangnya di deposito-kan (tidak membeli 1000 Dinar).

Dengan tingkat bagi hasil rata-rata deposito 6 % per tahun, bila dibelanjakan dengan standar kwalitas kehidupan yang tetap – setara 10 Dinar per bulan, maka tabungan beliau bila ditaruh di deposito akan habis pada bulan April 2016 atau ketika beliau baru berusia sekitar 73 tahun.

Dengan Dinar yang mampu melawan inflasi, tabungan Dinar beliau insyaallah akan cukup mempertahankan kwalitas kehidupan dengan 10 Dinar per bulan sampai bulan Februari 2020 atau sampai usia beliau 77 tahun. Dengan dana pensiun berbasis Dinar ini beliau tidak perlu mencemaskan efek inflasi karena hasil penjualan 10 Dinar tersebut akan menyesuaikan atau bahkan mengungguli angka inflasi.

Bila trend kenaikan harga Dinar tahun-tahun mendatang mengikuti trend kenaikan yang sama di kisaran 1.5 % per bulan selama 4 tahun terakhir, nilai 10 Dinar per bulan yang sekarang sekitar Rp 22,000,000 akan menjadi skitar Rp 85,000,000 pada saat dana pensiun tersebut habis di bulan Februari 2020.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah dana pensiun yang tidak segera habis tersebut. Pertama dengan pengelolaan berbasis Dinar yang kebal inflasi bahkan mampu mengunggulinya, para pensiunan akan mampu menjaga kwalitas kehidupannya untuk waktu yang lebih lama – ketimbang dana pensiun yang hanya di depositokan.

Kedua, meskipun dalam Dinarnya tetap - para pensiunan bisa menaikkan uang pensiunnya (dalam Rupiah) secara otomatis melawan inflasi. Pensiun dengan 10 Dinar per bulan (Rp 22,000,000) sekarang cukup – delapan tahun lagi 10 Dinar per bulan (Rp 85,000,000) insyaAllah juga tetap cukup. Itulah yang saya sebut uang pensiun yang tidak segera habis itu ! InsyaAllah.

Kategori : Investasi Friday, 30 November 2012 07:01 Oleh : owner gerai dinar

Senin, 19 November 2012

Basel Dan Emas…

Pada musim dingin di awal tahun 1999 saya naik kereta sekitar satu jam perjalanan dari Zurich ke Basel, sebuah kota kecil yang dingin di Swiss. Meskipun dia adalah kota ke 3 terbesar di Swiss – jumlah penduduknya hanya kurang dari 170,000 orang – tidak lebih dari penduduk satu kecamatan dimana saya tinggal di Depok. Kota kecil yang dingin itu, bisa jadi akan memanaskan keuangan dunia awal tahun 2013 nanti. Apa yang terjadi di sana ?

Di kota kecil Basel ini ada sekelompak orang yang sangat exclusive, sangat rahasia dan sangat perkasa di dunia keuangan. Markas mereka konon di design memiliki perlindungan yang cukup menghadapi perang nuklir sekalipun. Mereka adalah bank sentral-nya bank sentral dunia. Apa yang mereka katakan menjadi kerangka kerjanya bank-bank sentral dunia.

Mereka sangat irit ‘bicara’ , mereka baru ‘bicara’ tiga kali sejak pembentukannya 38 tahun lalu (1974). Tahun 1988 mereka ‘bicara’ tentang Basel I, tahun 2004 mereka ‘bicara’ lagi tentang Basel II dan di tahun 2012 ini mereka ‘bicara’ tengantang Basel III. ‘Pembicaraan’ mereka yang irit inipun cukup membuat perbankan dunia gonjang-ganjing untuk menyesuaikan dengan ‘pembicaraan mereka’.

Karena saya bukan orang bank, saya tidak terlalu tertarik untuk mendalami apa yang mereka ‘bicarakan’ kecuali terhadap satu hal yaitu emas. Pada Basel I dan Basel II mereka sengaja mendiskreditkan emas sebagai asset tingkat III – bukan asset yang sesungguhnya. Kalau dijadikan cadangan hanya dinilai separuh dari harga pasarnya. Saat itu yang dianggap asset tingkat I atau uang yang sesungguhnya adalah government bond, mortgage backed securities, cash dan sejenisnya.

Tetapi banyak sekali hal terjadi dalam beberapa tahun terkhir, asset yang semula mereka anggap tingkat I seperti mortgage - kini banyak yang malah menjadi asset yang sangat beracun (toxic assets). Bahkan banyak pula government bond di negara-negara Eropa yang hancur mendekati nilai sampah (junk). Lantas kemana mereka akan berpaling ?

Kemana lagi kalau bukan emas ?, asset yang mereka coba discredit-kan selama hampir empat dasawarsa terakhir ini ternyata malah berhasil membuktikan dirinya sebagai asset yang tetap perkasa di segala cuaca, mampu melalui krisis demi krisis tanpa kehilangan nilainya yang sesungguhnya.

Maka mereka-pun harus mengakui keperkasaan emas ini dalam pembicaraan mereka terakhir yang disebut Basel III. Basel III yang rencananya mulai diimplementasikan awal 2013 nanti, menempatkan emas pada posisi yang seharusnya yaitu asset tingkat I.

Dengan pengakuan ini, maka sebenarnya secara diam-diam emas telah kembali ke system keuangan dunia, emas menjadi asset yang sesungguhnya dan dapat digunakan sebagai cadangan dengan 100 % nilai pasar.

Apa ini dampaknya ?, bayangkan bila bank-bank sentral dunia mulai berburu emas kembali karena pilihan cadangan mereka yang kini head to head antara bond, mortgage, emas dlsb. Ketika emas dilihat sebagaimana seharusnya, bersaing secara bebas dengan asset-asset yang lainnya – maka dengan mudah emas ini akan menjadi asset yang setidaknya pasti tidak kalah menarik dibandingkan dengan berbagai asset lainnya seperti bond, mortgage dan bahkan dibandingkan dengan cash sekalipun.

Dibuka dengan ‘pembicaraan’ di Basel III ini, dunia toh akhirnya akan mengakui kembali bahwa emas itulah uang yang sesungguhnya. Uang yang mampu mempertahankan nilai ketika yang lain menjadi racun (toxic assets) atau menjadi sampah (junk). Uang yang tahan segala cuaca !.

Maka dari kota kecil yang dingin, sekelompok orang-orang yang dingin dan irit bicara tersebut di atas dengan suka ataupun tidak suka harus mengakui bahwa akses masyarakat pada nilai assets yang sesungguhnya itu tidak bisa mereka setir. Pengakuan mereka ini-pun bisa jadi akan ‘memanaskan’ system keuangan dunia dan bisa menjadi pemicu bull market berikutnya untuk kenaikan harga emas di tahun-tahun mendatang. Wa Allahu A’lam.

Kategori : Dinar/Emas Monday, 19 November 2012 07:50 Oleh : Owner Gerai Dinar

Rabu, 14 November 2012

Rumah Hikmah : Membangun (Kembali) Peradaban Islam…

Saat ini sekitar separuh pendududuk dunia tinggal di sekitar 3 % daratan bumi yang disebut kota. Ketika anak-anak kita yang masih bayi sekarang mencapai usia paruh baya pada tahun 2050, diperkirakan 70 % dari 9 milyar penduduk bumi akan tinggal di perkotaan. Sejumlah pertanyaan harus bisa dijawab atau dipersiapkan jawabannya dalam waktu kurang dari setengah abad kedepan, bila kita ingin menyiapkan generasi anak kita memimpin dunia saat itu.

Kota menjadi tempat strategis bukan hanya karena mayoritas penduduk dunia akan tinggal di perkotaan, tetapi juga karena intensitas interaksi para penduduknya yang jauh lebih tinggi – membuat kota menjadi sumber lahirnya peradaban di setiap jaman.

Peradaban Islam lahir dan berkembang di Makkah, Madinah, Bagdad, Damascus, Cordoba, Basra, Istambul dlsb. Selain Makkah dan Madinah, dimana kota-kota Islam tersebut kini ? Bagdad yang dahulu menjadi pusat ilmu dan peradaban Islam, kini menjadi perlambang kekalahan dan keterpurukan. Damascus yang dahulu menjadi kotanya para ulama, kini identik dengan tirani yang mendzalimi rakyatnya secara luar biasa.

Cordoba dan Basra sudah tinggal nama, sementara Istambul pasca keruntuhan kekhalifahan Utsmani menjadi perlambang sekulerisme dan bahkan masjid kebanggaan umat-pun menjadi sekedar objek wisata. Tinggallah Makkah dan Madinah yang tetap menjadi perlambang eksistensi Islam itu hingga kini.

Makkah dan Madinah akan tetap ada sampai akhir jaman karena ini sudah dijanjikan Allah – yang kabarnya sampai ke kita melalui hadits shahih : “Tidak ada suatu negri pun kecuali dajjal akan memasukinya kecuali Makkah dan Madinah; di keduanya tidak terdapat satu tempat pun kecuali akan ada para malaikat yang berbaris menjaganya. Kemudian madinah akan menggoncangkan penduduknya sebanyak tiga kali, lalu Allah mengeluarkan setiap orang kafir dan munafik”. (HR bukhari)

Karena kita tidak tinggal di Makkah ataupun Madinah, maka tidak ada para malaikat yang berbaris menjaga kota kita dari fitnah dajjal dalam berbagai bentuknya. System dajjal bisa masuk dalam perekonomian, politik, budaya, keamanan, pendidikan, gaya hidup, system hidup dlsb. yang secara ringkas terangkum dalam apa yang disebut peradaban atau civilization.

Darimana kita tahu kehadiran dajjal dalam peradaban kita ini ?, ketika kita melihat yang baik adalah buruk, dan yang buruk terlihat baik – disitulah dajjal berada.

‘Rule of thumb’ untuk mendeteksi adanya dajjal di sekitar kita ini berdasarkan peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits shahihnya: “Maukah aku beritahukan kepada kalian suatu hal mengenai dajjal ? suatu yang belum pernah dikabarkan oleh seorang nabipun kepada kaumnya : Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah matanya, ia datang dengan sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dikatakannya surga berarti itu adalah neraka. Dan sungguh aku memperingatkannya atas kalian sebagaimana Nabi Nuh mengingatkannya atas kaumnya” (HR. Muslim)

Karena dajjal bisa masuk melalui berbagai pintu ke ‘kota’ kita, maka yang perlu dibangun adalah pertahanan yang kokoh di setiap gerbang dari ‘kota’ kita tersebut. Pintu-pintu ekonomi, politik, budaya, pendidikan, keamanan, gaya hidup dlsb. yang secara keseluruhan kita sebut pintu peradaban inilah yang kita harus bentengi dari masuknya peradaban dajjal itu.

Bila saat ini di dunia ada sekitar 455 kota di seluruh dunia yang penduduknya lebih dari 1 juta orang, dan sulit bagi kita untuk menyebutkan mana di antara kota-kota tersebut yang ber-peradaban Islam – akan kah kita tinggal diam dan menerima apa adanya sampai ke anak cucu kita ?.

Ketika 70 % penduduk dunia tinggal di perkotaan empat dasawarsa dari sekarang, diantaranya adalah anak cucu kita - Relakah kita membiarkan mereka tinggal di kotta dajjal yang bisa jadi lebih buruk dari apa yang kita hadapi kini ?. Tidakkah kita ingin menyiapkan kota dengan peradaban Islam – yang mampu menyiapkan penduduknya untuk terhindar dari fitnah dajjal yang semakin memburuk ?.

Mungkin tidak banyak yang bisa kita lakukan kini, tetapi setidaknya bila kita mulai satu demi satu membangun pertahanan yang kokoh dari setiap pintu masuknya system dajjal ke dalam peradaban anak cucu kita mendatang – maka insyaallah kita bisa membendung pengaruh dajjal itu pada masing-masing jamannya.

Langkah kecil membangun kota peradaban yang kondusif untuk kembalinya Islam itu harus bisa kita mulai, meskipun itu baru satu langkah dari ribuan langkah yang harus kita tempuh – tetapi tetap harus bisa kita mulai.

Ini agar do’a kita yang ingin menjadikan anak keturunan kita pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa itu tidak berhenti hanya sekedar do’a, agar do’a itu benar-benar diiringi oleh ikhtiar – karena salah satu sebab terkabulnya do’a adalah do’a orang-orang yang benar-benar terjun ke lapangan dan berusaha – bukan do’anya orang yang duduk-duduk saja.

Rintisan awal dari kota peradaban Islam itu akan segera kita mulai (Citragrand D 3 no 28-29 Cibubur), bentuknya mirip Rumah Hikmah yang dulu ada di Bagdad di masa kejayaannya – di mana saat itu seluruh sumber ilmu pengetahuan yang ada pada jamannya diterjemahkan, diserap dan disebarluaskan.

Karena masalah penterjemahan dan penyebarluasan ilmu itu sekarang tidak menjadi kendala, maka fokus kita adalah bagaimana mengintegrasikan sejumlah ilmu – multi disiplin untuk menjawab seluruh persoalan umat ini sekarang dan masa depan. Rumah Hikmah yang tidak tidak berafiliasi dengan partai, golongan, organisasi masa atau apapun namanya – diharapkan juga dapat menjadi sarana pemersatu umat. Berawal dari Rumah Hikmah inilah diharapkan kota peradaban Islam itu akan kembali hadir untuk anak cucu kita kelak. Insyaallah.

Kategori : Umum Tuesday, 06 November 2012 06:58 Oleh : owner gerai dinar

Jumat, 02 November 2012

Arti Kemakmuran Di System Dajjal…

Di awal Orde Baru tahun 1966, konon Indonesia berada di puncak keterpurukannya dengan pendapatan per kapita hanya US$ 200. Selama 32 tahun kemudian dengan tingkat pertumbuhan rata-rata di sekitar 5 % pendapatan per kapita itu tahun 1997 menjadi US$ 900. Lima belas tahun kemudian tahun 2012 sekarang ini pendapatan per kapita kita berada di kisaran US$ 3,250. Benarkah kita telah mengalami peningkatan kemakmuran yang luar biasa ?

Bila Dollar yang menjadi ukurannya sebagaimana dunia mengukur tingkat kemakmurannya, maka betul seolah kita telah mengalami lompatan kemakmuran yang luar biasa – lebih dari 16 kalinya selama 46 tahun ini. Atau kemakmuran penduduk negeri ini berlipat menjadi dua kalinya setiap 11.5 tahun – WOW !

Peningkatan kemakmuran yang luar biasa semacam ini memang terjadi di ekonomi kapitalisme, tetapi umumnya hanya berlaku pada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki akses-akses sumber daya ekonomi seperti modal, pasar, ilmu pengetahuan, resources dlsb. Bagi sebagian besar penduduk yang memiliki keterbatasan akses, maka kemakmuran itu sulit menyertainya.

Pemerintah-pemerintah di dunia yang fokus pada pertumbuhan atau peningkatan GDP per capita dalam Dollar, akan tertipu dalam pencapaiannya – karena meskipun dalam Dollar peningkatan pendapatan itu nampak sangat significant – tetapi tidak dalam daya beli yang sesungguhnya, yang sebaliknyalah yang terjadi.

Saya coba konversikan pendapatan-pendapatan tersebut kedalam Dinar atau kambing - karena sepanjang jaman 1 Dinar setara dengan harga 1 ekor kambing yang baik, hasilnya nampak dalam grafik dibawah :



Tahun 1966 ketika pendapatan per kapita kita masih di angka US$ 200 , itu setara dengan 42 ekor kambing saat itu. Ketika pendapatan per kapita kita mencapai US$ 900 dalam 32 tahun kemudian tahun 1997, itu setara dengan 20 ekor kambing. Tahun ini, pendapatan per kapita kita meningkat menjadi di kisaran US$ 3,250 , tetapi ini hanya setara sekitar 14 ekor kambing kelas baik atau setara sekitar 14 Dinar saja !

Jadi kemakmuran yang dihitung dengan angka Dollar itu hanya semu semata karena tidak mencerminkan daya beli yang sesungguhnya. Tetapi mengapa seluruh dunia, orang menggunakan angka Dollar untuk melihat tingkat kemakmurannya ?

Pasti bukan kebetulan kalau uang satu Dollar itu bergambar mata satu seperti pada gambar dibawah.



Bukan kebetulan pula kalau umat ini diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits shahihnya untuk mewaspadai si mata satu ini sebagai berikut : “Maukah aku beritahukan kepada kalian suatu hal mengenai dajjal ? suatu yang belum pernah dikabarkan oleh seorang nabipun kepada kaumnya : Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah matanya, ia datang dengan sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dikatakannya surga berarti itu adalah neraka. Dan sungguh aku memperingatkannya atas kalian sebagaimana Nabi Nuh mengingatkannya atas kaumnya” (HR. Muslim)

Yang disampaikan oleh dunia bahwa kemakmuran itu telah menghampiri kita, karena daya beli kita sudah US$ 8.9 per hari – jauh dari standar kemiskinan dunia yang US$ 2/hari – itu seperti kabar surga tetapi sesungguhnya neraka sebagaimana diungkap dalam hadits tersebut diatas. Neraka karena daya beli riil kita terhadap kambing saja ternyata turun tinggal 1/3-nya (dari 42 ke 14) dari 1966 hingga 2012 ini.

Menariknya dalam hadits tersebut disebutkan bahwa peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang dajjal ini adalah seperti peringatan Nabi Nuh ‘Alaihi Salam terhadap kaumnya. Kita tahu bahwa kaum Nabi Nuh ‘Alaihi Salam yang tidak mengindahkan peringatan nabinya ditenggelamkan dalam banjir sampai musnah.

Demikian pula dengan peringatan tentang dajjal ini, bila kita tidak mengindahkan peringatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – kita harus mewaspadai konsekwensinya. Umat ini bisa ditenggelamkan dalam kemiskinan yang sangat yang membawa kemusnahan.

Bila daya beli terhadap kambing rata-rata penduduk ini turun tinggal 1/3-nya dalam 46 tahun terakhir, tidak takutkah kita dengan apa yang terjadi dalam setengah abad kedepan ketika daya beli umat ini tinggal sekitar 4.5 ekor kambing meskipun dalam Dollar kita akan nampak sangat makmur di atas US$ 50,000,- per kapita ?.

Alhamdulillah kita dikarunia dua mata untuk melihat secara sempurna, tidak bias. Bahkan kita dikarunia mata hati untuk melihat apa yang tidak bisa dilihat dengan mata fisik kita. Saya sungguh berharap para pemegang otoritas negeri ini, para pemimpin, para pengambil keputusan, para pembuat undang-undang, para penegak hukum - semuanya juga menggunakannya.

Agar kita terbebas dari bias penglihatan, melihat neraka seolah surga atau sebaliknya melihat surga padahal neraka – sebagimana yang diungkapkan oleh hadits tersebut di atas. Agar kita dan anak cucu kita juga tidak musnah tenggelam – sebagaimana ditenggelamkannya umat nabi Nuh ‘Alaihi Salam yang tidak mengindahkan peringatan nabinya.

Bahkan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu begitu ceto ke welo- welo (amat sangat jelas) tentang siapa dajjal itu : “…bahwa ia (dajjal) itu adalah Yahudi…” (HR Muslim). Dan kita kini tahu bahwa system Yahudi telah merasuki hampir keseluruhan aspek kehidupan kita, tentang pengelolaan uang/modal melalui berbagai bank dan lembaga keuangannya, tentang pasarnya, tentang eksploitasi sumber daya alamnya, tentang pemikirannya, budayanya, peradabannya dlsb.dlsb.

Lantas bagaimana kita bisa terlepas diri dari system dajjal yang bila kita tidak hiraukan akan menenggelamkan kita sebagimana umat nabi Nuh ‘Alaihi Salam ditenggelamkan oleh banjir ?. Lagi-lagi petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu ceto ke welo-welo : “Siapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal surat Al Kahfi, maka dia akan terpelihara dari kejahatan dajjal” (HR Muslim).

Petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut disampaikan kepada para sahabat beliau. Melalui sejarah kita tahu kebiasaan para sahabat, yaitu setiap menerima Al-Qur’an dari Nabi, 10 ayat demi 10 ayat dihafalkan dan diamalkan, kemudian 10 ayat berikutnya dst.

Artinya adalah untuk bisa benar-benar terbebas dari fitnah dajjal sebagaimana petunjuk dalam hadits tersebut, kita juga tidak boleh berhenti pada sekedar menghafalkannya. Kita harus bisa sampai pada tataran semaksimal mungkin memahami kemudian juga mengamalkannya.

Apa yang bisa kita pahami dan amalkan dari 10 ayat awal dari surat Al-Kahfi ini ?, di dalamnya terdapat kisah para pemuda yang berusaha mengikuti petunjuk yang lurus, menjaga aqidahnya, dan membentengi diri , masuk gua untuk bisa terlepas dari pengaruh yang sangat buruk dan kejahatan penguasa dunia saat itu.

Maka hanya dengan cara inilah generasi muda dari anak cucu kita harus kita siapkan untuk melepaskan diri dari system dajjal itu, kita harus mampu membangun benteng yang kuat agar system pendidikan kita, ekonomi kita, uang kita, pengelolaan sumber daya kita, pasar kita, ilmu pengetahuan kita dlsb. semuanya mampu untuk berlepas diri dari system-nya penguasa dunia saat ini yang begitu jelasnya – bahwa mereka adalah si mata satu sebagaimana mereka deklarasikan dalam satu (an) mata uang mereka !. Wa Allahu A’lam.

Wednesday, 31 October 2012 07:12 Oleh : owner gerai dinar

Khutbah Iedul Adha 1433 H : Momentum Qurban Untuk Re-Eksistensi Islam dalam Kehidupan Umat



Allahu Akbar 3 x Walillahilhamdu.

Jamaah Sholat Iedhul Adha Yang Dimuliakan Allah,

Suara takbir dan tahmid hari ini menggemuruh di seluruh bumi. Sebelum kita mengumandangkan takbir dan tahmid ditempat ini, saudara kita dibelahan bumi yang timur telah mengumandangkannya lebih dahulu. Setelah kita selesai di sini, saudara kita di sebelah bumi yang barat akan meneruskannya. Begitu seterusnya sampai seluruh bumi ini dipenuhi dengan takbir dan tahmid, membesarkan dan memuji namaNya dengan tiada henti.

Dalam ibadah-ibadah khusus, shalat fardhu, sholat jum’at, puasa Ramadhan, haji dan lebih-lebih dua sholat hari raya Iedhul Fitri dan Iedhul Adha – umat Islam di seluruh dunia telah mampu untuk tiada henti bersaut-sautan membesarkan dan memuji namaNya.

Allahu Akbar 3 x Walillahilhamdu.

Tetapi sayang seribu kali sayang, Islam sebagai system hidup yang kaffah, yang seharusnya meliputi seluruh aspek kehidupan kita – di jaman ini berhenti pada tataran ibadah-ibadah khusus.

Kita mampu menggetarkan dunia dengan takbir dan tahmid kita melalui dua sholat hari raya, tetapi dimana takbir dan tahmid itu ketika kita berpolitik ?, ketika kita membangun kekuatan pertahanan ?, ketika kita berhukum ? ketika kita mendidik anak ? ketika kita di pasar?, ketika kita berdagang ?, ketika kita mengelola sumber daya alam ?.

Dalam urusan politik, kita disuruh ber-syuro sesama kita. Tetapi kita hanya ber-syuro bila sudah kepepet, ketika ada kepentingan yang menyatukannya – ketika ada tokoh lain yang dikawatirkan lebih unggul dari tokoh kita. Sebelum terpepet masing-masing masih merasa mampu memimpin negeri ini sendirian – sesama umat berebut posisi dengan saling menjegal dan menghalangi. Akibatnya umat Islam yang mayoritas di negeri ini menjadi minoritas dalam urusan politik.

Barangkali ini yang lebih dari 1,400 tahun lalu sudah diingatkan oleh junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Suatu masa nanti, bangsa-bangsa akan memperebutkan kalian seperti orang-orang yang sedang makan yang memperebutkan hidangan di atas nampan”. Kemudian ada sahabat yang bertanya: “Apakah saat itu kita (kaum Muslimin) berjumlah sedikit Ya Rasulullah?”. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Sebaliknya, jumlah kalian saat itu banyak, namun kalian hanyalah bak buih di atas air bah [yang dengan mudah dihanyutkan ke sana ke mari]. Dan Allah SWT akan mencabut rasa takut dari dalam diri musuh-musuh kalian terhadap kalian, sementara Dia meletakkan penyakit wahn dalam hati kalian.” Ada sahabat yang bertanya lagi: “Wahai Rasulullah Saw, apakah wahn itu?” beliau menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.””

Hadits ini nampaknya juga menggambarkan kondisi kekuatan militer umat saat ini. Kita disuruh menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh kita semua dengan ‘kuda-kuda perang’ kita, tetapi siapa yang sekarang gentar dengan umat ini ?.

Jangankan menggentarkan musuh Allah yang kini membunuhi saudara-saudara kita di Palestina, Afganistan, Rohingnya dlsb. dan mengadu domba saudara-sauadara kita di jazirah Arab, kita menggentarkan musuh Allah yang suka usil di selatan kita saja kita tidak mampu. Pesawat-pesawat kita berjatuhan sendiri sebelum berperang, kapal super modern kita justru musnah terbakar di hari-hari pertama pelayarannya. Kondisi kekuatan militer umat Islam di seluruh dunia tidak jauh dari kondisi kita di negeri ini.

Dalam bidang hukum, sering orang marah atau tersinggung bila ada yang mengingatkan melalui ayatNya bahwa “…barang siapa berhukum selain dari yang diturunkan Allah dia kafir, …dia dhalim,…dia fasik” (QS 5 :44 ; 45 ; 47). Mereka punya jawaban bahwa mereka sedang mengatur negeri yang besar, negeri yang modern ini. Mereka merasa hukum Allah tidak cukup luas, tidak cukup aplikatif, tidak cukup detil untuk jaman modern ini. Padahal siapakah Yang Maha Adil dan Yang Maha Tahu itu ?, para pembuat hukum jaman ini Atau Allah Yang Maha Tahu.

Bukti kefasikan dan kedhaliman itu benar-benar ada di system hukum yang dibuat manusia itu. Di negeri ini misalnya ada hal yang halal dan dianjurkan Nabi dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh hampir seluruh perawi yaitu : “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, beras gandum dengan beras gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai - dari tangan ke tangan. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai - dari tangan ke tangan.”

Jual beli dengan benda bernilai intrinsik seperti emas (Dinar), perak (Dirham) semacam ini dihukumi terlarang di negeri ini, pelakukanya diancam hukuman denda dan kurungan.

Mengapa ?, karena ada hukum lain yang dibuat oleh orang-orang yang merasa lebih tahu dari Ke Maha Tahuan Allah – Undang-undang itu adalah undang-undang mata uang yang hanya membolehkan mata uang Rupiah sebagai alat transaksi di negeri ini.

Di sisi lain, ada perkara yang sangat haram dan bahkan pelakunya dimusuhi Allah dan Rasulnya yaitu Riba, begitu besarnya dosa riba ini sampai dosa terkecilnya saja diibaratkan dengan dosa menzinahi ibu kandung sendiri – tetapi dosa yang sangat besar ini perfectly dianggap ‘halal’ di system hukum negeri ini.

Bukan hanya pelakunya sebebas-bebasnya mengiklankan produk yang sangat haram ini, tetapi bahkan para pelakumnya dijamin dengan uang rakyat melalui apa yang disebut Lembaga Penjamin Simpanan.

Ketika para ulama bersepakat mengingatkannya dalam Fatwa MUI no1 tahun 2004 tentang haramnya bunga (riba) bank delapan tahun lalu, sampai sekarang tidak ada yang menggubris fatwa ini.

Lantas hukum seperti apa yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram ini ?, maka sungguh benar peringatan Allah tersebut di atas : “…barang siapa berhukum selain dari yang diturunkan Allah dia kafir, …dia dhalim,…dia fasik”.

Dalam pendidikan, kita punya suri tauladan yang sempurna dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. System pendidikan yang mampu mengantarkan umat ini pada masa-masa kejayaannya. System pendidikan yang dengan ringkas tergambar melalui ucapan sahabat yang mulia Jundub bin Abdillah radhiallahu’anhu : “Beliau (Rasulullah) mengajari (kami) iman sebelum al-Qur’an, ketika kami diajari al-Qur’an maka iman kami semakin bertambah.”

Dimana anak-anak kita belajar iman itu sekarang ?, sebagian kecil saja dari waktu sekolah mereka untuk belajar agama Islam tetapi belum membangun karakter iman. Dengan pendidikan yang ada seperti ini apa yang kita peroleh ?.

Yang kita peroleh adalah apa yang kita miliki di negeri ini sekarang. Mirip dengan ke-Islaman orang arab badui, ketika ada diantara mereka datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menyatakan “Kami telah beriman”, langsung turun bantahan dari Allah : "Katakanlah kepada mereka (wahai Muhammad)…Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk ( ber-Islam)", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu …". (QS 49:14).

Lantas apa perbedaannya apa antara yang sudah ber-Islam dengan yang sudah beriman ?, dijelaskan oleh Allah dalam ayat berikutnya (QS 49:15):



Ketika umat ini serba ragu untuk memilih, hukum apa yang akan kita pakai ?, system kehidupan yang seperti apa yang kita anut, bagaimana kita menyelesaikan urusan-urusan kita dlsb. Itu semua datang karena kita ragu – kita baru ber-Islam, kita belum beriman terhadap tuntunan baku yang dijamin kebenarannya oleh Sang maha Adil. Tuntunannya itu benar ketika diturunkan, benar untuk jaman modern sekarang ini dan bahkan tetap benar sampai akhir jaman.

Bagaimana kita bisa menghsailkan generasi yang kuat imannya, bila system pendidikan kita baru sedikit saja mengajarkan Islam tetapi belum membangun karakter Iman ? Inilah tantangan terbesar kita dibidang pendidikan saat ini.

Allahu Akbar 3 x Walillahilhamdu.

Jamaah Sholat Iedhul Adha Yang Dimuliakan Allah,

Di bidang pasar dan perdagangan, Ada contoh yang sangat indah bagaimana suri tauladan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terjun langsung ke pasar untuk melakukan survey, bagaimana pasar di kelola – seperti apa orang-orang berdagang – kemudian beliau-pun bersabda “tidak sperti ini pasar kalian”. Beliau tetap mengucapkan ””Tidak seperti ini pasar kalian…” untuk seluruh pasar yang beliau kunjungi saat itu.

Lantas apa pasar yang seharusnya menurut beliau ?, beliau membuatkan umatnya pasarnya sendiri yang sesuai, sejak awal sekali negeri Islam Madinah terbentuk (2 H). Pasar itu kemudian dibatasi dengan dua aturan beliau yang sederhana yaitu fala yuntaqashanna wala yudhrabanna.

Fala yuntaqashanna agar pasar tidak dipersempit hanya orang-orang tertentu yang bisa jualan, wala yudhrabanna agar para pedagang pasar tidak dibebani dengan beban-beban yang memberatkan mereka.

Sekarang kita lihat pasar-pasar kita ? siapa yang menguasai pasar-pasar itu ? Di pusat perdagangan terbesar negeri ini ada pasar yang sangat besar dibangun dengan bangunan bermotif kubah-kubah – layaknya budaya Islam. Tetapi oleh saudara-saudara kita pedagang muslim sendiri – gedung pasar yang megah tersebut malah disebutnya sebagai gedung semangka – dari luarnya saja nampak hijau tetapi didalamnya mayoritas merah. Sebutan ini lahir karena hanya sekitar 8 % penguasaan muslim atas kios-kios di dalam gedung yang megah tersebut, sisanya kita semua tahu siapa mereka !.

Hal yang kurang lebih sama terjadi di seluruh pusat-pusat perdagangan negeri ini ?, siapa yang bisa berdagang di mal-mal yang mewah dan pertokoan-pertokoan yang ramai dikunjungi oleh pengunjung muslim ?, mayoritasnya pemilik mall-nya, pemilik kiosnya bukan dari kita. Mengapa ?, karena pasar diatur berdasarkan kekuatan siapa yang bayar.

Untuk adilnya, kita juga harus katakan bahwa masih ada pasar-pasar yang mayoritas pedagangnya muslim, tetapi inipun sulit dikatakan sebagai pasar yang memenui persyaratan fala yuntaqashanna wala yudhrabanna tersebut diatas. Pasar-pasar yang kumuh dan bahkan pasar kaget dipinggir jalan-pun tetap harus di bayar. Pedagang dihantui dengan biaya keamanan – padahal pasarnya tidak pernah aman. Direcoki dengan biaya kebersihan padahal pasarnya juga tidak pernah bersih.

Allahu Akbar 3 x Walillahilhamdu.

Jamaah Sholat Iedhul Adha Yang Dimuliakan Allah,

Dalam pengelolaan sumber daya alam, kita sudah diberitahu caranya lagi-lagi oleh junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa : “Muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, lahan, air dan api (energy)”. Kita-pun lalai dengan petunjuk ini sehingga sumber daya alam negeri ini terkapling-kapling oleh mereka yang memiliki modal besar.

Saudara kita di Palestina tahu sejarah mereka, bagaimana peta Palestina yang sampai sebelum 1947 masih hijau untuk menggambarkan penguasaan tanah oleh bangsa Palestina sendiri, peta itu kini telah menjadi putih dan tinggal menyisakan titik-titik hijau yang nyaris hilang – menunjukkan dominasi penjajah Yahudi di tanah bangsa Palestina.

Kita tidak seberuntung mereka di Palestina, kita tidak sadar bahwa lahan negeri ini telah di dominasi – bukan oleh Yahudi-nya sendiri, tetapi oleh system-nya saja sudah cukup. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, kita tidak sadar bahwa lahan kita telah berubah warna petanya dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Siapa yang memiliki lahan-lahan paling mahal di pusat kota Jakarta, siapa yang menguasai kota-kota mandiri yang mengepung Jakarta. Siapa yang meng-kapling tanah ribuan hektar di Jabodetabek ?, siapa yang menguasai hutan-hutan di pedalaman Sumatra, Kalimantan sampai Irian Jaya ?.

Pengakuan seorang menteri di awal era reformasi yang saya pernah mendengarnya langsung dari beliau saat itu : “Ada lho di negeri ini seorang pengusaha yang menguasai hak pengelolaan hutan yang luasnya lebih besar dari kerajaan Inggris !”.

Bukan hanya lahan yang tidak dikuasai umat ini sekarang, sumber-sumber air kita-pun telah dikuasai oleh para konglomerat. Tambang-tambang kita dikuasai dan di eksploitasi oleh pihak asing.

Ini semua karena kita lalai dengan petunjuk beliau : “Muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, lahan, air dan energy”.

Jauh sebelum perhatian dunia fokus pada tiga kebutuhan basic yang begitu pentingnya sehingga bisa menjadi pemicu perang yaitu yang disebut FEW singkatan dari Food, Energy and Water – melalui hadis tersebut diatas kita sudah disuruh bersyirkah oleh beliau untuk mengurusi tiga hal ini !, kita lihat dampaknya sekarang ketika kita tidak menggubris petunjuk beliau tersebut; FEW kita (Food Energy and Water) , benar-benar menjadi tinggal few (sedikit) yang tersisa untuk kita saat ini !.

Allahu Akbar 3 x Walillahilhamdu.

Jamaah Sholat Iedhul Adha Yang Dimuliakan Allah,

Lantas Apa yang bisa kita lakukan ?, Insyaallah kita bisa kembali menghadirkan Islam ditengah umat saat ini. Islam bisa hadir menggema bukan hanya pada sholat Iedhul Adha ini, tetapi juga hadir dalam seluruh aspek kehidupan kita. Junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjanjikan bahwa kita tidak akan pernah tersesat selamanya manakala kita berpegang pada dua hal yaitu Al-Qur’an dan Al-hadits. Maka kekuatan umat itu akan kembali bangkit manakala kita bisa benar-benar kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah beliau.

Setidaknya saya menemukan ada tujuh hal yang akan bisa membangkitkan umat ini kejaman kejayaannya – dan ini sumbernya adalah janji Allah, dan siapa yang Maha Menepati janjiNya ?.

1. Iman

Yang pertama dan utama keunggulan umat ini akan kembali adalah bila kita bisa bener-bener menjadi orang yang beriman. Hanya dengan iman inilah kita bisa mencapai derajat yang tertinggi sesuai janjiNya : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” ( QS 3 :139)

Iman bukan hanya tersimpan di dalam hati, tetapi akan termanisfestasikan menjadi sejumlah besar ucapan dan juga perbuatan. Iman pula yang akan menjadi dasar untuk lahirnya karakter unggul berikutnya.

2. Ilmu

Mau tidak mau untuk bisa menjadi umat yang unggul kita harus menguasai segala aspek ilmu pengetahuan. Ini dijanjikanNya melalui ayat : “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 58 :11)

3. Amal Saleh

Banyak sekali masalah yang perlu solusi di umat jaman ini, dan ini hanya bisa dilakukan dengan kerja langsung di lapangan. Tidak cukup dengan wacana, kebijakan, konsep, seminar dan sejenisnya. Harus benar-benar dengan kerja, benar-benar dengan amal saleh sesuai janjiNya : “Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia)” (QS 20:75)

4. Berhijrah

Tidak mudah meninggalkan kebiasaan (buruk) kita, tidak mudah pula meninggalkan lingkungan kerja, pergaulan dlsb. seandainya-pun lingkungan tersebut sudah kita ketahui tidak membawa kita ke jalan kebaikan hidup di dunia apalagi di akhirat. Maka solusi berhijrah adalah jalan yang dengannya umat ini ungggul di masa lalu maupun masa yang akan datang. Hal ini dijanjikan olehNya melalui ayat : “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS 9 :20)

5. Berjihad

Berjihad adalah jalan agar umat ini tetap memiliki kehormatan dan tidak diperdaya oleh umat lainnya. Untuk syariat berjihad ini, yang terbanyak disebutkan adalah dengan harta dahulu baru dengan jiwa. Mulai dari yang ringan yang kita bisa dan lebih memungkinkan untuk melaksanakannya. Bila yang ringan ini bisa dibiasakan , maka yang berat-pun insyaallah akan terasa ringan. Yang berat akan menjadi semakin berat bila yang ringan dan bisa dilaksanakan saja tidak dilaksanakan.

Allah membedakan derajat orang-orang yang berjihad diatas yang lain melalui ayatNya : “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,” (QS 4 :95)

6. Al-Qur’an Pegangan Hidupnya

Manusia di jaman ini sibuk mencari jalan untuk membangun keunggulan di dunia yang semakin kompetitif. Berbagai pendidikan dan pelatihan diikuti, berbagai buku dibaca – tetapi bila satu sumber yang utama tidak dijadikannya sebagai pegangan – maka keunggulan itu tidak akan tercapai. Maka dengan Al-Qur’an-lah umat ini bisa membangun kembali keunggulan sesuai janjiNya : “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah….” (QS 7:176)

7. Sholat Malam

Sholat malam memiliki kedudukan tersendiri bagi umat ini dan bahkan sempat diwajibkan. Sholat malam menjadi bukti pemenuhan yang wajib sehingga yang sunnah-pun dilakukan – karena yang melanggengkan sholat malam pastinya sudah melaksanakan sholat wajib. Sholat malam juga menjadi titik awal pengorbanan untuk mampu meninggalkan kenikmatan duniawi (tidur) untuk meraih kenikmatan yang lebih tinggi – ber munajat kepadaNya. Maka Allah juga menjanjikan derajat yang lebih tinggi bagi yang melanggengkan sholat malam ini.

“Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS 17:79)

Bagaimana kita bisa menjadi umat yang unggul, manakala kita berqurban untuk mengurangi kenikmatan tidur malam kita saja kita tidak mampu untuk melakukannya ?.

Lantas seperti apakah generasi unggulan itu gambarannya ?, yang terbaiknya tentu generasi Rasulullah beserta para sahabat beliau. Tetapi bahkan 800 tahun kemudian generasi unggulan yang dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu bisa dihadirkan kembali dengan sempurna.

Generasi yang dipuji langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits : “Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin pasukan adalah pemimpin pasukannya dan sebaik-baik pasukan-adalah pasukannya” .

Sebaik-baik pemimpin pasukan yang dipuji itu adalah terwujud dalam sosok Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukkan Kontantinopel pada usia 21 tahun 2 bulan (penanggalan masehi ) atau sekitar 22 tahun penanggalan Hijriyah.

Muhammad Al-Fatih yang tidak pernah meningalkan sholat malam sejak dia balig, dia bersama para pasukannya tidak pernah meninggalkan sholat jamaah, dia hafal Al-Qur’an sejak usia belia, dia menguasai 7 bahasa, dia menguasai berbagai ilmu pengetahuan pada jamannya.

Maka dengan kombinasi dari tujuh hal yang saya sebutkan diatas secara sempurna antara Iman, Ilmu, Amal, Hijrah, Jihad, Al-Qur’an dan Sholat Malam, orang seperti Muhammad Al-Fatih mampu memimpin pasukan terbaik, mampu membuat strategi perang yang out of the box, strategi perang yang tidak bisa diduga oleh musuh sebelumnya karena bahkan terpikirkan-pun tidak. Orang seperti Muhammad Al-Fatih mampu berfikir dengan apa yang tidak bisa difikirkan oleh orang lain.

Ketika pasukan Byzantine menaruh konsentrasi pasukan dan benteng-benteng perkasanya menghadap selat Bosporus – yaitu jalur utama serangan musuh-musuh mereka selama berabad-abad, Muhammad Al-Fatih punya strategi lain yang tidak terbayangkan oleh orang-orang sebelumnya. Dia bersama pasukannya, hanya dalam waktu semalam, menarik sekitar 70-an kapal perangnya mendaki bukit Galata dan langsung melautkan kembali kapal-kapal tersebut di Golden Horn – di belakang garis pertahanan Contantinopel.

Bagaimana orang seperti Muhammad Al-fatih dan para pasukannya bisa berfikir bahwa kapal tidak harus berlayar melalui laut, kapal bisa ditarik diatas kayu-kayu yang diberi minyak hewan, untuk mampu menempuh perjalanan mendaki sekitar 16 km – 70 kapal dalam semalam ?, bagaimana pekerjaan besar ini bisa dilaksanakan ?.

Semua jawabannya ada di Al-Qur’an – dari ribuan ayat yang dihafal secara mendarah daging sejak dia belia, dia mampu menghadirkan solusi dan strategi yang langsung di supervisi dan di beri petunjuk oleh Allah, “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” atau “ …dengan pengawasan Kami dan dengan wahyu Kami…”.(QS 11 :37 dan QS 23 :27).

Jadi keunggulan umat yang blue print-nya sudah ada sejak jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berhasil di wujudkan kembali beratus tahun kemudian – ketika umat ini berpegang pada blue print Al-qur’an dan Al-hadits tersebut, sangat mungkin pula kita terapkan untuk membangun keunggulan umat di jaman ini, di seluruh bidang kehidupan kita.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul menjawab, “Kotanya Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel” (HR Ahmad, ad-Darimi dan al-Hakim)

Sebagaimana terbuktinya kebenaran Penaklukan Konstantinopel yang dikabarkan melalui berita nubuwah 8 abad sebelum kejadiannya, penaklukan yang berikutnya yaitu penaklukan Roma yang dikabarkan melalui berita Nubuwah yang sama – juga pasti terjadi, yang tidak pasti adalah apakah kita atau anak cucu kita yang terlibat didalam penaklukan tersebut atau bukan.

Kini 14 abad setelah kabar nubuwah bahwa Roma – yang merepresentasikan dominasi barat - bisa kita taklukkan, 8 abad setelah Konstantinopel benar-benar bisa ditaklukkan umat unggulan dari generasi pendahulu kita, umat itu kini malah terpuruk dalam dominasi barat yang luar biasa – yang melingkupi segala aspek kehidupan kita saat ini.

Maka melalui Khutbah yang singkat ini, saya ingin mengajak diri dan keluarga saya, tetangga-tetangga saya dan Jemaah sholat Iedul Adha semua yang hadir di lapangan ini, mari mulai mulai berfikir jauh kedepan. Bukan hanya berfikir bagaimana kita harus bisa menjadi umat yang unggul, tetapi kita juga harus mampu berfikir diluar yang bisa difikirkan orang lain. Kita harus mampu think the unthinkable.

Tugas berat menanti kita, bukan hanya menghadirkan kembali Islam ditengah umat agar umat benar-benar bisa unggul, tetapi kita juga harus mampu menyiapkan generasi yang akan kembali menghadirkan kejayaan Islam, generasi sekaliber Muhammad Al-Fatih dan para pasukannya yang dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, generasi yang akan menaklukan Roma beserta peradaban, pemikiran, ilmu pengetahuan, ekonomi dan segala kekuatan yang terwakilinya kini.



Ya Allah jadikanlah pasangan kami dan keturunan kami penyenang hati kami, dan jadikanlah kami beserta para keturunan kami kelak pemimpin bagi orang-orang yang beriman. Pemimpin dari umat yang akan engkau unggulkan untuk membesarkan namaMu, membesarkan agamaMu di seluruh dunia tanpa kecuali.

Ya Allah satukanlah hati-hati kami umat muslimin di negeri ini dan juga di negeri-negeri lainnya, agar kami mampu bangkit melawan kedhaliman yang melanda seantero bumi saat ini. Ya Allah berikanlah kami kekuatan untuk mampu menggentarkan musuh-musuhMu dan musuh-musuh kami semua. Ya Allah berikanlah kami rezeki yang halal agar kami tidak mencari yang haram, perkayalah kami dengan karuniaMu agar kami tidak mencari selain dari itu.



Friday, 26 October 2012 08:01 Oleh : owner gerai dinar

Antara Kambing, Dinar dan Inflasi…

Hari seperti ini, satu hari menjelang Iedhul Adha 33 tahun silam harian Suara Merdeka yang terbit di Jawa Tengah menulis : “…Hari Raya Iedhul Adha 1399 H yang akan jatuh tempo hari Rabu esok tanggal 31-10-1979…seekor kambing semula hanya Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu, saat ini sudah mencapai Rp 25 ribu sampai Rp 80 ribu…” (Suara Merdeka, 30 Oktober 1979).

Penasaran dengan data harga kambing qurban 33 tahun silam tersebut, saya langsung mengecek ke data harga Dinar 40 tahun yang pernah saya muat di situs ini dua tahun silam atau tepatnya tanggal 1 November 2010, ternyata harga Dinar rata-rata tahun 1979 tersebut adalah Rp 26,409,-

Artinya harga kambing qurban 33 tahun silam tersebut masih berada di kisaran yang sama dengan harga kambing qurban 1400 tahun silam yaitu di sekitar angka 1 Dinar. Hari-hari ini Dinar berada di sekitar angka Rp 2,260,000,- dan kita tetap bisa membeli seekor kambing qurban kelas pilihan.

Angka-angka tersebut sebenarnya bercerita banyak ke kita, antara lain bahwa uang hakiki yang namanya disebut di Al-Qur’an itu terbukti belum pernah kehilangan daya belinya. Bila orang tidak bisa mempercayai data inflasi – seperti di Amerika sampai muncul Shadow Government Statistics , maka kita cukup memperhatikan harga kambing atau harga Dinar untuk mengetahui inflasi yang sesungguhnya dialami oleh uang kertas kita.

Kami di Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin - Jonggol menetapkan harga kambing qurban kelas istimewa di angka 1 Dinar atau di kisaran Rp 2,260,000 hari ini. Bila dibandingkan dengan harga kambing Qurban terbaik tahun 1979 di rentang angka Rp 25,000,- s/d Rp 80,000 maka harga sekarang dalam Rupiah mengalami kenaikan antara 28 s/d 90 kalinya. Atau inflasi rata-rata harga kambing per tahun selama 33 tahun terakhir di kisaran angka 11 % s/d 15 % dalam Rupiah. Inflasi dalam Dinar 0 % karena Dinar tetap cukup untuk membeli 1 ekor kambing yang baik untuk qurban !.

Dengan menggunakan Rule 72 yang pernah saya tulis di situs ini, maka harga kambing akan naik menjadi dua kalinya dalam rentang waktu antara 4.8 tahun s/d 6.5 tahun.

Apa artinya angka-angka tersebut di atas dalam investasi dan perencanaan keuangan Anda ? Bila hasil investasi Anda selama ini tidak bisa mencapai rentang angka 11 % s/d 15 % ; atau tidak bisa berlipat dua dalam rentang waktu 4.8 tahun sampai 6.5 tahun , maka kemungkinan besar investasi Anda tersebut berada dibawah angka inflasi yang sesungguhnya. Asset Anda menurun nilai riilnya dan bukannya bertambah.

Hari-hari ini dan juga setahun terakhir nilai emas atau Dinar cenderung rendah, tetapi serendah-rendahnya harga emas dia tidak pernah kehilangan daya belinya. Bila daya belinya terhadap kambing terbukti bertahan selama 1,400 tahun lebih ; terbukti pula bertahan dalam statistik modern 33 tahun lebih – maka tidak ada alasan untuk kita meragukan kemampuan emas atau Dinar mempertahankan daya belinya dalam jangka panjang ke depan.

Sebaliknya terhadap uang kertas, bila dalam 33 tahun saja daya belinya tinggal 1/90 s/d 1/28 – apakah kita yakin bahwa uang kertas ini akan bisa mempertahankan daya belinya dalam rentang waktu perencanaan keuangan kita ke depan 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun ketika Anda memasuki usia pensiun atau anak-anak Anda yang kini baru lahir memerlukan biaya kuliahnya ?. Wa Allahu A’lam.

Thursday, 25 October 2012 05:49 Oleh : owner gerai dinar

Think the Unthinkable : Kapal Yang Bisa Mendaki Bukit…

Sejak kemenangan tentara sekutu dalam Perang Dunia II, banyak berkembang strategi bisnis barat yang diinpirasi oleh strategi perang dan intelligence. Jauh sebelumnya juga sudah terjadi para pebisnis timur belajar dari strategi perang China yang terkenal dengan Sun Tzu-nya. Apakah para pebisnis muslim bisa belajar dari para panglima perang di masa kejayaan Islam ? sangat bisa !

Referensi dari strategi perang yang sangat inspiratif itu antara lain dari kemenangan yang legendaris tentara Islam di Constantinople yang kemudian berubah nama menjadi Islambul (Islam penuh), tetapi nama ini kemudian diplesetkan oleh kaum sekularis Turki menjadi Istambul hingga kini.

Ketika Constantinople akhirnya bisa ditaklukan oleh panglima perang terbaik – Muhammad Al-Fatih dengan tentara terbaiknya 29 Mei 1453, itu kabar baiknya sudah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri 8 abad sebelum peristiwa terjadi.

Bahwa Muhammad Al-Fatih dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam 8 abad sebelum kelahirannya – sebagai pemimpin perang terbaik dengan pasukan terbaik yang akan menaklukkan Constantinople, tentu amat sangat banyak yang bisa dipelajari dari Sultan yang di dunia barat disebut sebagai “Mehmet the Conqueror” (Mehmet Sang Penakluk) ini.

Ketika penaklukan itu terjadi dia baru berusia 21 tahun lebih 2 bulan (Kalender Masehi - sekitar 22 tahun Kalender Hijriyah), hafal Al-Qur’an sejak belia, menguasai tujuh bahasa dan berbagai bidang keilmuan yang ada pada jamannya, tidak pernah meninggalkan sholat jamaah sebagaimana dia juga perintahkan ke seluruh prajuritnya – dan bahkan dia sendiri tidak pernah meninggalkan sholat malam sejak dia balig.

Meskipun berbagai cara untuk penaklukan Constantinople dilakukan sejak beberapa generasi sebelumnya tanpa membuahkan hasil, cerita bahwa suatu saat Constantinople akan bisa ditaklukkan ini dahulu diteruskan dari generasi ke generasi pada jamannya.

Hingga sampai suatu saat - dengan ijin Allah - Muhammad Al-Fatih dengan bekal ketaatan dan kekuatan sholat malamnya, dengan bekal pengetahuannya yang sangat luas termasuk science pada jamannya – dia mampu membangun strategy perang yang tidak pernah terbayangkan oleh orang lain sebelum jamannya – maka penaklukkan Constantinople itu bisa benar-benar terealisir.

Penaklukan ini sekaligus menjadi bukti kebenaran Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin pasukan adalah pemimpin pasukannya dan sebaik-baik pasukan-adalah pasukannya” (HR. Ahmad)

Salah satu strategy Muhammad Al-Fatih yang benar-benar out of the box sehingga pihak musuh-pun tidak pernah menduga sebelumnya adalah mendaratkan 70-an kapalnya, menariknya dengan landasan kayu yang diberi minyak binatang, mendaki bukit Galata menempuh perjalanan sejauh kurang lebih 16 km – dan itu hanya dilakukannya dalam waktu semalam !.

Keesokan harinya pasukan Byzantine yang memusatkan perhatiannya ke selat Bosporus dengan benteng-bentengnya yang sangat kokoh menghadang setiap musuh yang datang dari selat tersebut, terkejut bukan kepalang karena armada 70-an kapal pasukan Muhammad Al-Fatih sudah berada di wilayah yang disebut tanduk emas (Golden Horn) mereka dengan titik pertahanan yang relatif lebih lemah (karena sudah dijaga di depan).

Saking tidak terpikirnya oleh mereka apa yang mereka hadapi saat itu, sampai-sampai sebagian pasukan Byzantine mengira hantu-hantulah yang membawa kapal-kapal Al-Fatih sampai bisa masuk ke belakang garis pertahanan mereka yang sangat kokoh. Sejak saat itulah pasukan Constantine terpecah konsentrasinya, menjadi kurang PD dan tembok pertahanan mereka mudah dihancurkan.

Dari mana orang seperti Muhammad Al-Fatih bisa berfikir di luar kebiasaan orang pada jamannya, di luar jangkauan kemajuan science yang tercapai saat itu ? bahwa kapal –kapal perangnya harus bisa mendaki bukit selain juga tentu harus bisa berlayar selayaknya kapal pada umumnya ?.

Itulah yang saya sebut dalam sejumlah tulisan sebelumnya sebagai bentuk aplikasi ayat “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” atau “ …dengan pengawasan Kami dan dengan wahyu Kami…”.(QS 11 :37 dan QS 23 :27). Nabi Nuh bisa membuat kapal yang menyelamatkan penduduk bumi yang taat dan seisinya, meskipun dia bukan seorang insinyur kapal.

Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam bisa membangun bangunan yang hingga kini tidak hentinya dikunjungi manusia dari seluruh penjuru bumi – yaitu Ka’bah, bukan karena dia seorang arsitek. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bisa membangun Negara yang sempurna, meskipun beliau adalah seorang yang umi. Semua itu dimungkinkan karena diawasi langsung olehNya dan diberi petunjukkanya langsung dalam wahyu-wahyu yang disampaikanNya.

Sebesar apapun pekerjaan itu, bila Dia sendiri yang mensupervisi pelaksanaannya dan Dia pula yang memberikan juklak atau petunjuk pelaksanaannya, maka yang nampaknya tidak mungkin menjadi mungkin.

Strategi yang luar biasa yang tidak terbayang oleh musuh, seperti menarik kapal melintasi bukit yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih bersama para pasukannya tersebut di atas tentu juga karena mendapatkan pengawasan langsung dari Allah dan dengan petunjuk melalui Wahyu-wahyuNya “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” – yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang dihafalnya sejak dia masih kecil.

Lantas pelajaran apa yang bisa kita ambil dari penaklukan Constantinople oleh panglima perang terbaik dengan pasukan terbaik tersebut di atas ?

Pertama tidak ada cara lain untuk menjadi unggul bagi umat ini kecuali kita bisa mencontoh bagaimana umat ini dahulu diunggulkan, dari generasi para nabi – hingga generasinya Muhammad Al-Fatih pasca era kenabian.

Kedua kita harus mampu memikirkan strategy yang out of the box untuk menaklukan musuh-musuh kita, strategi yang WOW yang sekaliber ‘menarik kapal mendaki bukit’ –nya Muhammad Al-Fatih.

Ketiga strategy tersebut akan dimungkinkan bila kita bisa membangun atau menyiapkan orang-orang yang yang mendekati kaliber Muhammad Al-Fatih dalam hal keimanannya, penguasaan Al-qur’annya, penguasaan bahasanya, ilmu pengetauannya sampai sholat jamaah dan qiyamul –lail-nya.

Untuk memenangkan persaingan di bidang apapaun - termasuk usaha, kita harus mampu berfikir dengan apa yang tidak terfikirkan oleh siapapun sebelumnya – Think the Unthinkable !, dan itu hanya bisa terjadi bila kita disupervisi dan dituntun langsung oleh petunjuk-petunjukNya “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” . InsyaAllah.

Tuesday, 23 October 2012 13:55 Oleh : owner gerai dinar

Senin, 08 Oktober 2012

“Terus Gue Harus Bilang Wow Gitu ?”

Ungkapan ini mewabah di kalangan anak muda Jakarta untuk menggambarkan situasi seorang yang kalah namun berat untuk mengakui kelebihan pesaingnya. Bayangan saya orang terkaya no 3 dunia Warren Buffett yang dianggap ‘dewa’-nya investasi barat – juga akan bilang “Terus Gue Harus Bilang Wow Gitu ?” seandainya dia membaca tulisan saya tanggal 19/09/2012 , yang mengungkapkan bahwa ternyata sejak 6 tahun terakhir tidak pernah sekalipun investasi yang dikelolanya bisa mengalahkan diam-nya emas.

Bahkan bukan hanya Warren Buffett sebenarnya yang harus dengan berat hati mengakui keunggulan emas ini, tetapi juga seluruh pemain di bursa saham dunia. Perhatikan grafik Dow Jones di bawah sebagai buktinya.



Untuk bursa saham saya ambilkan data 10 tahun terakhir Dow Jones Industrial Average (DJIA), yaitu index yang paling banyak dirujuk di dunia. Sepuluh tahun lalu, DJIA itu berada pada kisaran angka 7,850. Saat ini DJIA itu berada pada kisaran 13,610 atau mengalami peningkatan 73 %.

Sebagai pembanding saya gunakan grafik harga emas yang saya ambilkan dari datanya Kitco – juga merupakan referensi yang paling banyak dirujuk. Kinerja emas pada periode yang sama dapat dilihat pada grafik di bawah.



Sepuluh tahun lalu harga emas berada di kisaran angka US$ 320/Ozt, kini harga emas itu berada pada kisaran angka US$ 1,780/Ozt atau mengalami pertumbuhan lebih dari 450 %.

Dengan perbandingan ini, lagi-lagi saya tidak bermaksud men-discourage Anda yang berinvestasi di bursa saham baik langsung maupun tidak langsung (melalui dana asuransi, unit link , reksa dana dlsb). Kaidah umum dunia investasi adalah jangan menaruh semua telur pada keranjang yang sama. Maka sebagian tetap di saham dan produk-produk turunannya, kemudian mulai sebagian kecil di emas terus bertambah sesuai dengan pemahaman dan pengalaman Anda.

Selain saham dan emas, investasi di sektor riil hendaknya menjadi fokus utama. Bukan hanya sektor riil ini memiliki dampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan juga menggerakkan putaran ekonomi di sekeliling Anda – hasil investasi sektor riil yang dikelola dengan baik umumnya juga lebih unggul, meskipun ada faktor resiko besar dalam proses mengasah keterampilannya.

Sebagai contoh salah satu investasi sektor riil itu saya ambilkan tanah yang ditanami tanaman sengon misalnya. Diluar harga tanah biaya tanam sengon sampai panen ( 5 tahun) berkisar Rp 20,000 – Rp 30,000 per pohon. Setelah lima tahun dipanen harga pohon tersebut berkisar antara Rp 200,000 s/d Rp 300,000/pohon atau memberikan hasil di kisaran 900 % per lima tahun atau 1,800 % untuk 10 tahun. Katakanlah dikenakan faktor resiko 50% sekalipun, maka hasil ini masih akan berada di kisaran 900 % atau masih 12 kali lebih tinggi dari saham-saham di DJIA dan masih di kisaran dua kali lebih tinggi dari apresiasi emas.

Bagaimana dengan faktor biaya tanah ?, Selain hasil dari panenannya, tanah yang produktif akan memiliki nilai jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang terlantar. Jadi tanahnya sendiri juga merupakan investasi yang tidak kalah menariknya bila dia bener-bener diproduktifkan. Belum dampak lain yang tidak ternilai dengan uang seperti mengamankan cadangan air jangka panjang, menunjang ketersediaan udara bersih, lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, dlsb.

Kalau saja Warren Buffett dan orang-orang sebangsanya yang terbiasa berinvestasi di dunia finansial, saham dan sejenisnya itu adalah anak-anak mudah Jakarta – kemudian mereka mau jujur mengakui kinerja emas dan juga kinerja sektor riil seperti contoh sengon tersebut diatas – mungkin mereka akan serentak berucap “Terus Gue Harus Bilang Wow Gitu ?”.

Monday, 08 October 2012 05:07 Oleh : owner gerai dinar