Di situs resminya Food and Agricultural Organization (FAO),
ada dimuat sebuah dokumen yang berjudul “Feeding The World” – memberi
makan bagi dunia. Yang menarik dalam dokumen tersebut terungkap bahwa,
bila produksi makanan di seluruh dunia didistribusikan merata – maka
setiap orang di dunia akan mendapatkan jatah 5,359 kcal/ hari. Padahal kebutuhan calorie rata-rata menurut UK Health Department misalnya
bagi wanita hanya 1,940 kcal/hari dan 2,550 kcal/hari untuk pria. Jadi
produksi makanan di dunia sebenarnya cukup untuk memberi makan lebih
dari dua kali penduduk dunia saat ini !
Web ini berisi kumpulan artikel peluang dan risiko berbagai bisnis atau usaha yang ingin Anda coba.
Selasa, 26 Maret 2013
Golongan Kanan Yang Memberi Makan …
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya,
usaha
Senin, 25 Maret 2013
Mengelola Yang Cukup…
Ketika
Thomas Malthus mengeluarkan teorinya (1798) bahwa populasi dunia tumbuh
secara deret ukur (1,2,4, 8 dst…) sedangkan sumber daya kehidupan
tumbuh secara deret hitung (1,2,3,4 dst…), saat itu penduduk dunia belum
mencapai 1 Milyar. Gara-gara teori tersebut, timbul pemikiran yang
ganjil dari Thomas Malthus ini – bahwa tidak ada gunanya mengentaskan
kemiskinan – karena bila si miskin tambah makmur, dia akan menambah anak
dan problem kekurangan sumber daya kehidupan akan semakin serius.
Pemikiran
Thomas Malthus yang ganjil tersebut kemudian menjadi justifikasi bagi
Karl Marx, Lenin dan teman-temannya – untuk menentang kapitalisme.
Menurut mereka ini justru itu perlunya sumber daya-sumber daya kehidupan
yang terbatas tersebut untuk dibagi sama rata dan sama rasa agar cukup
bagi semua.
Separuh
saja dari teorinya Thomas Malthus yang mendekati kebenaran , yaitu
bahwa penduduk bumi tumbuh secara deret ukur. Dua tahun setelah teori
tersebut penduduk bumi mencapai 1 Milyar pertama (1800), ini adalah
hampir 12,000 tahun sejak peradaban manusia mengenal pertanian menetap.
Sejak saat itu jumlah penduduk bumi melesat dengan cepat seiring dengan
peningkatan kemakmurannya.
130
tahun kemudian penduduk bumi mencapai 2 milyar (1930), 30 tahun
kemudian mencapai 3 milyar (1960), 15 tahun kemudian mencapai 4 milyar
(1975), 12 tahun kemudian mencapai 5 milyar (1987), 12 tahun kemudian mencapai 6 milyar (1999) dan 12 tahun kemudian mencapai 7 milyar (2011). Lihat kelipatan ini, 12,000 tahun untuk
mencapai jumlah 1 milyar dan hanya perlu sekitar 200 tahun kemudian
untuk mencapai 7 Milyar !. Dengan pertumbuhan seperti ini penduduk bumi
akan mencapai 8 Milyar sebelum tahun 2023 !.
Sisi
pertumbuhan populasi bumi secara deret ukur tersebut nampaknya akan
terbukti tetapi sisi sumber daya kehidupan ternyata juga tetap cukup
untuk menopang kehidupan penduduk bumi yang kini sudah lebih dari 7
Milyar dan akan segera mencapai 8 milyar ini. Artinya sisi lain teori
Thomas Malthus bahwa penopang kehidupan yang tumbuh secara deret hitung
terbukti tidak benar, penduduk bumi secara kumulatif ternyata tidak
berkurang kemakmurannya kini dibandingkan dengan ketika teori Malthus
tersebut dikeluarkan lebih dari dua abad lalu - ketika penduduk bumi belum mencapai 1 Milyar pertamanya.
Tetapi
kecukupan penopang kehidupan bukan berarti tanpa masalah. Dengan pola
ekonomi yang dikendalikan kapitalisme sekarang, rata-rata penduduk
negara maju seperti Amerika menyerap sumber daya
kehidupan di bumi 32 kali lebih banyak dari yang diserap rata-rata
penduduk negeri miskin seperti Kenya misalnya . Sumber daya kehidupan
yang disedot mereka ini meliputi pangan, air, energy, mineral, hasil
tambang dlsb.
Jadi
masalahnya jelas, bukan sumber daya kehidupan di bumi yang tumbuh
secara deret hitung sehingga tidak bisa mengejar pertumbuhan populasi
yang tumbuh secara deret ukur – tetapi lebih pada masalah distribusi
sumber daya tersebut yang tidak dilakukan secara adil.
Berbagai
system mulai dari keuangan, perdagangan, standar industri, teknologi
dlsb. diciptakan untuk mengunggulkan segelintir orang atau kelompok
terhadap mayoritas penduduk bumi. Negeri-negeri yang memiliki sumber
daya alam melimpah, tidak jaminan bahwa mereka yang paling makmur dan
paling cepat pertumbuhannya – mereka justru menjadi target penjajahan
jenis baru – penjajahan ekonomi, keuangan, politik dan pemikiran.
Lantas
apakah yang benar Marxism dan Leininism yang membagi sumber daya
kehidupan yang terbatas secara sama rasa dan sama rata ?, tidak juga !
Karena pembagian yang demikian juga tidak mendorong orang untuk
berkinerja optimal meng-eksplorasi kekayaan alam di bumi ini.
Maka
solusinya tinggal umat ini yang seharusnya bisa menghadirkan kemakmuran
di bumi itu. Umat inilah yang dikabarkan oleh hadits Nabi berikut yang
akan memakmurkan bumi sekali lagi sebelum kiamat datang di bumi ini :
" Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi
dia idak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu.
Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan
padang-padang rumput dan sungai-sungai " (HR. Muslim).
Kita
bisa optimis bahwa kemakmuran di bumi masih akan datang sekali lagi –
berapapun jumlah penduduk bumi saat itu, karena selain hadits tersebut
di atas juga adanya janji Allah langsung di sejumlah ayat yang bunyinya
senada :
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (QS 15 :21).
Allah
tidak mungkin menciptakan sesuatu yang tidak seimbang seperti ketidak
seimbangan antara jumlah penduduk bumi dengan sumber daya kehidupannya –
yang diteorikan oleh Thomas Malthus tersebut di atas :
“Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ?” (QS 67 :3)
Bahwa
belum semuanya sumber daya kehidupan tersebut kita temukan dan kita
kuasai saat ini, karena ke-Maha Tahu-an Allah juga – yang tidak
menghendaki kita berlebih-lebihan dalam menggunakannya :
“Dan
jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka
akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
(keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (42:27)
Jadi
sumber daya di bumi itu cukup untuk semuanya, tidak berlebih dan tidak
kurang - tetapi harus terus digali dan dikelola secara adil. Untuk bisa
terus menggali dan mengelola sumber daya yang ada di bumi ini secara
adil itulah kita diciptakan oleh Allah sebagai khalifahNya – yang
memakmurkan bumi ini (QS 11 :61).
Bila
kapitalism itu memperebutkan sesuatu yang dianggapnya sedikit atau
terbatas (scarcity), Marxism membagi yang sedikit itu sama rata sama
rasa dan berharap cukup dengan yang sedikit itu. Kita bukan keduanya,
kita yakin bahwa sumber-sumber kehidupan itu cukup, hanya perlu terus
digali dan dikelola secara adil mengikuti petunjuk-petunjukNya.
InsyaAllah.
- Details
- Kategori : Ekonomi Makro
- Published on Monday, 25 March 2013 06:23
- Oleh : owner gerai dinar
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya,
usaha
Solusi Benang Merah…
Seorang
yang konon genius serba bisa yang dikenal dengan nama Leonardo Da Vinci
– pelukis, penulis, ahli matematika, botani, dlsb – pernah berbagi
bagaimana dia menghasilkan karya-karyanya : “Berdiam diri
memperhatikan pola di alam, debu bekas pembakaran, awan di langit,
kerikil di pantai…bila dilihat secara cermat akan menghasilkan temuan
yang luar biasa…”. Dia lahir ketika Islam masih menguasai Eropa
dari Spanyol (1452), dia besar sampai meninggal di era puncak kejayaan
Kekhalifahan Turki Usmani (1519). Apakah ada hubungannya ?
Belum
tentu ada hubungannya, bisa saja hanya karena kebersamaan waktu. Tetapi
yang jelas memperhatikan apa yang ada di alam dan memikirkannya –
seperti yang dia ungkapkan tersebut – adalah bagian dari ajaran Agama
ini. Bahkan Allah menyebut orang yang berakal (Ulil Albaab) adalah orang
yang tidak berhenti mengingatNya sambil terus memikirkan penciptaan
langit dan bumi ketika dia berdiri, duduk sampai berbaring (tidur)
sekalipun.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”” (QS 3 : 190-191)
Bagaimana
awan bisa menjadi inspirasi sebuah karya ?, bagaimana kerikil atau
pasir di laut menjadi awal sebuah karya ? ini semua tentu tidak berdiri
sendiri – harus dikaitkan dengan sejumlah hal lain yang ada di alam ini
atau masalah yang hendak kita pecahkan.
Dalam
bahasa kita ketika kita merangkai sejumlah hal yang semula secara
visual tidak saling terkait, menjadi sesuatu yang saling terkait satu
sama lain – kita menyebutnya merangkai atau menarik ‘Benang
Merah’. Kemampuan menarik ‘Benang Merah’ inilah yang dimiliki oleh
seorang Leonardo Da Vinci, dan seharusnya kita lebih baik bahkan dari
Leonardo Da Vinci karena kitab kita – petunjuk jalan kita, mengarahkan
kita untuk menjadi orang-orang yang berakal dengan tidak berhenti
mengingatNya sambil terus memikirkan yang di langit dan di bumi.
Karena
orang yang bisa menarik ‘Benang Merah’ (memikirkan) dari
kejadian-kejadian yang di bumi ini (bahkan juga di langit !) adalah
orang-orang yang berakal (cerdas) menurut definisi ayat tersebut di atas
– maka dari sinilah masalah-masalah akan bisa teratasi, produk-produk
baru nan kreatif bisa dihasilkan, kehidupan yang lebih baik di
masyarakat-pun bisa ditumbuhkan.
Saya beri contoh masalah yang masih fresh
di ingatan kita, yaitu masalah kelangkaan kedelai, kemahalan harga
daging, bawang merah-bawang putih dan kemudian cabe. Mengapa masalah
yang sangat mirip satu sama lain ini bergiliran muncul di tengah
masyarakat ? Karena solusi yang diterapkan pada setiap masalah tersebut
muncul adalah solusi kasuistis – solusi yang hanya mengatasi gejala
tetapi bukan mengatasi penyebab. Ibarat obat, hanya menghilangkan rasa
sakit sesaat tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya sendiri.
Untuk bisa menyembuhkan penyakit yang sesungguhnya harus ditelusuri sampai beyond the symptoms
– lebih dari sekedar melihat gejalanya, tetapi melihat masalah sampai
ke akar-akarnya. Disitulah dibutuhkan kemampuan untuk menarik ‘Benang
Merah’ dari rangkaian kejadian-kejadian atau masalah-masalah tersebut di
atas.
Lantas
apa ‘Benang Merah’ antara masalah kedelai – daging – bawang dan cabe ?,
karena ‘Benang Merah’ ini adalah sesuatu yang imaginer – bukan sesuatu
yang riil – maka masing-masing orang akan memiliki ‘Benang Merah’-nya
sendiri sesuai dengan keilmuan, latar belakang lingkungan, pengalaman
dlsb.
Karena
variasi ‘Benang Merah’ ini, maka solusi dari setiap masalah juga lebih
dari satu. Dari sekian banyak solusi tersebut tentu ada yang efektif dan
ada yang kurang atau tidak efektif, tetapi solusi tersebut pasti ada !
Lho kok berani memastikan solusi tersebut pasti ada ?
Diperlukan
‘Benang Merah’ lain lagi untuk memahami bahwa solusi itu pasti ada,
‘Benang Merah’ yang ini adalah ‘Benang Merah’ petunjuk. Coba sekarang
kita menarik ‘Benang Merah’ imaginer antara hadits ini : “Aku
telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(HR. Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi) dengan ayat :
“…Maka
jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123 - 124). Juga dengan ayat :
“…
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya… Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS Ath Thalaaq: 2-4)
Jadi
apa ‘Benang Merah’ yang bisa kita rangkai dari hadits dan ayat-ayat
tersebut di atas ? Bila ditarik dari salah satu ujungnya – yaitu masalah
yang kita hadapi seperti kedelai, daging, bawang dan cabe tersebut
misalnya. Maka rangkain ‘Benang Merah’ solusi itu akan sebagai berikut :
Masalah
ini pasti bisa dengan mudah diselesaikan oleh orang yang bertakwa –
untuk mencapai derajat takwa tentu orang harus beriman dahulu – orang
yang beriman meyakini kebenaran isi Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang
shahih – Meyakini Al-Qur’an adalah jawaban atas segala hal (QS 16 : 89) –
Meyakini tanpa ragu (QS 49 : 15) – Menyelesaikan masalah dengan terus
mengingat (petunjuk) Allah – menyelesaikan masalah dengan tidak berhenti
memikirkan apa yang ada di langit dan yang ada di bumi – yang menjadi
tugas kita untuk memakmurkannya (bumi) (Qs 11 :61).
Atau bila diringkas/diperpendek ‘Benang
Merah’ itu adalah kita menghadapi segala masalah seperti sekarang ini
(kedelai, daging, bawang dan cabe misalnya) – karena kita tidak
melaksanakan tugas yang diberikanNya untuk kita yaitu memakmurkan bumi.
Maka bila tugas itu kita laksanakan dengan mengikuti segala petunjukNya –
segala masalah itu insyaAllah akan teratasi.
Solusi masalah-masalah kita bukan ada di Australia, New Zealand, Laos, Myanmar atau negara-negara lain.
Solusi itu ada di depan mata kita, ada di sekitar kita, hanya
diperlukan kemampuan kita untuk menarik ‘Benang Merah’ antara berbagai
hal yang selama ini mungkin masih kita abaikan. ‘Benang Merah’ yang sama
insyaAllah juga bisa kita gunakan untuk mengatasi problem-problem
pribadi kita dan menggali peluang usaha yang bisa dilahirkan dari
jawaban atas masalah-masalah di sekitar kita. InsyaAllah.
- Details
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Sunday, 24 March 2013 08:18
- Oleh : Owner Gerai Dinar
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya
Proses Bukan Hasil…
Seorang
anak laki-laki bermain di tepi pantai, di terik matahari berjam-jam dia
membuat istana pasir yang indah. Setelah selesai dia menikmati sejenak
karyanya, kemudian melihat di kejauhan datanglah ombak besar. Blaaas,
ombak menyapu habis hasil jerih payahnya. Anak laki-laki ini bersorak
gembira ketika hasil karyanya disapu habis oleh ombak. Kok dia bisa
gembira ? Karena dia tahu ombak pasti datang , dia tahu bahwa dia hanya
bermain sesaat !
Yang
dilakukan oleh para orang tua seperti kita-kita sebenarnya tidak jauh
beda dengan yang dilakukan oleh anak laki-laki kecil tersebut. Kita
membangun istana pasir dengan pekerjaan kita, karir kita, usaha kita
dlsb. Yang membedakan dengan si anak laki kecil tadi adalah kita
mengabaikan kenyataan bahwa ombak pasti datang !
Ketika
mengejar karir, kita mengira bahwa karir itulah tujuan kita sehingga
kita mengira kebahagiaan akan datang pada saat cita-cita tercapai.
Ketika kita membangun usaha kita mengira bahwa usaha itulah tujuan kita,
sehingga kita kira akan bahagia ketika usaha berhasil sukses.
Karena
karir atau usaha adalah tujuan, maka ketika tujuan itu tidak tercapai –
kekecewaan dan frustasi yang datang. Ketika ombak datang berupa pensiun
atau gagalnya usaha seolah akhir dari segalanya.
Lantas
bagaimana kita bisa menikmati seperti anak kecil tadi ? bisa tetap
gembira ketika ombak datang ? salah satunya adalah menikmati proses
membuat ‘istana pasir’ tersebut. Berkotor-kotor berkubang pasir basah di
terik matahari, itulah proses menikmati pembangunan ‘istana pasir’ itu.
Karena
kita tahu bahwa suatu saat keindahan ‘istana pasir’ itu akan
meninggalkan kita atau kita meninggalkannya, maka ketika hal itu
bener-bener terjadi kita tetap bisa bersorak gembira seperti yang
dilakukan oleh anak kecil tersebut di atas.
Menikmati
proses itu sejalan dengan takdirNya, bahwa domain kita adalah bekerja
dan berusaha – domain Allah menentukan hasil. Karena hasil diluar
kemampuan kita untuk menentukannya, maka tidak pantas kita berlebihan
menikmatinya ketika hasil tercapai. Sebaliknya juga tidak pantas
bersedih berlebihan ketika gagal.
“Supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan
diri” (QS 57 : 23)
Lantas
bagaimana kita bisa menikmati proses ini ? bekerja atau berusahalah
sebaik mungkin dimanapun tempat Anda sekarang berada. Optimalkan waktu
kini yang menjadi milik Anda satu-satunya, karena waktu besuk belum tentu milik Anda sedangkan waktu kemarin sudah bukan lagi milik Anda.
Waktu adalah very perishable asset
– yaitu aset yang mudah sekali rusak. Kita hanya memilikinya untuk saat
ini, maka saat inilah waktunya untuk bekerja dan berusaha se-optimal
mungkin.
Besuk
atau lusa ombak bisa datang, tetapi karena saat ini kita sudah bekerja
optimal – kita sudah berkarya, sudah menciptakan kerja, sudah memberi
makan – maka insyaAllah ketika ombak itu bener-bener datang – kita tetap
bisa bergembira menyambutnya.
Bila
waktu ini sudah kita optimalkan, cita-cita tercapai sekalipun – karir
bisa menjulang tinggi, usaha bisa tumbuh menggurita – saat itu-pun bukan
waktu yang tepat untuk bisa menikmatinya. Tidak ada waktu yang tepat untuk kita bisa leyeh-leyeh menikmati hasil. Selalu akan ada tugas besar berikutnya yang menanti !
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah
hendaknya kamu berharap.” (QS 94 :7-8)
Istana
pasir demi istana pasir kita bangun, ombak demi ombak datang
menghancurkannya – insyaallah kita bisa tetap gembira. Karena kita tahu
dunia ini hanya permainan, hanya kepadaNyalah kita berharap dan kembali
!.
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu
yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu.” (QS 57 :20)
- Details
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Friday, 22 March 2013 08:26
- Oleh : Owner Gerai Dinar
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya
Minggu, 24 Maret 2013
Bertani Di Abad Wiki…
Salah
satu cara untuk membangkitkan optimism itu adalah bila kita bisa
mengubah suatu kelemahan menjadi kekuatan. Di bidang pertanian misalnya,
negeri agraris yang ijo royo-royo ini masih sering dihantui
dengan sejumlah kelemahan, misalnya pada ukuran kepemilikan lahan yang
terlalu kecil untuk dikelola secara ekonomis, posisi tawar petani yang
lemah, serbuan produk pertanian impor dlsb. Tetapi semua kelemahan ini
sangat mungkin bisa diubah menjadi kekuatan, bila kita bisa merubah
paradigma bertani kita.
Di
abad yang orang menyebutnya abad Wiki ini – diambilkan dari fenomena
Wikipedia yang secara drastis merubah paradigma penyebaran ilmu
pengetahuan, pemain yang kuat tidak harus yang besar. Pemain yang kuat
adalah yang bisa menjadi integrator dari sejumlah pemain kecil yang
fokus di bidangnya.
Di
bidang komputasi misalnya, untuk mengelola informasi yang sangat besar
tidak lagi dibutuhkan super computer yang biaya pengadaan dan
pemeliharaannya selangit. Cukup dijalin jaringan kapasitas dari sejumlah
computer kecil-kecil yang kemudian disebut cloud computing.
Prinsip
kerja Wiki yang kemudian antara lain melahirkan konsep ekonomi
Wikinomics adalah keterbukaaan (openness), kemitraan yang setara
(peering), berbagi ( sharing) dan integrasi global. Prinsip dasar ini
menjadi lebih memungkinkan untuk diaplikasikan pada seluruh bidang
kehidupan di abad ini dengan teknologi informasi yang semakin canggih,
murah dan menjangkau 70% penduduk bumi.
Lantas
bagaimana kita menggunakan prinsip kerja Wiki tersebut untuk
mengunggulkan sektor pertanian kita yang masih dihantui oleh sejumlah
kelemahan tersebut ?. Kuncinya ada di kata yang selama ini sudah
familiar sekali dalam kehidupan kita, tetapi belum kita gunakan untuk
membangun kekuatan ekonomi – yaitu kata Jama’ah atau bila menjadi kata
sifat Jama’i.
Dengan
setara (peering) berbagi (sharing) secara terbuka (openness), kita bisa
mengintegrasikan kekuatan global – yaitu kekuatan jama’ah manusia yang
sangat banyak, untuk membangun kekuatan positif yang dalam hal ini
membangun kekuatan pertanian.
Aplikasinya dilapangan akan melibatkan dua hal yang saya sebut sebagai Kecerdasan Jama’i dan Kapasitas Jama’i.
Bayangkan
apa yang dialami oleh para petani saat ini. Mereka berjuang sendirian
untuk sekedar tahu sebaiknya ditanami apa lahannya yang sangat terbatas.
Karena dia sendirian mencarinya, maka dia akan cenderung meniru saja
tetangganya menanam apa.
Masalah
timbul selalu ketika panen tiba, sejumlah besar petani memanen produk
yang sama dengan kapasitas pasar yang terbatas di sekitarnya. Maka dari
sinilah sering kita dengar/baca cerita tragis petani yang memilih tidak
memanen sayurnya, membuang susu di jalanan dlsb – karena ketiadaan pasar
yang feasible untuk produk panenan mereka.
Dengan Kecerdasan Jama’i, ilmu yang ada dari masing-masing pelaku (bisa petani, akademisi, peneliti dlsb) di-share dan
dibuat mudah diakses oleh siapapun. Dengan bahasa dan aplikasi yang
sederhana misalnya, seorang petani bisa tahu apa yang terbaik ditanam di
lokasi tanahnya – dengan mempertimbangkan aspek agroklimat (suhu, curah
hujan, ketinggian, kelembaban dlsb) dan ketersediaan pasar atau
kebutuhan di masyarakat.
Masih
sulit dipahami ?, saya beri contoh sederhananya begini : Bila Anda
memiliki lahan beberapa puluh meter saja di halaman rumah Anda saat ini,
lahan tersebut insyaAllah dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi bisa
Anda tanami dengan tanaman pangan – yang cukup untuk makan Anda
sekeluarga sampai musim panen berikutnya !.
Apa
mungkin itu ?, insyaAllah mungkin bila Anda memiliki akses pengetahuan
tentang apa jenis tanaman tersebut, dan bagaimana memeliharanya sehingga
memberikan hasil optimal dlsb. Dari mana Anda akan tahu seluk beluk
tanaman ini ?, itulah yang akan dijawab oleh apa yang saya sebut
Kecerdasan Jama’i itu.
Saya
sendiri juga belum tahu, tetapi saya ada ide – maka ketika ide tersebut
disambut dan dilengkapi para ahli di bidangnya masing-masing, dari
situlah akan terkumpul segala macam ilmu, keterampilan dan pengalaman.
Sehingga jalan untuk swasembada pangan dengan sejengkal lahan di halaman
rumah itu menjadi dimungkinkan.
Setelah jenis tanaman dan tata cara pengelolaannya yang paling efektif diketahui semua orang, lantas apakah tidak terjadi over supply di pasar sehingga harga akan jatuh pada musim panennya ?
Untuk
inilah istilah kedua mulai berperan yaitu Kapasitas Jama’i. Bila
juta’an orang negeri ini menanm tanaman tersebut, kemudian panen bareng
sehigga panenan melimpah – maka ini akan menjadi nice problem to have – problem yang menyenangkan untuk dihadapi !. Artinya saat itu kita akan over supply dalam bidang makanan.
Dengan Kapasitas Jama’i, kita agregasikan over supply tersebut dan
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bagian lain dari bumi ini yang
karena kondisi lahannya tidak sesubur negeri ini – mereka terpaksa
kekurangan pangan.
Kita
yang diberi rezeki bumi yang subur, air tersedia nyaris sepanjang
tahun, cuaca yang bersahabat dengan segala jenis tanaman – mestinya kita
bisa berkontribusi positif dalam menyelesaikan masalah-masalah
kekurangan pangan dunia. Mestinya kita adalah bagian dari solusi dan
bukan sebaliknya bagian dari masalah !
Ilusikah ini ?, insyaAllah tidak !. Karena kita beriman kepada kabar nubuwah yang sampai ke kita : “ Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi
dia idak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu.
Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan
padang-padang rumput dan sungai-sungai” (HR. Muslim).
Meyakini
kebenaran hadits tersebut adalah bagian dari keimanan kita, tinggal
masalahnya adalah apakah kita memilih terlibat dalam mewujudkan
kemakmuran tersebut atau tidak. Bila kita memilih untuk terlibat, maka
waktunya kini untuk memulai berbuat.
Dalam rangka memulai rintisan untuk berbuat tersebutlah maka di situs ini belum lama ini kami kompetisikan untuk pengembangan system Wikitani berbasis teknologi mobile,
supaya nantinya para petani-pun bisa mengakses Kecerdasan Jama’i
tersebut di atas secara mudah. Para petani ini mungkin belum paham
menggunakan komputer untuk mengakses web, tetapi kalau sekedar
menggunakan handphone yang semakin canggih - insyaAllah semuanya akan
bisa.
Paralel
dengan itu, ada sejumlah riset yang sedang kami lakukan untuk menemukan
jenis tanaman yang bisa memberi makan pada dunia dan mencegah kelaparan
di tingkat global. Selain riset dari kabar-kabar Ilahiah (Al-Qur’an)
dan nubuwah (hadits), secara ilmiah di lapangan juga sudah mulai kita
tes pembenihannya. Pada waktunya nanti akan kita umumkan supaya menjadi
bagian dari Kecerdasan Jama’i yang terus menerus disempurnakan oleh
orang yang lebih tahu - sampai kebenaran hadits tersebut terbukti.
InsyaAllah.
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Thursday, 21 March 2013 07:31
- Oleh : Owner gerai dinar
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya
Sang Pemimpin…
Suatu
saat ada pohon besar rubuh menghalangi jalan, seorang komandan
mengerahkan prajuritnya untuk menyingkirkan pohon tersebut. Sekuat
tenaga prajurit tersebut berusaha mengangkat, pohon tersebut tetap tidak
bergerak. Seorang penunggang kuda yang hendak lewat bertanya kepada
sang komandan : “ mengapa kamu tidak ikut mengangkatnya ?” jawab komandan : “itu tugas mereka, bukan tugasku !”.
Lantas
si penunggang kuda turun, berusaha sekuat tenaga membantu para prajurit
mengangkat pohon yang menghalangi jalan. Pohon besar tersebut berhasil
disingkirkan. Si penunggang kuda ini kemudian berkata kepada sang
komandan : “Lain kali kalau ada beban berat untuk diangkat, panggil Sang Panglima !”.
Sang panglima ini bila di Amerika disebutnya Commander in Chief
– yaitu presiden Amerika sendiri, dan sang penunggang kuda tersebut
ternyata adalah George Washington – president AS pertama – yaitu Commander in Chief tentara Continental pada perang revolusi AS.
Contoh yang lebih baik dari ini dan pasti benarnya ada di kisah Zulkarnain, ketika rakyatnya terancam oleh Ya’juz dan Majuz : “Zulkarnain
berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya
adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan
alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah
aku potongan-potongan besi" Hingga apabila besi itu telah sama rata
dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: Tiuplah (api
itu)". Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia
pun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke
atas besi panas itu"”. (QS 18 : 95-96)
Lihat
pemimpin besar sekaliber Zulkarnin yang menjadi penguasa negeri dari
tempat terbitnya matahari sampai tempat terbenamnya, ketika ada masalah
besar yang dihadapi rakyatnya – dia tidak hanya turunkan instruksi ini –
intruski itu, tidak hanya menyalahkan dan mengeluhkan ini dan itu. Dia
turun langsung menyelesaikan masalah itu bersama rakyatnya.
Negeri
besar ini punya segudang masalah – itu wajar saja, karena banyaknya
rakyat, luasnya wilayah, keberagaman sukunya dlsb. Ketika satu masalah
berhasil diatasi sekalipun, sangat besar peluang munculnya
masalah-masalah baru.
Jadi
kemajuan dan kemakmuran suatu negeri bukan diukur oleh ada atau
tidaknya segudang masalah. Tetapi tergantung pada bagaimana masalah
tersebut disikapi dan diatasi. Pemimpin negeri punya peran utama dan
tanggung jawab untuk memimpin langsung – bersama rakyat – mengatasi segala persoalan yang ada.
Sekitar
setahun dari sekarang, kita akan punya kesempatan untuk memilih
pemimpin negeri ini baik yang di eksekutif maupun yang legislatif.
Gunakan kesempatan ini untuk memilih yang terbaik yang bisa me-lead langsung rakyat dalam mengatasi berbagai persoalannya.
Meskipun
pemimpin itu jauh dari kesempurnaan, meskipun proses pemilihannya juga
tidak sesuai dengan keyakinan kita sekalipun – tetap diperlukan pemimpin
di masyarakat. Seburuk-buruk pemimpin, tetap lebih baik dari ketiadaan
pemimpin.
Bisa
kita bayangkan bila karena kita menunggu lahirnya pemimpin yang ideal,
yang dipilih melalui proses yang ideal dan sesuai keyakinan kita –
lantas kita putuskan sekarang tidak usah dahulu ikut memilihnya – apa
yang akan terjadi ? setidaknya dua kemungkinan yang terjadi.
Pertama
pemimpin itu akan dipilih dan ditentukan justru oleh orang-orang lain
yang bisa jadi punya agenda yang bertentangan dengan kepentingan kita
semua. Kedua adalah the worst case scenario, negeri chaos tanpa pemimpin !.
Bila
negeri tanpa pemimpin, lantas siapa yang akan menangkap dan menghukum
pencuri, pemerkosa dan pelaku kejahatan lainnya ?, siapa yang akan
bekerja keras mengatur lalu lintas, mencegah banjir, mencegah pencurian
kekayaan alam dlsb ?.
Seandainya
toh belum memungkinkan kita memiliki pemimpin yang ideal, bukan berarti
tidak memiliki pemimpin sama sekali akan lebih baik. Maka ayo kita
pilih para pemimpin kita – mungkin masih lengkap dengan segala
kelemahannya, karena bila tidak maka orang lainlah yang akan memilih
pemimpin untuk kita – dan saat itu mau nggak mau kita harus terima.
Sebagian
orang mungkin beranggapan – biarlah mereka memilih pemimpinnya, bukan
pemimpin kita yang mereka pilih kok. Lantas bagaimana kalau mereka
memilih walikota kita, memilih gubernur kita, sampai presiden kita ?.
Realitasnya kan masih mereka-mereka inilah yang mengendalikan negeri ini
?
Dari
urusan KTP, ketertiban umum, pengatasan bencana, pengendalian peraturan
perdagangan, pertanian, ketenaga kerjaan, industry dlsb. semua ada di
tanangan-tangan mereka ini – bisa dibayangkan bila orang lain yang
memiliki agenda sendiri yang memilih mereka, bukan kita !
Bayangkan
pula bila di negeri ini nantinya dihadirkan pemimpin yang menekan dan
mengancam rakyatnya sendiri, menghalangi rakyat dari mengamalkan syariat
agamanya, menjual segala kekayaan alam yang ada, tidak peduli dengan
segala penderitaan rakyat dlsb. dlsb – apakah ini bukan salah kita juga
bila pemimpin seperti ini terpilih karena kita memilih untuk tidak
menggunakan hak kita ketika ada kesempatan untuk memilih yang lebih baik
?
Maka
inilah kampanye saya jauh hari sebelum pemilu legislatif dan eksekutif
2014 nanti. Ini karena keprihatinan saya atas rendahnya kwalitas para
pemimpin yang ada di Legislatif maupun Eksekutif saat ini – sebagaimana
kita baca riuh rendahnya sehari-hari di media masa.
Bukan
salah siapa-siapa, tetapi bisa jadi salah kita semua karena kita tidak
memilih yang terbaik pada tahun 2009 lalu atau bahkan kita tidak memilih
sama sekali !. Meskipun saya ikut mengkampanyekan gerakan untuk memilih
ini, saya tidak akan menyebut nama atau partai – dan saya tidak akan
mencalonkan diri untuk posisi apapun.
Saya
hanya ingin mengajak agar kita bisa mewarnai para pemimpin yang kita
pilih, bukan warna orang lain diluar sana yang sudah sangat siap dengan
berbagai agendanya sendiri. Agar kita tetap punya pemimpin – yang bisa
menyingkirkan ‘pohon rubuh yang menghalangi jalan’ kita, dan pemimpin
yang bisa 'membuat benteng antara kita dengan Ya'juz dan Makjuz' !
Perjalanan
tiga orang saja butuh amir perjalanan, apalagi perjalanan bangsa dengan
250 juta orang ini – pasti butuh pemimpin, meskipun jauh dari
kesempurnaan, meskipun hanya yang terbaik dari yang terburuk sekalipun !
Bisa dibayangkan sebaliknya bila 250 juta orang ini dibiarkan tanpa
pemimpin, Wa Allahu A’lam.
- Kategori : Umum
- Published on Wednesday, 20 March 2013 08:12
- Oleh : Owner Gerai Dinar
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya
Senin, 18 Maret 2013
Bekerja Apa Kita Nanti…?
Setelah tulisan saya sebelumnya dengan judul “Makan Apa Kita Nanti ?”,
ada yang menggelitik saya untuk menulis lanjutannya yang tidak kalah
pentingnya yaitu tulisan yang berjudul “Bekerja Apa Kita Nanti ?” ini.
Secara umum makanan kita sangat erat hubungannya dengan pekerjaan kita.
Karena orang harus bekerja untuk bisa makan, maka dalam suatu ecosystem
perekonomian – harus ada pekerjaan cukup agar masyarakatnya juga bisa
makan cukup. Solusi kecukupan pangan tidak bisa lepas dari solusi
kecukupan lapangan kerja.
Saya
agak miris ketika Komite Ekonomi Nasional(KEN) kita baru-baru ini
mengusulkan bahwa untuk mengatasi pangan kita kedepan, kita harus
mencari lahan diluar Indonesia katanya - lihat berita lengkapnya di Detik Finance (13/03/2013).
Silahkan para ekonom yang ahli memperdebatkannya, tetapi menurut saya
solusi yang konon di berita tersebut sudah sampai ke Presiden R.I. ini –
bisa berdampak luar biasa pada kehilangan lapangan kerja di Indonesia.
Saat
ini ada sekitar 42 juta orang Indonesia bekerja di sektor pertanian
dalam arti luas – termasuk peternakan dlsb. Jumlah ini mewakili sekitar
36 % dari angkatan kerja produktif di negeri ini. Lantas apa jadinya
bila rencana KEN tersebut jadi dilaksanakan , Indonesia akan bertanam
padi di Laos dan Myanmar, akan beternak sapi di Australia dan New
Zealand. Logika mereka adalah karena lahan kita tidak mencukupi, maka
menggunakan lahan orang lain tersebut yang paling masuk akal mereka.
Satu
masalah mungkin teratasi yaitu produksi beras dan daging, tetapi yang
harus dipikirkan adalah apakah rakyat bisa membeli beras dan daging yang
diproduksi di luar negeri tersebut ?. Oh gampang solusinya, masih di
berita tersebut – produksi beras dan daging tersebut meskipun secara
fisik diproduksi di luar negeri – dianggap produksi dalam negeri , tidak
dianggap produk impor – mungkin maksudnya agar bebas pajak impor dlsb. ?
Saya
tidak tahu, mungkin saya yang bodoh sehingga sulit memahami logika
mereka ini. Kita invest di negeri orang – yang dipakai adalah uang kita,
bisa dari pajak kita atau uang tabungan masyarakat kita di bank-bank,
untuk memakmurkan negeri orang, memberi lapangan kerja di negeri orang,
kemudian produknya kita anggap sebagai produk kita, bebas masuk di
negeri kita (tanpa pajak impor ?), produknya akan bersaing head to head dengan semua jerih payah petani di negeri sendiri ?
Siapa
yang diuntungkan oleh konsep ini ?, tentu para konglomerat yang bisa
menanam padi di Laos dan Myanmar, bisa beternak sapi di Australia dan
New Zealand kemudian bebas memasukkan produknya ke Indonesia hanya
karena dilabeli produk dalam negeri. Sedangkan mayoritas rakyat negeri
ini tentu tidak sampai pikirannya untuk bisa bertani dan beternak di
luar negeri tersebut - membayangkannya-pun mungkin tidak !
Ini blunder ekonomi sejenis yang pernah dilakukan Orde Baru dengan program Mobnas-nya. Produk yang diimpor bulat-bulat dari negeri asing, ujug-ujug menjadi produk lokal hanya karena disulap mereknya menjadi merek local.
Kita
memang krisis produksi kedelai, daging sapi dan kini bawang
putih-bawang merah. Tetapi lantas tidak berarti krisis ini diatasi
dengan sepihak hanya pada krisisnya itu sendiri, tanpa berfikir luas
tentang kesejahteraan secara keseluruhan rakyat negeri ini – khususnya
dalam kontinyuitas ketersediaan lapangan kerja.
Negeri
ini juga bukan negeri tanpa harapan sehingga kita harus mencari yang
dimiliki oleh orang lain. Tidak usah jauh-jauh, kita bisa belajar dari
sukses kita sendiri. Pengamalan kelapa sawit misalnya bisa menjadi
rujukan.
Sawit
yang awalnya bukan tanaman asli Indonesia, awalnya didatangkan oleh
Belanda dari Afrika Barat hanya empat benih. Kini Indonesia merupakan
produsen sawit terbesar dunia dengan produksi lebih dari 20 juta ton.
Karena tingkat pertumbuhan produksinya yang mencapai rata-rata 12% per
tahun selama 40 tahun terakhir, jauh melebihi rata-rata pertumbuhan
penduduk yang hanya 1.8% per tahun pada rentang waktu yang sama – maka
Indonesia juga memiliki ekses produksi yang bisa diekspor ke berbagai
negara lain yang jumlahnya semakin besar.
Terlepas
dari pro kontra tentang sawit ini, bahwa yang mendapat manfaat maksimal
juga masih para konglomerat – tetapi ada hal yang layak menjadi
pembelajaran bangsa ini. Bahwa ada sumber daya yang cukup, yang bisa
lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan juga untuk
kepentingan ekspor. Tinggal menggunakan contoh yang sama dengan
diperbaiki jenis komoditinya dan struktur kepemilikan usahanya.
Solusi
apapun menurut saya intinya kita harus berfikir meng-optimalkan potensi
dalam negeri ini, sambil terus mensejahterakan rakyat negeri ini dengan
lapangan kerja yang cukup. Bila lapangan kerja cukup, penghasilan cukup
– maka insyaallah makanan juga akan terjangkau.
Sebaliknya
bila makanan itu dihadirkan dengan memakmurkan negeri lain, menyaingi
lapangan kerja sejenis di dalam negeri – apa yang terjadi ?. Ketika
beras-beras Laos dan Myanmar tersebut datang, ketika daging-daging sapi
Australia dan New Zealand datang – rakyat kita sudah klepek-klepek karena kehilangan pekerjaannya bahkan jauh sebelum kedatangan beras dan sapi asing bermerek lokal tersebut.
Rakyat
kita insyaAllah sudah cerdas, maka program Mobnas-pun kandas. Apakan
pemerintah beserta para penasihatnya di KEN akan mengulangi kesalahan
yang sama ? semoga saja tidak, agar kita semua tetap bisa bekerja dan
mampu membeli makanan kita ! InsyaAllah.
- Details
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Monday, 18 March 2013 00:03
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya
Makan Apa Kita Nanti…?
Awalnya
kita makan nasi dengan tahu dan tempe, ketika harga kedelai melonjak
sebagian kita melirik daging. Tetapi yang baru dilirik inipun melonjak
hingga tidak terkejar, maka mayoritas kita back to basic – apa
saja dengan keahlian orang Nusantara membuat bumbu-bumbuan – makanan
tersebut menjadi enak. Sayangnya bahan utama yang membuat enak seluruh
masakan ini – yaitu bawang merah dan bawang putih – ikut-ikutan melonjak
pula, betapa repot urusan makanan ini.
Kerepotan
itu tercermin dari salah satu berita di halaman utama harian Kompas
(15/03/13) yang memuat kegusaran Presiden R.I. atas tiga kementerian
yang dianggapnya tidak serius mengatasi masalah-masalah pangan ini. Beliau-pun langsung menurunkan perintahnya, antara lain : “…segera atasi masalah itu, duduk bersama, bicara dengan daerah, gubernur, bupati, walikota, dan …”.
Saya
tentu setuju dengan instruksi presiden tersebut bahwa masalah ini harus
segera diatasi dengan duduk bareng, bicara dengan para kepala daerah
dlsb. Hanya masalahnya menurut saya ini belum cukup, Mengapa ? saya
tidak yakin para kepala daerah bisa banyak berbuat untuk mengatasi
problem-problem pangan tersebut.
Pertama mereka sudah disibukkan oleh urusan-urusan daerahnya masing-masing, kedua mereka tidak terlibat langsung dalam kendali supply and demand – dua hal utama yang menentukan harga barang beserta ketersediaannya.
Ini
seperti ketika Jokowi belum lama ini menyuratai kepala-kepala daerah
sentra sapi untuk minta di-supply 1000 ekor sapi ke Jakarta. Kemudian
dia mengeluh di media, kok tidak pada menjawab katanya. Yang salah bukan
kepala daerah yang tidak menjawab, tetapi nampaknya Jokowi salah alamat
– lagi-lagi kepala daerah tidak terlibat dalam kendali supply sapi !
Lantas
siapa yang paling tepat untuk diajak bicara dalam berbagai krisis
tersebut sebenarnya ? Yang paling tepat diajak bicara ya pasar itu
sendiri. Pasarlah yang bisa mempertemukan supply and demand, kemudian dari sini akan terbentuk harga, transaksi riil dst.
Pertanyaannya
adalah siapa yang mewakili pasar ini yang layak diajak bicara untuk
mengatasi masalah ?, secara harfiah bisa saja dikumpulkan para pemain
inti yang mewakili produsen, distributor, pedagang, konsumen dst.
Namun
di jaman teknologi informasi ini, ‘bicara’ juga tidak harus secara
harfiah melalui tatap muka terus saling omong – karena omongan bisa
berbohong, bisa asal membuat bapak senang (ABS) dlsb. Yang lebih akurat
itu adalah biarlah fakta dan data yang berbicara ! Itulah sebabnya
mengapa di akhirat nanti bukan mulut kita yang bicara tetapi tangan dan
kaki kita yang bicara (QS 36 : 65) – karena tangan dan kaki mengungkap
fakta dan data, dia tidak bisa berbohong.
Maka
menurut saya di setiap krisis seperti ini, presiden tidak cukup hanya
mendengarkan laporan para menterinya. Presiden mesti bisa melihat fakta
dan datanya secara langsung, bisa men-drill-down data sampai ke sentra-sentra produksi dan sentra-sentra konsumsi.
Bukan
hanya itu, bahkan presiden mestinya bisa mengecek langsung misalnya
berapa bawang putih-bawang merah tersedia di gudang-gudang, yang akan
dipanen, yang sedang dalam perjalanan di laut dst.
Dengan teknologi informasi yang ada kini, hal-hal tersebut menjadi mudah – semudah kita follow twitter
teman-teman atau seleberitis yang kita ingin terus ikuti pergerakannya.
Dengan kreatifitas anak-anak muda kita, teknologi semacam twitter,
wikipedia, facebook dan sejenisnya bisa dengan mudah didaya gunakan
untuk men-generate real time data up-date untuk para pengambil keputusan di segala bidang.
Kalau
pemerintah belum punya dan belum merencanakan untuk punya reporting
system berbasis social media dan sejenisnya tersebut, maka project wikitani yang dikompetisikan kemarin di Gerai Dinar insyaallah dapat pula membantu.
Bukankah
presiden punya tugas lain yang lebih strategis sehingga yang seperti
ini harusnya selesai di tingkat para pembantunya ?, itu betul. Tetapi
bila para pembantu beliau tahu, bahwa presidennya bisa meng- counter check
sampai detil semua laporan mereka – maka para pembantu presiden ini
insyaAllah tidak akan membuat laporan yang ABS, semuanya indah di kertas
tetapi krisis demi krisis terus berulang.
Lebih dari itu, bila reporting system itu akurat, reliable,
bisa membaca trend kebutuhan, trend supply dlsb. maka system ini juga
akan berguna untuk mengantisipasi masalah-masalah jauh kedepan.
Solusi
atas kelangkaan kedelai, daging, bawang merah dan bawang putih misalnya
– jangka panjangnya tidak hanya supply – nya yang dipaksakan teratasi,
tetapi juga substitusinya. Substitusi inipun tidak hanya bersifat
mengganti kedelai, daging, bawang merah dan bawang putih dengan benda
lain yang mirip – tetapi substitusi itu bisa mengubah seluruh pola makan
kita.
Agar
pencarian ini tidak membuat kita malah tersesat lebih jauh, maka sudah
seharusnya proses pencarian itu diawali dengan mencari petunjukNya.
Petunjuknya soal makanan itu antara lain ada di ayat : “Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS 7 :31).
Bila
kita mengikuti ayat ini, maka pola makan kita akan berubah dari tiga
kali sehari (yang tidak ada dasarnya) menjadi lima kali sehari (yang
berdasarkan petunjuk Al-Qur’an) – karena dilakukan setiap pulang dari
Masjid. Karena makan itu lima kali, maka makananya bukan yang
berat-berat seperti yang kita lakukan selama ini.
Repot
sekali ibu-ibu di rumah bila harus menyiapkan makan lima kali sehari
dan makanannya adalah sayur lodeh dan sejenisnya. Makanannya harus
menjadi simple, tidak perlu penyiapan-penyiapan yang melelahkan,
membuang waktu, biaya yang besar dlsb. Maka seperti inilah kurang lebih
makanan sehari-hari kita kelak, sederhana, mudah penyiapannya, terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Bentuk
konkritnya seperti apa, itulah yang harus diriset dan dikembangkan oleh
seluruh pihak yang terkait. Insyaallah semampu kami, kami juga sedang
melakukan riset dan pengembangan ke arah sana, pada waktunya nanti
diumumkan. InsyaAllah.
- Details
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Friday, 15 March 2013 06:41
- Oleh : Owner Gerai Dinar
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya
Mobile Computing Revolution…
Awalnya
adalah revolusi pertanian yang terjadi sekitar 12,000 tahun lalu, pada
revolusi pertama ini yang berubah adalah kehidupan nomaden para pemburu
dan pengumpul hasil alam menjadi petani yang menetap pada suatu daerah.
Kemudian revolusi industri yang terjadi sekitar 400 tahun terakhir yang
mengantarkan kita kehidupan modern abad 20. Di akhir abad 20 sampai
kini, kita sedang menyaksikan revolusi baru yaitu Mobile Computing Revolution atau Revolusi Komputasi Bergerak. Apa yang sedang dan akan berubah secara besar kali ini ?
Berawal dari hanya sekedar alat untuk berbicara jarak jauh, telepon mobil yang dulu seberat accu
– kini menjadi telpon genggam (handphone) yaitu suatu alat yang paling
banyak dimiliki oleh penduduk dunia. Diperkirakan saat ini ada lebih
dari 5.3 milyar atau 70 % penduduk dunia yang memiliki telepon genggam.
Dari sekedar untuk menelpon dan kemudian berkirim teks pendek (SMS), handphone berubah menjadi smartphone yang serba bisa. Dari mengakses web, mengirim data, email sampai video streaming dlsb.
Saat ini smarphone-pun sedang dalam proses perubahan ke arah apa yang disebut applications phones
atau app-phones. Generasi app-phones sejatinya adalah computer dalam
skala penuh, dia bisa menjalankan seluruh fungsi computer layaknya
computer Anda yang ada di kantor atau di rumah.
Bukan
hanya sekedar meng-akses email, web dan sejenisnya. Dia bisa
menjalankan sepenuhnya seluruh aplikasi perkantoran, aplikasi komersial,
business process, CRM dan segala aplikasi yang diperlukan untuk menjalankan dunia usaha Anda.
Sebagaimana
revolusi pada umumnya, dia melahirkan pemenang yang kemudian memimpin
dunia pasca revolusi – tetapi juga membawa korban yang tergusur oleh
revolusi. Pemenangnya adalah yang proaktif terlibat dalam menyongsong
revolusi dan ikut menentukan arah perubahan, sedangkan korbannya adalah
yang pasif menyaksikan perubahan tetapi tidak berbuat sesuatu.
Dua
di antara yang sedang berubah secara besar dalam proses revolusi ini
adalah beralihnya produk dan layanan fisik menjadi menjadi layanan
software yang menggantikannya, dan business process yang tidak lagi
terkendala ruang dan waktu.
Contoh
pertama adalah di industri musik dan hiburan pada umumnya. Belum hilang
dari ingatan kita karena masih tersisa di masyarakat yaitu musik yang
direkam dalam bentuk CD. Harganya cukup mahal dan untuk memutarnya-pun
menggunakan alat pemutar CD yang dibeli terpisah. Harga CD-CD fisik ini
mahal karena perlu didistribusikan sampai jarak yang sangat jauh
sehingga menimbulkan ongkos transportasi, biaya untuk outlet, upah karyawan dlsb.
Era
CD itu kini bisa kita saksikan sedang berganti, tidak lagi diperlukan
CD fisik lengkap dengan jaringan distribusinya. Sebuah lagu cukup
dihasilkan dalam bentuk MP3, ditaruh dalam sebuah server – maka seluruh
dunia bisa men-dowload-nya. Untuk memainkannya-pun tidak lagi perlu alat
khusus, karena rata-rata handphone bisa memainkannya dengan sangat
bagus.
Bersamaan
dengan berubahnya rekaman CD fisik ke MP3 yang di download,
korban-korban revolusi itu berjatuhan. Mulai dari perusahaan rekaman,
produsen CD, outlet-outlet CD fisik sampai karyawan-karyawan yang dahulu
bekerja pada industri ini.
Contoh
kedua adalah apa yang saya alami sendiri. Sudah lima tahun ini kantor
saya adalah sebuah handphone standar – yang rata-rata saya ganti setiap
dua tahun, bukan karena rusak tetapi setelah dua tahun handphone
tersebut obsolete (ketinggalan jaman) dan ada yang lebih baru , lebih murah dan lebih canggih.
Melalui handphone yang semakin canggih ini, seluruh business process
yang saya jalankan menjadi tidak terkendala ruang dan waktu. Bukan
sekedar membaca sms, email, web dan sejenisnya. Dengan handphone yang
ada di pasaran kini, kita sudah bisa menjalankan seluruh aplikasi
business yang saya jalankan. Mulai dari otorisasi transaski bank,
memantau dashboard dari Balanced Scorecard System , pengelolaan CRM (Customer Relationship Management) dlsb.
Dengan
kantor yang tidak terkendala ruang dan waktu, efisiensi menjadi luar
biasa. Saya tidak perlu kantor di pusat kota, tidak perlu pakai jas dan
dasi bila bekerja, tidak perlu riwa-riwi terjebak di tengah kemacetan
kota dan segala biaya tinggi lainnya. Sementara itu client base dan
stake holder usaha saya bisa menghubungi saya dari mana saja dan kapan
saja 24/7/365.
Selain
masalah efisiensi dan peningkatan produktifitas, berbagai peluang baru
lahir dengan hadirnya komputasi bergerak ini. Ingat Project O-JEX
yang dilombakan pengembangannya di situs gerai dinar lima bulan lalu ?,
project untuk mengatasi kemacetan Jakarta ini direspon oleh sebuah team
yang luar biasa – sekumpulan anak muda lulusan terbaik dari perguruan
tinggi terbaik.
Insyaallah
hasilnya akan bisa dites sebelum Jokowi memberlakukan solusi
ganjil-genap untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Saat itu Anda bisa
menggunakan solusi O-JEX ini untuk berbagi kendaraan dengan orang lain
yang nomornya berbeda dengan Anda dlsb.
Revolusi
Komputasi Bergerak bisa menjadi solusi yang out of the box bagi apapun
usaha Anda, tetapi Anda harus bergerak dahulu sebelum pesaing Anda. Di
dalam era teknologi yang berubah sangat cepat ini ini up-to-date saja tidak cukup, Anda harus bisa up-to-tomorrow !.
Untuk bisa up-to-tomorrow
atau mendahului jamannya, Anda barangkali perlu team yang bisa menjadi
mitra Anda untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Salah
satunya adalah yang lolos seleksi saya dan saya serahi untuk
mengembangkan Project O-JEX tersebut di atas. Profile team ini dapat Anda lihat di situs resmi mereka di www.badr-interactive.com. Team yang secara khusus mengembangkan solusi Location-Based Marketing
ini, insyaAllah bisa pula berkontribusi positif pada usaha apa saja
yang Anda miliki - sejauh usaha Anda membutuhkan solusi kreatif untuk
pemasaran berbasis teknologi.
Siapa tahu Anda atau Usaha Anda yang akan memimpin dunia usaha pasca revolusi yang satu ini. InsyaAllah !.
- Details
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Monday, 11 March 2013 07:51
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya
Senin, 11 Maret 2013
Melawan Kebatilan Yang Terorganisir…
Ungkapan bahwa “…kebatilan yang terorganisir rapi akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir…”
itu nampaknya termanifestasi dalam penguasaan ekonomi dunia. Umat yang
memiliki konsep ekonomi syariah ini belum banyak bisa mewarnai ekonomi
negeri ini apalagi ekonomi dunia. Sementara itu dengan keserakahannya
dan dengan diam-diam zionis Yahudi terus mencengkeram ekonomi dunia
sampai negeri ini. Pertanyannya adalah bagaimana mereka melakukannya ?
dan bagaimana pula kita akan melawannya
Luasnya produk-produk zionis Yahudi yang ada di sekitar kita itu dengan mudah Anda dapatkan list-nya dengan search di google
terus gunakan kata pencarian “boikot produk Israel” atau “boikot produk
Yahudi”. Maka akan sangat banyak yang muncul – sampai saya tidak merasa
perlu menyebutkan satu per satu di tulisan ini, saking banyaknya.
Sebelum
kita bisa meninggalkan produk mereka yang satu, bermunculan berbagai
produk yang lain yang bahkan kita tidak sadar ketika menggunakannya.
Walhasil bukan hanya kita akan terus tercengkeram oleh penguasaan
ekonomi mereka, tetapi bisa jadi akan semakin intens – bila kita tidak
menyadari apa yang sedang mereka lakukan dan bila kita tidak berbuat
sesuatu untuk minimal mencukupi kebutuhan diri kita sendiri dahulu.
Bahwasanya
mereka menguasai ekonomi dunia - seperti ungkapan tersebut di atas,
karena mereka memang melakukan sejumlah hal yang tidak atau belum kita
lakukan. Ini antara lain tercermin dalam setidaknya tiga hal berikut :
Pertama
tentang akses permodalan. Keseriusan zionis Israel untuk menguasai
ekonomi dunia antara lain dilakukan melalui negara yang memberi akses
modal bagi usaha-usaha baru dengan rasio sampai 1 : 1. Artinya bila
pengusaha warga negeri itu menyiapkan investasi US$ 1 juta untuk
usahanya, negara bisa menambah modalnya sampai US$ 1 juta juga. Program
yang dalam bahasa Ibrani disebut Yozma yang berarti inisitatif ini,
berhasil melonjakkan jumlah pengusaha-penguaha baru di Israel yang
kemudian mereka merambah dunia.
Di bursa saham Amerika NASDAQ
saja zionis Israel memiliki jumlah perusahaan yang terdaftar lebih
banyak ketimbang seluruh perusahaan dunia (diluar Amerika sendiri) bila
digabungkan – termasuk seluruh perusahaan dari negeri-negeri inovatif
seperti Singapore, Korea Selatan, Jepang, China dlsb.
Dengan begitu banyaknya perusahaan mereka yang listed
di bursa-bursa saham dunia secara langsung maupun tidak langsung mereka
juga mengusai akses capital dunia. Jangan lupa juga bahwa bank-bank
besar dunia telah lebih dahulu berada pada genggaman tangan mereka.
Salah satu cara untuk memahami keperkasaan akses capital zionis ini antara lain dapat dilakukan dengan melihat tingkat per capita venture capital investment di
negara tersebut yang saat ini berada di sekitar 2.5 lebih besar dari
Amerika, 30 kali lebih besar dari Eropa, 80 kali lebih besar dari China
dan 350 kali lebih besar dari India.
Kedua
setelah akses permodalan dunia mereka kuasai, mereka dengan leluasa
membelanjakannya juga untuk kepentingan mereka. Dengan akses capital ini
zionis Israel mampu membiayai R & D dalam skala yang sangat besar.
Civilian R & D mereka yang berada pada angka 4.5 % dari GDP
merupakan yang tertinggi di dunia.
Yang
ketiga adalah karena seluruh penduduk zionis Israel terkena wajib
militer, maka seluruh pengusaha-pengusaha negeri itu memiliki latar
belakang militer yang kuat. Ini membuat mereka membawa disiplin tinggi
dan militansi a la militer kedalam usahanya. Latar
belakang militer ini juga membuat para pengusaha mereka tahan banting,
ketika ada di antara mereka yang gagal - bukan dijauhi atau masuk kotak –
tetapi menjadi kajian untuk membangun keberhasilan berikutnya.
Dengan
kelebihan-kelebihan mereka ini lantas tidak berarti kita akan meniru
atau berguru pada mereka untuk membangun keberhasilan kita. Justru
sebaliknya untuk meyadarkan kita bahwa kita mestinya bisa lebih baik.
Ajaran agama kita yang dibawa oleh Nabi akhir zaman adalah
menyempurnakan ajaran yang dibawakan oleh seluruh nabi-nabi sebelumnya,
ajaran agama kita meluruskan apa-apa yang dibelokkan oleh rabi-rabi mereka.
Umat
ini justru insyaAllah akan unggul ketika kita tidak mengikuti cara
mereka, karena kalau mengikuti cara-cara mereka otomatis kita akan tetap
di belakang mereka – dan bahkan mungkin akan semakin jauh ketinggalan
berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas.
Dalam
hal stimulator modal dari pemerintah misalnya, pemerintah kita tidak
akan mampu memberi (calon) pengusaha negeri ini modal sebesar modal yang
dikumpulkan sendiri oleh (calon) pengusaha yang bersangkutan – seperti
dalam program Yozma mereka. Berebut di pasar modal dunia-pun jelas kita ketinggalan jauh, lha wong negeri-negeri lain yang jauh lebih maju dari kita saja ketinggalan jauh kok sama mereka !
Jadi untuk akses permodalan misalnya, kita memang harus punya solusi sendiri yang jitu – yang out of the box,
yang kita gali dari prinsip-prinsip ajaran agama kita ini – maka dengan
ini insyaallah kita akan unggul – karena kita akan melompat di depan
mereka, bukan mengikuti di belakang mereka !
Untuk
R & D lain lagi, kita memang tidak atau belum memiliki
sumber-sumber dana sebesar yang mereka miliki – tetapi kita memiliki
sumber lain yaitu “… petunjuk dan penjelasannya…” (QS 2 :185) , “…jawaban atas segala hal…” (QS 16 : 89) – yang tentu saja tidak terhitung nilainya.
Maka
yang diperlukan kemudian adalah bagaimana kita bisa mengorganisir diri
secara rapi – berjama’ah membangun kekuatan ekonomi kita bersama. Bila
kebenaran ini berhasil kita kelola secara lebih baik dari mereka
mengelola kebatilan – maka insyaAllah janji Allah bahwa “…kamulah yang tertinggi…” (QS 3 : 139) itu akan terwujud.
Bentuk
konkritnya seperti apa ?, itulah yang dari waktu ke waktu kita ingin
wujudkan melalui berbagai program yang kita gagas di situs ini sejak
lima tahun terakhir. Belum bisa dikatakan berhasil, tetapi insyaAllah
kita juga tidak pernah menyerah. Amin.
- Details
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Sunday, 10 March 2013 13:53
- Oleh : Owner Gerai Dinar
Label:
dinar,
dinar emas,
ekonomi islam,
emas,
emas batangan,
emas lantakan,
gapura dinar,
gerai dinar,
hati,
investasi,
Islam,
koin emas,
koin emas dinar,
malang,
peluang,
peluang usaha,
resiko,
resiko usaha,
surabaya,
usaha
Langganan:
Postingan (Atom)