Laman

Selasa, 26 Maret 2013

Golongan Kanan Yang Memberi Makan …

Di situs resminya Food and Agricultural Organization (FAO), ada dimuat sebuah dokumen yang berjudul “Feeding The World” – memberi makan bagi dunia. Yang menarik dalam dokumen tersebut terungkap bahwa, bila produksi makanan di seluruh dunia didistribusikan merata – maka setiap orang di dunia  akan mendapatkan jatah 5,359 kcal/ hari. Padahal kebutuhan calorie rata-rata menurut UK Health Department misalnya bagi wanita hanya 1,940 kcal/hari dan 2,550 kcal/hari untuk pria. Jadi produksi makanan di dunia sebenarnya cukup untuk memberi makan lebih dari dua kali penduduk dunia saat ini !

Senin, 25 Maret 2013

Mengelola Yang Cukup…

Ketika Thomas Malthus mengeluarkan teorinya (1798) bahwa populasi dunia tumbuh secara deret ukur (1,2,4, 8 dst…) sedangkan sumber daya kehidupan tumbuh secara deret hitung (1,2,3,4 dst…), saat itu penduduk dunia belum mencapai 1 Milyar. Gara-gara teori tersebut, timbul pemikiran yang ganjil dari Thomas Malthus ini – bahwa tidak ada gunanya mengentaskan kemiskinan – karena bila si miskin tambah makmur, dia akan menambah anak dan problem kekurangan sumber daya kehidupan akan semakin serius.

Pemikiran Thomas Malthus yang ganjil tersebut kemudian menjadi justifikasi bagi Karl Marx, Lenin dan teman-temannya – untuk menentang kapitalisme. Menurut mereka ini justru itu perlunya sumber daya-sumber daya kehidupan yang terbatas tersebut untuk dibagi sama rata dan sama rasa agar cukup bagi semua.

Separuh saja dari teorinya Thomas Malthus yang mendekati kebenaran , yaitu bahwa penduduk bumi tumbuh secara deret ukur. Dua tahun setelah teori tersebut penduduk bumi mencapai 1 Milyar pertama (1800), ini adalah hampir 12,000 tahun sejak peradaban manusia mengenal pertanian menetap. Sejak saat itu jumlah penduduk bumi melesat dengan cepat seiring dengan peningkatan kemakmurannya.

130 tahun kemudian penduduk bumi mencapai 2 milyar (1930), 30 tahun kemudian mencapai 3 milyar (1960), 15 tahun kemudian mencapai 4 milyar (1975),  12 tahun kemudian mencapai 5 milyar (1987),  12 tahun kemudian mencapai 6 milyar (1999) dan 12 tahun kemudian mencapai 7 milyar (2011). Lihat kelipatan ini,  12,000 tahun  untuk mencapai jumlah 1 milyar dan hanya perlu sekitar 200 tahun kemudian untuk mencapai 7 Milyar !. Dengan pertumbuhan seperti ini penduduk bumi akan mencapai 8 Milyar sebelum tahun  2023 !.

Sisi pertumbuhan populasi bumi secara deret ukur tersebut nampaknya akan terbukti tetapi sisi sumber daya kehidupan ternyata juga tetap cukup untuk menopang kehidupan penduduk bumi yang kini sudah lebih dari 7 Milyar dan akan segera mencapai 8 milyar ini. Artinya sisi lain teori Thomas Malthus bahwa penopang kehidupan yang tumbuh secara deret hitung terbukti tidak benar, penduduk bumi secara kumulatif ternyata tidak berkurang kemakmurannya kini dibandingkan dengan ketika teori Malthus tersebut  dikeluarkan lebih dari dua abad lalu - ketika penduduk bumi belum mencapai 1 Milyar pertamanya.

Tetapi kecukupan penopang kehidupan bukan berarti tanpa masalah. Dengan pola ekonomi yang dikendalikan kapitalisme sekarang, rata-rata penduduk negara maju seperti Amerika menyerap  sumber daya kehidupan di bumi 32 kali lebih banyak dari yang diserap rata-rata penduduk negeri miskin seperti Kenya misalnya . Sumber daya kehidupan yang disedot mereka ini meliputi pangan, air, energy, mineral, hasil tambang dlsb.

Jadi masalahnya jelas, bukan sumber daya kehidupan di bumi yang tumbuh secara deret hitung sehingga tidak bisa mengejar pertumbuhan populasi yang tumbuh secara deret ukur – tetapi lebih pada masalah distribusi sumber daya tersebut yang tidak dilakukan secara adil.

Berbagai system mulai dari keuangan, perdagangan, standar industri, teknologi dlsb. diciptakan untuk mengunggulkan segelintir orang atau kelompok terhadap mayoritas penduduk bumi. Negeri-negeri yang memiliki sumber daya alam melimpah, tidak jaminan bahwa mereka yang paling makmur dan paling cepat pertumbuhannya – mereka justru menjadi target penjajahan jenis baru – penjajahan ekonomi, keuangan, politik dan pemikiran.

Lantas apakah yang benar Marxism dan Leininism yang membagi sumber daya kehidupan yang terbatas secara sama rasa dan sama rata ?, tidak juga ! Karena pembagian yang demikian juga tidak mendorong orang untuk berkinerja optimal meng-eksplorasi kekayaan alam di bumi ini.

Maka solusinya tinggal umat ini yang seharusnya bisa menghadirkan kemakmuran di bumi itu. Umat inilah yang dikabarkan oleh hadits Nabi berikut yang akan memakmurkan bumi sekali lagi sebelum kiamat datang di bumi ini :

Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi dia idak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai " (HR. Muslim).

Kita bisa optimis bahwa kemakmuran di bumi masih akan datang sekali lagi – berapapun jumlah penduduk bumi saat itu, karena selain hadits tersebut di atas juga adanya janji Allah langsung di sejumlah ayat yang bunyinya senada :

Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (QS 15 :21).

Allah tidak mungkin menciptakan sesuatu yang tidak seimbang seperti ketidak seimbangan antara jumlah penduduk bumi dengan sumber daya kehidupannya – yang diteorikan oleh Thomas Malthus tersebut di atas :

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ?” (QS 67 :3)

Bahwa belum semuanya sumber daya kehidupan tersebut kita temukan dan kita kuasai saat ini, karena ke-Maha Tahu-an Allah juga – yang tidak menghendaki kita berlebih-lebihan dalam menggunakannya :

Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (42:27)

Jadi sumber daya di bumi itu cukup untuk semuanya, tidak berlebih dan tidak kurang - tetapi harus terus digali dan dikelola secara adil. Untuk bisa terus menggali dan mengelola sumber daya yang ada di bumi ini secara adil itulah kita diciptakan oleh Allah sebagai khalifahNya – yang memakmurkan bumi ini (QS 11 :61).

Bila kapitalism itu memperebutkan sesuatu yang dianggapnya sedikit atau terbatas (scarcity), Marxism membagi yang sedikit itu sama rata sama rasa dan berharap cukup dengan yang sedikit itu. Kita bukan keduanya, kita yakin bahwa sumber-sumber kehidupan itu cukup, hanya perlu terus digali dan dikelola secara adil mengikuti petunjuk-petunjukNya. InsyaAllah.



Solusi Benang Merah…

Seorang yang konon genius serba bisa yang dikenal dengan nama Leonardo Da Vinci – pelukis, penulis, ahli matematika, botani, dlsb – pernah berbagi bagaimana dia menghasilkan karya-karyanya : “Berdiam diri memperhatikan pola di alam, debu bekas pembakaran, awan di langit, kerikil di pantai…bila dilihat secara cermat akan menghasilkan temuan yang luar biasa…”. Dia lahir ketika Islam masih menguasai Eropa dari Spanyol (1452), dia besar sampai meninggal di era puncak kejayaan Kekhalifahan Turki Usmani (1519). Apakah ada hubungannya ?

Belum tentu ada hubungannya, bisa saja hanya karena kebersamaan waktu. Tetapi yang jelas memperhatikan apa yang ada di alam dan memikirkannya – seperti yang dia ungkapkan tersebut – adalah bagian dari ajaran Agama ini. Bahkan Allah menyebut orang yang berakal (Ulil Albaab) adalah orang yang tidak berhenti mengingatNya sambil terus memikirkan penciptaan langit dan bumi ketika dia berdiri, duduk sampai berbaring (tidur) sekalipun.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”” (QS 3 : 190-191)

Bagaimana awan bisa menjadi inspirasi sebuah karya ?, bagaimana kerikil atau pasir di laut menjadi awal sebuah karya ? ini semua tentu tidak berdiri sendiri – harus dikaitkan dengan sejumlah hal lain yang ada di alam ini atau masalah yang hendak kita pecahkan.

Dalam bahasa kita ketika kita merangkai sejumlah hal yang semula secara visual tidak saling terkait, menjadi sesuatu yang saling terkait satu sama lain – kita menyebutnya merangkai atau menarik  ‘Benang Merah’. Kemampuan menarik ‘Benang Merah’ inilah yang dimiliki oleh seorang Leonardo Da Vinci, dan seharusnya kita lebih baik bahkan dari Leonardo Da Vinci karena kitab kita – petunjuk jalan kita, mengarahkan kita untuk menjadi orang-orang yang berakal dengan tidak berhenti mengingatNya sambil terus memikirkan yang di langit dan di bumi.

Karena orang yang bisa menarik ‘Benang Merah’ (memikirkan) dari kejadian-kejadian yang di bumi ini (bahkan juga di langit !) adalah orang-orang yang berakal (cerdas) menurut definisi ayat tersebut di atas – maka dari sinilah masalah-masalah akan bisa teratasi, produk-produk baru nan kreatif bisa dihasilkan, kehidupan yang lebih baik di masyarakat-pun bisa ditumbuhkan.

Saya beri contoh masalah yang masih fresh di ingatan kita, yaitu masalah kelangkaan kedelai, kemahalan harga daging, bawang merah-bawang putih dan kemudian cabe. Mengapa masalah yang sangat mirip satu sama lain ini bergiliran muncul di tengah masyarakat ? Karena solusi yang diterapkan pada setiap masalah tersebut muncul adalah solusi kasuistis – solusi yang hanya mengatasi gejala tetapi bukan mengatasi penyebab. Ibarat obat, hanya menghilangkan rasa sakit sesaat tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya sendiri.

Untuk bisa menyembuhkan penyakit yang sesungguhnya harus ditelusuri sampai beyond the symptoms – lebih dari sekedar melihat gejalanya, tetapi melihat masalah sampai ke akar-akarnya. Disitulah dibutuhkan kemampuan untuk menarik ‘Benang Merah’ dari rangkaian kejadian-kejadian atau masalah-masalah tersebut di atas.

Lantas apa ‘Benang Merah’ antara masalah kedelai – daging – bawang dan cabe ?, karena ‘Benang Merah’ ini adalah sesuatu yang imaginer – bukan sesuatu yang riil – maka masing-masing orang akan memiliki ‘Benang Merah’-nya sendiri sesuai dengan keilmuan, latar belakang lingkungan, pengalaman dlsb.

Karena variasi ‘Benang Merah’ ini, maka solusi dari setiap masalah juga lebih dari satu. Dari sekian banyak solusi tersebut tentu ada yang efektif dan ada yang kurang atau tidak efektif, tetapi solusi tersebut pasti ada ! Lho kok berani memastikan solusi tersebut pasti ada ?

Diperlukan ‘Benang Merah’ lain lagi untuk memahami bahwa solusi itu pasti ada, ‘Benang Merah’ yang ini adalah ‘Benang Merah’ petunjuk. Coba sekarang kita menarik ‘Benang Merah’ imaginer antara hadits ini : “Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi) dengan ayat :

“…Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123 - 124). Juga dengan ayat :

… Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya… Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS Ath Thalaaq: 2-4)

Jadi apa ‘Benang Merah’ yang bisa kita rangkai dari hadits dan ayat-ayat tersebut di atas ? Bila ditarik dari salah satu ujungnya – yaitu masalah yang kita hadapi seperti kedelai, daging, bawang dan cabe tersebut misalnya. Maka rangkain ‘Benang Merah’ solusi itu akan sebagai berikut :


Solusi Benang Merah
Masalah ini pasti bisa dengan mudah diselesaikan oleh orang yang bertakwa – untuk mencapai derajat takwa tentu orang harus beriman dahulu – orang yang beriman meyakini kebenaran isi Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang shahih – Meyakini Al-Qur’an adalah jawaban atas segala hal (QS 16 : 89) – Meyakini tanpa ragu (QS 49 : 15) – Menyelesaikan masalah dengan terus mengingat (petunjuk) Allah – menyelesaikan masalah dengan tidak berhenti memikirkan apa yang ada di langit dan yang ada di bumi – yang menjadi tugas kita untuk memakmurkannya (bumi) (Qs 11 :61).

Atau bila diringkas/diperpendek  ‘Benang Merah’ itu adalah kita menghadapi segala masalah seperti sekarang ini (kedelai, daging, bawang dan cabe misalnya) – karena kita tidak melaksanakan tugas yang diberikanNya untuk kita yaitu memakmurkan bumi. Maka bila tugas itu kita laksanakan dengan mengikuti segala petunjukNya – segala masalah itu insyaAllah akan teratasi.

Solusi masalah-masalah kita bukan ada di Australia, New Zealand, Laos, Myanmar atau negara-negara lain. Solusi itu ada di depan mata kita, ada di sekitar kita, hanya diperlukan kemampuan kita untuk menarik ‘Benang Merah’ antara berbagai hal yang selama ini mungkin masih kita abaikan. ‘Benang Merah’ yang sama insyaAllah juga bisa kita gunakan untuk mengatasi problem-problem pribadi kita dan menggali peluang usaha yang bisa dilahirkan dari jawaban atas masalah-masalah di sekitar kita. InsyaAllah.



Proses Bukan Hasil…

Seorang anak laki-laki bermain di tepi pantai, di terik matahari berjam-jam dia membuat istana pasir yang indah. Setelah selesai dia menikmati sejenak karyanya, kemudian melihat di kejauhan datanglah ombak besar. Blaaas, ombak menyapu habis hasil jerih payahnya. Anak laki-laki ini bersorak gembira ketika hasil karyanya disapu habis oleh ombak. Kok dia bisa gembira ? Karena dia tahu ombak pasti datang , dia tahu bahwa dia hanya bermain sesaat !

Yang dilakukan oleh para orang tua seperti kita-kita sebenarnya tidak jauh beda dengan yang dilakukan oleh anak laki-laki kecil tersebut. Kita membangun istana pasir dengan pekerjaan kita, karir kita, usaha kita dlsb. Yang membedakan dengan si anak laki kecil tadi adalah kita mengabaikan kenyataan bahwa ombak pasti datang !

Ketika mengejar karir, kita mengira bahwa karir itulah tujuan kita sehingga kita mengira kebahagiaan akan datang pada saat cita-cita tercapai. Ketika kita membangun usaha kita mengira bahwa usaha itulah tujuan kita, sehingga kita kira  akan bahagia ketika usaha berhasil sukses.

Karena karir atau usaha adalah tujuan, maka ketika tujuan itu tidak tercapai – kekecewaan dan frustasi yang datang. Ketika ombak datang berupa pensiun atau gagalnya usaha seolah akhir dari segalanya.

Lantas bagaimana kita bisa menikmati seperti anak kecil tadi ? bisa tetap gembira ketika ombak datang ? salah satunya adalah menikmati proses membuat ‘istana pasir’ tersebut. Berkotor-kotor berkubang pasir basah di terik matahari, itulah proses menikmati pembangunan ‘istana pasir’ itu.

Karena kita tahu bahwa suatu saat keindahan ‘istana pasir’ itu akan meninggalkan kita atau kita meninggalkannya, maka ketika hal itu bener-bener terjadi kita tetap bisa bersorak gembira seperti yang dilakukan oleh anak kecil tersebut di atas.

Menikmati proses itu sejalan dengan takdirNya, bahwa domain kita adalah bekerja dan berusaha – domain Allah menentukan hasil. Karena hasil diluar kemampuan kita untuk menentukannya, maka tidak pantas kita berlebihan menikmatinya ketika hasil tercapai. Sebaliknya juga tidak pantas bersedih berlebihan ketika gagal.

Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS 57 : 23)

Lantas bagaimana kita bisa menikmati proses ini ? bekerja atau berusahalah sebaik mungkin dimanapun tempat Anda sekarang berada. Optimalkan waktu kini yang menjadi milik Anda satu-satunya,  karena waktu besuk belum tentu milik Anda sedangkan waktu kemarin sudah bukan lagi milik Anda.

Waktu adalah very perishable asset – yaitu aset yang mudah sekali rusak. Kita hanya memilikinya untuk saat ini, maka saat inilah waktunya untuk bekerja dan berusaha se-optimal mungkin.

Besuk atau lusa ombak bisa datang, tetapi karena saat ini kita sudah bekerja optimal – kita sudah berkarya, sudah menciptakan kerja, sudah memberi makan – maka insyaAllah ketika ombak itu bener-bener datang – kita tetap bisa bergembira menyambutnya.

Bila waktu ini sudah kita optimalkan, cita-cita tercapai sekalipun – karir bisa menjulang tinggi, usaha bisa tumbuh menggurita – saat itu-pun bukan waktu yang tepat untuk bisa menikmatinya. Tidak ada  waktu yang tepat untuk kita bisa leyeh-leyeh menikmati hasil. Selalu akan ada tugas besar berikutnya yang menanti !

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS 94 :7-8)

Istana pasir demi istana pasir kita bangun, ombak demi ombak datang menghancurkannya – insyaallah kita bisa tetap gembira. Karena kita tahu dunia ini hanya permainan, hanya kepadaNyalah kita berharap dan kembali !.

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS 57 :20)


Minggu, 24 Maret 2013

Bertani Di Abad Wiki…

Salah satu cara untuk membangkitkan optimism itu adalah bila kita bisa mengubah suatu kelemahan menjadi kekuatan. Di bidang pertanian misalnya, negeri agraris yang ijo royo-royo ini masih sering dihantui dengan sejumlah kelemahan, misalnya pada ukuran kepemilikan lahan yang terlalu kecil untuk dikelola secara ekonomis, posisi tawar petani yang lemah, serbuan produk pertanian impor dlsb. Tetapi semua kelemahan ini sangat mungkin bisa diubah menjadi kekuatan, bila kita bisa merubah paradigma bertani kita.

Di abad yang orang menyebutnya abad Wiki ini – diambilkan dari fenomena Wikipedia yang secara drastis merubah paradigma penyebaran ilmu pengetahuan, pemain yang kuat tidak harus yang besar. Pemain yang kuat adalah yang bisa menjadi integrator dari sejumlah pemain kecil yang fokus di bidangnya.

Di bidang komputasi misalnya, untuk mengelola informasi yang sangat besar tidak lagi dibutuhkan super computer yang biaya pengadaan dan pemeliharaannya selangit. Cukup dijalin jaringan kapasitas dari sejumlah computer kecil-kecil yang kemudian disebut cloud computing.

Prinsip kerja Wiki yang kemudian antara lain melahirkan konsep ekonomi Wikinomics adalah keterbukaaan (openness), kemitraan yang setara (peering), berbagi ( sharing) dan integrasi global. Prinsip dasar ini menjadi lebih memungkinkan untuk diaplikasikan pada seluruh bidang kehidupan di abad ini dengan teknologi informasi yang semakin canggih, murah dan menjangkau 70% penduduk bumi.

Lantas bagaimana kita menggunakan prinsip kerja Wiki tersebut untuk mengunggulkan sektor pertanian kita yang masih dihantui oleh sejumlah kelemahan tersebut ?. Kuncinya ada di kata yang selama ini sudah familiar sekali dalam kehidupan kita, tetapi belum kita gunakan untuk membangun kekuatan ekonomi – yaitu kata Jama’ah atau bila menjadi kata sifat Jama’i.

Dengan setara (peering) berbagi (sharing) secara terbuka (openness), kita bisa mengintegrasikan kekuatan global – yaitu kekuatan jama’ah manusia yang sangat banyak, untuk membangun kekuatan positif yang dalam hal ini membangun kekuatan  pertanian.

Aplikasinya dilapangan akan melibatkan dua hal yang saya sebut sebagai Kecerdasan Jama’i dan Kapasitas Jama’i.

Bayangkan apa yang dialami oleh para petani saat ini. Mereka berjuang sendirian untuk sekedar tahu sebaiknya ditanami apa lahannya yang sangat terbatas. Karena dia sendirian mencarinya, maka dia akan cenderung meniru saja tetangganya menanam apa.

Masalah timbul selalu ketika panen tiba, sejumlah besar petani memanen produk yang sama dengan kapasitas pasar yang terbatas di sekitarnya. Maka dari sinilah sering kita dengar/baca cerita tragis petani yang memilih tidak memanen sayurnya, membuang susu di jalanan dlsb – karena ketiadaan pasar yang feasible untuk produk panenan mereka.

Dengan Kecerdasan Jama’i, ilmu yang ada dari masing-masing pelaku (bisa petani, akademisi, peneliti dlsb) di-share dan dibuat mudah diakses oleh siapapun. Dengan bahasa dan aplikasi yang sederhana misalnya, seorang petani bisa tahu apa yang terbaik ditanam di lokasi tanahnya – dengan mempertimbangkan aspek agroklimat (suhu, curah hujan, ketinggian, kelembaban dlsb) dan ketersediaan pasar atau kebutuhan di masyarakat.

Masih sulit dipahami ?, saya beri contoh sederhananya begini : Bila Anda memiliki lahan beberapa puluh meter saja di halaman rumah Anda saat ini, lahan tersebut insyaAllah dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi bisa Anda tanami dengan tanaman pangan – yang cukup untuk makan Anda sekeluarga sampai musim panen berikutnya !.

Apa mungkin itu ?, insyaAllah mungkin bila Anda memiliki akses pengetahuan tentang apa jenis tanaman tersebut, dan bagaimana memeliharanya sehingga memberikan hasil optimal dlsb. Dari mana Anda akan tahu seluk beluk tanaman ini ?, itulah yang akan dijawab oleh apa yang saya sebut Kecerdasan Jama’i itu.

Saya sendiri juga belum tahu, tetapi saya ada ide – maka ketika ide tersebut disambut dan dilengkapi para ahli di bidangnya masing-masing, dari situlah akan terkumpul segala macam ilmu, keterampilan dan pengalaman. Sehingga jalan untuk swasembada pangan dengan sejengkal lahan di halaman rumah itu menjadi dimungkinkan.

Setelah jenis tanaman dan tata cara pengelolaannya yang paling efektif diketahui semua orang, lantas apakah tidak terjadi over supply di pasar sehingga harga akan jatuh pada musim panennya ?

Untuk inilah istilah kedua mulai berperan yaitu Kapasitas Jama’i. Bila juta’an orang negeri ini menanm tanaman tersebut, kemudian panen bareng sehigga panenan melimpah – maka ini akan menjadi nice problem to have – problem yang menyenangkan untuk dihadapi !. Artinya saat itu kita akan over supply dalam bidang makanan.

Dengan Kapasitas Jama’i, kita agregasikan over supply tersebut  dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bagian lain dari bumi ini yang karena kondisi lahannya tidak sesubur negeri ini – mereka terpaksa kekurangan pangan.

Kita yang diberi rezeki bumi yang subur, air tersedia nyaris sepanjang tahun, cuaca yang bersahabat dengan segala jenis tanaman – mestinya kita bisa berkontribusi positif dalam menyelesaikan masalah-masalah kekurangan pangan dunia. Mestinya kita adalah bagian dari solusi dan bukan sebaliknya bagian dari masalah !

Ilusikah ini ?, insyaAllah tidak !. Karena kita beriman kepada kabar nubuwah yang sampai ke kita : “ Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi dia idak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai” (HR. Muslim).

Meyakini kebenaran hadits tersebut adalah bagian dari keimanan kita, tinggal masalahnya adalah apakah kita memilih terlibat dalam mewujudkan kemakmuran tersebut atau tidak. Bila kita memilih untuk terlibat, maka waktunya kini untuk memulai berbuat.

Dalam rangka memulai rintisan untuk berbuat tersebutlah maka di situs ini belum lama ini kami kompetisikan untuk pengembangan system Wikitani berbasis teknologi mobile, supaya nantinya para petani-pun bisa mengakses Kecerdasan Jama’i tersebut di atas secara mudah. Para petani ini mungkin belum paham menggunakan komputer untuk mengakses web, tetapi kalau sekedar menggunakan handphone yang semakin canggih - insyaAllah semuanya akan bisa.

Paralel dengan itu, ada sejumlah riset yang sedang kami lakukan untuk menemukan jenis tanaman yang bisa memberi makan pada dunia dan mencegah kelaparan di tingkat global. Selain riset dari kabar-kabar Ilahiah (Al-Qur’an) dan nubuwah (hadits), secara ilmiah di lapangan juga sudah mulai kita tes pembenihannya. Pada waktunya nanti akan kita umumkan supaya menjadi bagian dari Kecerdasan Jama’i yang terus menerus disempurnakan oleh orang yang lebih tahu - sampai kebenaran hadits tersebut terbukti. InsyaAllah.

Sang Pemimpin…

Suatu saat ada pohon besar rubuh menghalangi jalan, seorang komandan mengerahkan prajuritnya untuk menyingkirkan pohon tersebut. Sekuat tenaga prajurit tersebut berusaha mengangkat, pohon tersebut tetap tidak bergerak. Seorang penunggang kuda yang hendak lewat bertanya kepada sang komandan : “ mengapa kamu tidak ikut mengangkatnya ?” jawab komandan : “itu tugas mereka, bukan tugasku !”.

Lantas si penunggang kuda turun, berusaha sekuat tenaga membantu para prajurit mengangkat pohon yang menghalangi jalan. Pohon besar tersebut berhasil disingkirkan. Si penunggang kuda ini kemudian berkata kepada sang komandan : “Lain kali kalau ada beban berat untuk diangkat, panggil Sang Panglima !”.

Sang panglima ini bila di Amerika disebutnya Commander in Chief – yaitu presiden Amerika sendiri, dan sang penunggang kuda tersebut ternyata adalah George Washington – president AS pertama – yaitu Commander in Chief  tentara Continental pada perang revolusi AS.

Contoh yang lebih baik dari ini dan pasti benarnya ada di kisah Zulkarnain, ketika rakyatnya terancam oleh Ya’juz dan Majuz : “Zulkarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi" Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: Tiuplah (api itu)". Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu"”. (QS 18 : 95-96)

Lihat pemimpin besar sekaliber Zulkarnin yang menjadi penguasa negeri dari tempat terbitnya matahari sampai tempat terbenamnya, ketika ada masalah besar yang dihadapi rakyatnya – dia tidak hanya turunkan instruksi ini – intruski itu, tidak hanya menyalahkan dan mengeluhkan ini dan itu. Dia turun langsung menyelesaikan masalah itu bersama rakyatnya.

Negeri besar ini punya segudang masalah – itu wajar saja, karena banyaknya rakyat, luasnya wilayah, keberagaman sukunya dlsb. Ketika satu masalah berhasil diatasi sekalipun, sangat besar peluang munculnya masalah-masalah baru.

Jadi kemajuan dan kemakmuran suatu negeri bukan diukur oleh ada atau tidaknya segudang masalah. Tetapi tergantung pada bagaimana masalah tersebut disikapi dan diatasi. Pemimpin negeri punya peran utama dan tanggung jawab untuk  memimpin langsung – bersama rakyat – mengatasi segala persoalan yang ada.

Sekitar setahun dari sekarang, kita akan punya kesempatan untuk memilih pemimpin negeri ini baik yang di eksekutif maupun yang legislatif. Gunakan kesempatan ini untuk memilih yang terbaik yang bisa  me-lead langsung rakyat dalam mengatasi berbagai persoalannya.

Meskipun pemimpin itu jauh dari kesempurnaan, meskipun proses pemilihannya juga tidak sesuai dengan keyakinan kita sekalipun – tetap diperlukan pemimpin di masyarakat. Seburuk-buruk pemimpin, tetap lebih baik dari ketiadaan pemimpin.

Bisa kita bayangkan bila karena kita menunggu lahirnya pemimpin yang ideal, yang dipilih melalui proses yang ideal dan sesuai keyakinan kita – lantas kita putuskan sekarang tidak usah dahulu ikut memilihnya – apa yang akan terjadi ? setidaknya dua kemungkinan yang terjadi.

Pertama pemimpin itu akan dipilih dan ditentukan justru oleh orang-orang lain yang bisa jadi punya agenda yang bertentangan dengan kepentingan kita semua. Kedua adalah the worst case scenario, negeri chaos tanpa pemimpin !.

Bila negeri tanpa pemimpin, lantas siapa yang akan menangkap dan menghukum pencuri, pemerkosa dan pelaku kejahatan lainnya ?, siapa yang akan bekerja keras mengatur lalu lintas, mencegah banjir, mencegah pencurian kekayaan alam dlsb ?.

Seandainya toh belum memungkinkan kita memiliki pemimpin yang ideal, bukan berarti tidak memiliki pemimpin sama sekali akan lebih baik. Maka ayo kita pilih para pemimpin kita – mungkin masih lengkap dengan segala kelemahannya, karena bila tidak maka orang lainlah yang akan memilih pemimpin untuk kita – dan saat itu mau nggak mau kita harus terima.

Sebagian orang mungkin beranggapan – biarlah mereka memilih pemimpinnya, bukan pemimpin kita yang mereka pilih kok. Lantas bagaimana kalau mereka memilih walikota kita, memilih gubernur  kita, sampai presiden kita ?. Realitasnya kan masih mereka-mereka inilah yang mengendalikan negeri ini ?

Dari urusan KTP, ketertiban umum, pengatasan bencana, pengendalian peraturan perdagangan, pertanian, ketenaga kerjaan, industry dlsb. semua ada di tanangan-tangan mereka ini – bisa dibayangkan bila orang lain yang memiliki agenda sendiri yang memilih mereka, bukan kita !

Bayangkan pula bila di negeri ini nantinya dihadirkan pemimpin yang menekan dan mengancam rakyatnya sendiri, menghalangi rakyat dari mengamalkan syariat agamanya,  menjual segala kekayaan alam yang ada, tidak peduli dengan segala penderitaan rakyat dlsb. dlsb – apakah ini bukan salah kita juga bila pemimpin seperti ini terpilih karena kita memilih untuk tidak menggunakan hak kita ketika ada kesempatan untuk memilih yang lebih baik ?

Maka inilah kampanye saya jauh hari sebelum pemilu legislatif dan eksekutif 2014 nanti. Ini karena keprihatinan saya atas rendahnya kwalitas para pemimpin yang ada di Legislatif maupun Eksekutif saat ini – sebagaimana kita baca riuh rendahnya sehari-hari di media masa.

Bukan salah siapa-siapa, tetapi bisa jadi salah kita semua karena kita tidak memilih yang terbaik pada tahun 2009 lalu atau bahkan kita tidak memilih sama sekali !. Meskipun saya ikut mengkampanyekan gerakan untuk memilih ini, saya tidak akan menyebut nama atau partai – dan saya tidak akan mencalonkan diri untuk posisi apapun.

Saya hanya ingin mengajak agar kita bisa mewarnai para pemimpin yang kita pilih, bukan warna orang lain diluar sana yang sudah sangat siap dengan berbagai agendanya sendiri. Agar kita tetap punya pemimpin – yang bisa menyingkirkan ‘pohon rubuh yang menghalangi jalan’ kita, dan pemimpin yang bisa 'membuat benteng antara kita dengan Ya'juz dan Makjuz' !

Perjalanan tiga orang saja butuh amir perjalanan, apalagi perjalanan bangsa dengan 250 juta orang ini – pasti butuh pemimpin, meskipun jauh dari kesempurnaan, meskipun hanya yang terbaik dari yang terburuk sekalipun ! Bisa dibayangkan sebaliknya bila 250 juta orang ini dibiarkan tanpa pemimpin, Wa Allahu A’lam.



Senin, 18 Maret 2013

Bekerja Apa Kita Nanti…?

Setelah tulisan saya sebelumnya dengan judul “Makan Apa Kita Nanti ?”, ada yang menggelitik saya untuk menulis lanjutannya yang tidak kalah pentingnya yaitu tulisan yang berjudul “Bekerja Apa Kita Nanti ?” ini. Secara umum makanan kita sangat erat hubungannya dengan pekerjaan kita. Karena orang harus bekerja untuk bisa makan, maka dalam suatu ecosystem perekonomian – harus ada pekerjaan cukup agar masyarakatnya juga bisa makan cukup. Solusi kecukupan pangan tidak bisa lepas dari solusi kecukupan lapangan kerja.

Saya agak miris ketika Komite Ekonomi Nasional(KEN) kita baru-baru ini mengusulkan bahwa untuk mengatasi pangan kita kedepan, kita harus mencari lahan diluar Indonesia katanya - lihat berita lengkapnya di Detik Finance (13/03/2013). Silahkan para ekonom yang ahli memperdebatkannya, tetapi menurut saya solusi yang konon di berita tersebut sudah sampai ke Presiden R.I. ini – bisa berdampak luar biasa pada kehilangan lapangan kerja di Indonesia.

Saat ini ada sekitar 42 juta orang Indonesia bekerja di sektor pertanian dalam arti luas – termasuk peternakan dlsb. Jumlah ini mewakili sekitar 36 % dari angkatan kerja produktif di negeri ini. Lantas apa jadinya bila rencana KEN tersebut jadi dilaksanakan , Indonesia akan bertanam padi di Laos dan Myanmar, akan beternak sapi di Australia dan New Zealand. Logika mereka adalah karena lahan kita tidak mencukupi, maka menggunakan lahan orang lain tersebut yang paling masuk akal mereka.

Satu masalah mungkin teratasi yaitu produksi beras dan daging, tetapi yang harus dipikirkan adalah apakah rakyat bisa membeli beras dan daging yang diproduksi di luar negeri tersebut ?. Oh gampang solusinya, masih di berita tersebut – produksi beras dan daging tersebut meskipun secara fisik diproduksi di luar negeri – dianggap produksi dalam negeri , tidak dianggap produk impor – mungkin maksudnya agar bebas pajak impor dlsb. ?

Saya tidak tahu, mungkin saya yang bodoh sehingga sulit memahami logika mereka ini. Kita invest di negeri orang – yang dipakai adalah uang kita, bisa dari pajak kita atau uang tabungan masyarakat kita di bank-bank, untuk memakmurkan negeri orang, memberi lapangan kerja di negeri orang, kemudian produknya kita anggap sebagai produk kita, bebas masuk di negeri kita (tanpa pajak impor ?), produknya akan bersaing head to head dengan semua jerih payah petani di negeri sendiri ?

Siapa yang diuntungkan oleh konsep ini ?, tentu para konglomerat yang bisa menanam padi di Laos dan Myanmar, bisa beternak sapi di Australia dan New Zealand kemudian bebas memasukkan produknya ke Indonesia hanya karena dilabeli produk dalam negeri. Sedangkan mayoritas rakyat negeri ini tentu tidak sampai pikirannya untuk bisa bertani dan beternak di luar negeri tersebut - membayangkannya-pun mungkin tidak !

Ini blunder ekonomi sejenis yang pernah dilakukan Orde Baru dengan program Mobnas-nya. Produk yang diimpor bulat-bulat dari negeri asing, ujug-ujug menjadi produk lokal hanya karena disulap mereknya menjadi merek local.

Kita memang krisis produksi kedelai, daging sapi dan kini bawang putih-bawang merah. Tetapi lantas tidak berarti krisis ini diatasi dengan sepihak hanya pada krisisnya itu sendiri, tanpa berfikir luas tentang kesejahteraan secara keseluruhan rakyat negeri ini – khususnya dalam kontinyuitas ketersediaan lapangan kerja.

Negeri ini juga bukan negeri tanpa harapan sehingga kita harus mencari yang dimiliki oleh orang lain. Tidak usah jauh-jauh, kita bisa belajar dari sukses kita sendiri. Pengamalan kelapa sawit misalnya bisa menjadi rujukan.


Source : Situs DitJenBun - Dep. Pertanian RI
Sawit yang awalnya bukan tanaman asli Indonesia, awalnya didatangkan oleh Belanda dari Afrika Barat hanya empat benih. Kini Indonesia merupakan produsen sawit terbesar dunia dengan produksi lebih dari 20 juta ton. Karena tingkat pertumbuhan produksinya yang mencapai rata-rata 12% per tahun selama 40 tahun terakhir, jauh melebihi rata-rata pertumbuhan penduduk yang hanya 1.8% per tahun pada rentang waktu yang sama – maka Indonesia juga memiliki ekses produksi yang bisa diekspor ke berbagai negara lain yang jumlahnya semakin besar.

Terlepas dari pro kontra tentang sawit ini, bahwa yang mendapat manfaat maksimal juga masih para konglomerat – tetapi ada hal yang layak menjadi pembelajaran bangsa ini. Bahwa ada sumber daya yang cukup, yang bisa lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan juga untuk kepentingan ekspor. Tinggal menggunakan contoh yang sama dengan diperbaiki jenis komoditinya dan struktur kepemilikan usahanya.

Solusi apapun menurut saya intinya kita harus berfikir meng-optimalkan potensi dalam negeri ini, sambil terus mensejahterakan rakyat negeri ini dengan lapangan kerja yang cukup. Bila lapangan kerja cukup, penghasilan cukup – maka insyaallah makanan juga akan terjangkau.

Sebaliknya bila makanan itu dihadirkan dengan memakmurkan negeri lain, menyaingi lapangan kerja sejenis di dalam negeri – apa yang terjadi ?. Ketika beras-beras Laos dan Myanmar tersebut datang, ketika daging-daging sapi Australia dan New Zealand datang – rakyat kita sudah klepek-klepek karena kehilangan pekerjaannya bahkan jauh sebelum kedatangan beras dan sapi asing bermerek lokal tersebut.

Rakyat kita insyaAllah sudah cerdas, maka program Mobnas-pun kandas. Apakan pemerintah beserta para penasihatnya di KEN akan mengulangi kesalahan yang sama ? semoga saja tidak, agar kita semua tetap bisa bekerja dan mampu membeli makanan kita ! InsyaAllah.


Makan Apa Kita Nanti…?

Awalnya kita makan nasi dengan tahu dan tempe, ketika harga kedelai melonjak sebagian kita melirik daging. Tetapi yang baru dilirik inipun melonjak hingga tidak terkejar, maka mayoritas kita back to basic – apa saja dengan keahlian orang Nusantara membuat bumbu-bumbuan – makanan tersebut menjadi enak. Sayangnya bahan utama yang membuat enak seluruh masakan ini – yaitu bawang merah dan bawang putih – ikut-ikutan melonjak pula, betapa repot urusan makanan ini.

Kerepotan itu tercermin dari salah satu berita di halaman utama harian Kompas (15/03/13) yang memuat kegusaran Presiden R.I. atas tiga kementerian yang dianggapnya tidak serius mengatasi masalah-masalah pangan ini.  Beliau-pun langsung menurunkan perintahnya, antara lain : “…segera atasi masalah itu, duduk bersama, bicara dengan daerah, gubernur, bupati, walikota, dan …”.

Saya tentu setuju dengan instruksi presiden tersebut bahwa masalah ini harus segera diatasi dengan duduk bareng, bicara dengan para kepala daerah dlsb. Hanya masalahnya menurut saya ini belum cukup, Mengapa ? saya tidak yakin para kepala daerah bisa banyak berbuat untuk mengatasi problem-problem pangan tersebut.

Pertama mereka sudah disibukkan oleh urusan-urusan daerahnya masing-masing, kedua mereka tidak terlibat langsung dalam kendali supply and demand – dua hal utama yang menentukan harga barang beserta ketersediaannya.

Ini seperti ketika Jokowi belum lama ini menyuratai kepala-kepala daerah sentra sapi untuk minta di-supply 1000 ekor sapi ke Jakarta. Kemudian dia mengeluh di media, kok tidak pada menjawab katanya. Yang salah bukan kepala daerah yang tidak menjawab, tetapi nampaknya Jokowi salah alamat – lagi-lagi kepala daerah tidak terlibat dalam kendali supply sapi !

Lantas siapa yang paling tepat untuk diajak bicara dalam berbagai krisis tersebut sebenarnya ? Yang paling tepat diajak bicara ya pasar itu sendiri. Pasarlah yang bisa mempertemukan supply and demand, kemudian dari sini akan terbentuk harga, transaksi riil dst.

Pertanyaannya adalah siapa yang mewakili pasar ini yang layak diajak bicara untuk mengatasi masalah ?, secara harfiah bisa saja dikumpulkan para pemain inti yang mewakili produsen, distributor, pedagang, konsumen dst.

Namun di jaman teknologi informasi ini, ‘bicara’ juga tidak harus secara harfiah melalui tatap muka terus saling omong – karena omongan bisa berbohong, bisa asal membuat bapak senang (ABS) dlsb. Yang lebih akurat itu adalah biarlah fakta dan data yang berbicara ! Itulah sebabnya mengapa di akhirat nanti bukan mulut kita yang bicara tetapi tangan dan kaki kita yang bicara (QS 36 : 65) – karena tangan dan kaki mengungkap fakta dan data, dia tidak bisa berbohong.

Maka menurut saya di setiap krisis seperti ini, presiden tidak cukup hanya mendengarkan laporan para menterinya. Presiden mesti bisa melihat fakta dan datanya secara langsung, bisa men-drill-down data sampai ke sentra-sentra produksi dan sentra-sentra konsumsi.

Bukan hanya itu, bahkan presiden mestinya bisa mengecek langsung misalnya berapa bawang putih-bawang merah tersedia di gudang-gudang, yang akan dipanen, yang sedang dalam perjalanan di laut dst.

Dengan teknologi informasi yang ada kini, hal-hal tersebut menjadi mudah – semudah kita follow twitter teman-teman atau seleberitis yang kita ingin terus ikuti pergerakannya. Dengan kreatifitas anak-anak muda kita, teknologi semacam twitter, wikipedia, facebook dan sejenisnya bisa dengan mudah didaya gunakan untuk men-generate real time data up-date untuk para pengambil keputusan di segala bidang.

Kalau pemerintah belum punya dan belum merencanakan untuk punya reporting system berbasis social media dan sejenisnya tersebut, maka project wikitani yang dikompetisikan kemarin di Gerai Dinar insyaallah dapat pula membantu.

Bukankah presiden punya tugas lain yang lebih strategis sehingga yang seperti ini harusnya selesai di tingkat para pembantunya ?, itu betul. Tetapi bila para pembantu beliau tahu, bahwa presidennya bisa meng- counter check sampai detil semua laporan mereka – maka para pembantu presiden ini insyaAllah tidak akan membuat laporan yang ABS, semuanya indah di kertas tetapi krisis demi krisis terus berulang.

Lebih dari itu, bila reporting system itu akurat, reliable, bisa membaca trend kebutuhan, trend supply dlsb. maka system ini juga akan berguna untuk mengantisipasi masalah-masalah jauh kedepan.

Solusi atas kelangkaan kedelai, daging, bawang merah dan bawang putih misalnya – jangka panjangnya tidak hanya supply – nya yang dipaksakan teratasi, tetapi juga substitusinya. Substitusi inipun tidak hanya bersifat mengganti kedelai, daging, bawang merah dan bawang putih dengan benda lain yang mirip – tetapi substitusi itu bisa mengubah seluruh pola makan kita.

Agar pencarian ini tidak membuat kita malah tersesat lebih jauh, maka sudah seharusnya proses pencarian itu diawali dengan mencari petunjukNya. Petunjuknya soal makanan itu antara lain ada di ayat : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS 7 :31).

Bila kita mengikuti ayat ini, maka pola makan kita akan berubah dari tiga kali sehari (yang tidak ada dasarnya) menjadi lima kali sehari (yang berdasarkan petunjuk Al-Qur’an) – karena dilakukan setiap pulang dari Masjid. Karena makan itu lima kali, maka makananya bukan yang berat-berat seperti yang kita lakukan selama ini.

Repot sekali ibu-ibu di rumah bila harus menyiapkan makan lima kali sehari dan makanannya adalah sayur lodeh dan sejenisnya. Makanannya harus menjadi simple, tidak perlu penyiapan-penyiapan yang melelahkan, membuang waktu, biaya yang besar dlsb. Maka seperti inilah kurang lebih makanan sehari-hari kita kelak,  sederhana, mudah penyiapannya, terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Bentuk konkritnya seperti apa, itulah yang harus diriset dan dikembangkan oleh seluruh pihak yang terkait. Insyaallah semampu kami, kami juga sedang melakukan riset dan pengembangan ke arah sana, pada waktunya nanti diumumkan. InsyaAllah.


Mobile Computing Revolution…

Awalnya adalah revolusi pertanian yang terjadi sekitar 12,000 tahun lalu, pada revolusi pertama ini yang berubah adalah kehidupan nomaden para pemburu dan pengumpul hasil alam menjadi petani yang menetap pada suatu daerah. Kemudian revolusi industri yang terjadi sekitar 400 tahun terakhir yang mengantarkan kita kehidupan modern abad 20. Di akhir abad 20 sampai kini, kita sedang menyaksikan revolusi baru yaitu Mobile Computing Revolution atau Revolusi Komputasi Bergerak. Apa yang sedang dan akan berubah secara besar kali ini ?


Berawal dari hanya sekedar alat untuk berbicara jarak jauh, telepon mobil yang dulu seberat accu – kini menjadi telpon genggam (handphone) yaitu suatu alat yang paling banyak dimiliki oleh penduduk dunia. Diperkirakan saat ini ada lebih dari 5.3 milyar atau 70 % penduduk dunia yang memiliki telepon genggam.

Dari sekedar untuk menelpon dan kemudian berkirim teks pendek (SMS),  handphone berubah menjadi smartphone yang serba bisa. Dari mengakses web, mengirim data, email sampai video streaming dlsb.

Saat ini  smarphone-pun sedang dalam proses perubahan ke arah apa yang disebut applications phones atau app-phones. Generasi app-phones sejatinya adalah computer dalam skala penuh, dia bisa menjalankan seluruh fungsi computer layaknya computer Anda yang ada di kantor atau di rumah.

Bukan hanya sekedar meng-akses email, web dan sejenisnya. Dia bisa menjalankan sepenuhnya seluruh aplikasi perkantoran, aplikasi komersial, business process, CRM dan segala aplikasi yang diperlukan untuk menjalankan dunia usaha Anda.

Sebagaimana revolusi pada umumnya, dia melahirkan pemenang yang kemudian memimpin dunia pasca revolusi – tetapi juga membawa korban yang tergusur oleh revolusi. Pemenangnya adalah yang proaktif terlibat dalam menyongsong revolusi dan ikut menentukan arah perubahan, sedangkan korbannya adalah yang pasif menyaksikan perubahan tetapi tidak berbuat sesuatu.

Dua di antara yang sedang berubah secara besar dalam proses revolusi ini adalah beralihnya produk dan layanan fisik menjadi menjadi layanan software yang menggantikannya, dan business process yang tidak lagi terkendala ruang dan waktu.

Contoh pertama adalah di industri musik dan hiburan pada umumnya. Belum hilang dari ingatan kita karena masih tersisa di masyarakat yaitu musik yang direkam dalam bentuk CD. Harganya cukup mahal dan untuk memutarnya-pun menggunakan alat pemutar CD yang dibeli terpisah. Harga CD-CD fisik ini mahal karena perlu didistribusikan sampai jarak yang sangat jauh sehingga menimbulkan ongkos transportasi, biaya untuk outlet, upah karyawan dlsb.

Era CD itu kini bisa kita saksikan sedang berganti, tidak lagi diperlukan CD fisik lengkap dengan jaringan distribusinya. Sebuah lagu cukup dihasilkan dalam bentuk MP3, ditaruh dalam sebuah server – maka seluruh dunia bisa men-dowload-nya. Untuk memainkannya-pun tidak lagi perlu alat khusus, karena rata-rata handphone bisa memainkannya dengan sangat bagus.

Bersamaan dengan berubahnya rekaman CD fisik ke MP3 yang di download, korban-korban revolusi itu berjatuhan. Mulai dari perusahaan rekaman, produsen CD, outlet-outlet CD fisik sampai karyawan-karyawan yang dahulu bekerja pada industri ini.

Contoh kedua adalah apa yang saya alami sendiri. Sudah lima tahun ini kantor saya adalah sebuah handphone standar – yang rata-rata saya ganti setiap dua tahun, bukan karena rusak tetapi setelah dua tahun handphone tersebut obsolete (ketinggalan jaman) dan ada yang lebih baru , lebih murah dan lebih canggih.

Melalui handphone yang semakin canggih ini, seluruh business process yang saya jalankan menjadi tidak terkendala ruang dan waktu. Bukan sekedar membaca sms, email, web dan sejenisnya. Dengan handphone yang ada di pasaran kini, kita sudah bisa menjalankan seluruh aplikasi business yang saya jalankan. Mulai dari otorisasi transaski bank, memantau dashboard dari Balanced Scorecard System , pengelolaan CRM (Customer Relationship Management) dlsb.

Dengan kantor yang tidak terkendala ruang dan waktu, efisiensi menjadi luar biasa. Saya tidak perlu kantor di pusat kota, tidak perlu pakai jas dan dasi bila bekerja, tidak perlu riwa-riwi terjebak di tengah kemacetan kota dan segala biaya tinggi lainnya. Sementara itu client base dan stake holder usaha saya bisa menghubungi saya dari mana saja dan kapan saja 24/7/365.

Selain masalah efisiensi dan peningkatan produktifitas, berbagai peluang baru lahir dengan hadirnya komputasi bergerak ini. Ingat Project O-JEX yang dilombakan pengembangannya di situs gerai dinar  lima bulan lalu ?, project untuk mengatasi kemacetan Jakarta ini direspon oleh sebuah team yang luar biasa – sekumpulan anak muda lulusan terbaik dari perguruan tinggi terbaik.

Insyaallah hasilnya akan bisa dites sebelum Jokowi memberlakukan solusi ganjil-genap untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Saat itu Anda bisa menggunakan solusi O-JEX ini untuk berbagi kendaraan dengan orang lain yang nomornya berbeda dengan Anda dlsb.

Revolusi Komputasi Bergerak bisa menjadi solusi yang out of the box bagi apapun usaha Anda, tetapi Anda harus bergerak dahulu sebelum pesaing Anda. Di dalam era teknologi yang berubah sangat cepat ini ini up-to-date saja tidak cukup, Anda harus bisa up-to-tomorrow !.

Untuk bisa up-to-tomorrow atau mendahului jamannya, Anda barangkali perlu team yang bisa menjadi mitra Anda untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Salah satunya adalah yang lolos seleksi saya dan saya serahi untuk mengembangkan Project O-JEX tersebut di atas. Profile team ini dapat Anda lihat di situs resmi mereka di www.badr-interactive.com. Team yang secara khusus mengembangkan solusi Location-Based Marketing ini, insyaAllah bisa pula berkontribusi positif pada usaha apa saja yang Anda miliki - sejauh usaha Anda membutuhkan solusi kreatif untuk pemasaran berbasis teknologi.

Siapa tahu Anda atau Usaha Anda yang akan memimpin dunia usaha pasca revolusi yang satu ini. InsyaAllah !.


Senin, 11 Maret 2013

Melawan Kebatilan Yang Terorganisir…

Ungkapan bahwa “…kebatilan yang terorganisir rapi akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir…” itu nampaknya termanifestasi dalam penguasaan ekonomi dunia. Umat yang memiliki konsep ekonomi syariah ini belum banyak bisa mewarnai ekonomi negeri ini apalagi ekonomi dunia. Sementara itu dengan keserakahannya dan dengan diam-diam zionis Yahudi terus mencengkeram ekonomi dunia sampai negeri ini. Pertanyannya adalah bagaimana mereka melakukannya ? dan bagaimana pula kita akan melawannya 

Luasnya produk-produk zionis Yahudi yang ada di sekitar kita itu dengan mudah Anda dapatkan list-nya dengan search di google terus gunakan kata pencarian “boikot produk Israel” atau “boikot produk Yahudi”. Maka akan sangat banyak yang muncul – sampai saya tidak merasa perlu menyebutkan satu per satu di tulisan ini, saking banyaknya.

Sebelum kita bisa meninggalkan produk mereka yang satu, bermunculan berbagai produk yang lain yang bahkan kita tidak sadar ketika menggunakannya. Walhasil bukan hanya kita akan terus tercengkeram oleh penguasaan ekonomi mereka, tetapi bisa jadi akan semakin intens – bila kita tidak menyadari apa yang sedang mereka lakukan dan bila kita tidak berbuat sesuatu untuk minimal mencukupi kebutuhan diri kita sendiri dahulu.

Bahwasanya mereka menguasai ekonomi dunia - seperti ungkapan tersebut di atas, karena mereka memang melakukan sejumlah hal yang tidak atau belum kita lakukan. Ini antara lain tercermin dalam setidaknya tiga hal berikut :

Pertama tentang akses permodalan. Keseriusan zionis Israel untuk menguasai ekonomi dunia antara lain dilakukan melalui negara yang memberi akses modal bagi usaha-usaha baru dengan rasio sampai 1 : 1. Artinya bila pengusaha warga negeri itu menyiapkan investasi US$ 1 juta untuk usahanya, negara bisa menambah modalnya sampai US$ 1 juta juga. Program yang dalam bahasa Ibrani disebut Yozma yang berarti inisitatif ini, berhasil melonjakkan jumlah pengusaha-penguaha baru di Israel yang kemudian mereka merambah dunia.

Di bursa saham Amerika  NASDAQ saja zionis Israel memiliki jumlah perusahaan yang terdaftar lebih banyak ketimbang seluruh perusahaan dunia (diluar Amerika sendiri) bila digabungkan – termasuk seluruh perusahaan dari negeri-negeri inovatif seperti Singapore, Korea Selatan, Jepang, China dlsb.

Dengan begitu banyaknya perusahaan mereka yang listed di bursa-bursa saham dunia secara langsung maupun tidak langsung mereka juga mengusai akses capital dunia. Jangan lupa juga bahwa bank-bank besar dunia telah lebih dahulu berada pada genggaman tangan mereka.

Salah satu cara untuk memahami keperkasaan akses capital zionis ini antara lain dapat dilakukan dengan melihat tingkat per capita venture capital investment  di negara tersebut yang saat ini berada di sekitar 2.5 lebih besar dari Amerika, 30 kali lebih besar dari Eropa, 80 kali lebih besar dari China dan 350 kali lebih besar dari India.

Kedua setelah akses permodalan dunia mereka kuasai, mereka dengan leluasa membelanjakannya juga untuk kepentingan mereka. Dengan akses capital ini zionis Israel mampu membiayai R & D dalam skala yang sangat besar. Civilian R & D mereka yang berada pada angka 4.5 % dari GDP merupakan yang tertinggi di dunia.

Yang ketiga adalah karena seluruh penduduk zionis Israel terkena wajib militer, maka seluruh pengusaha-pengusaha negeri itu memiliki latar belakang militer yang kuat. Ini membuat mereka membawa disiplin tinggi dan militansi a la militer kedalam usahanya. Latar belakang militer ini juga membuat para pengusaha mereka tahan banting, ketika ada di antara mereka yang gagal - bukan dijauhi atau masuk kotak – tetapi menjadi kajian untuk membangun keberhasilan berikutnya.

Dengan kelebihan-kelebihan mereka ini lantas tidak berarti kita akan meniru atau berguru pada mereka untuk membangun keberhasilan kita. Justru sebaliknya untuk meyadarkan kita bahwa kita mestinya bisa lebih baik. Ajaran agama kita yang dibawa oleh Nabi akhir zaman adalah menyempurnakan ajaran yang dibawakan oleh seluruh nabi-nabi sebelumnya, ajaran agama kita meluruskan apa-apa yang dibelokkan oleh rabi-rabi mereka.

Umat ini justru insyaAllah akan unggul ketika kita tidak mengikuti cara mereka, karena kalau mengikuti cara-cara mereka otomatis kita akan tetap di belakang mereka – dan bahkan mungkin akan semakin jauh ketinggalan berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas.

Dalam hal stimulator modal dari pemerintah misalnya, pemerintah kita tidak akan mampu memberi (calon) pengusaha negeri ini modal sebesar modal yang dikumpulkan sendiri oleh (calon) pengusaha yang bersangkutan – seperti dalam program Yozma mereka. Berebut di pasar modal dunia-pun jelas kita ketinggalan jauh, lha wong negeri-negeri lain yang jauh lebih maju dari kita saja ketinggalan jauh kok sama mereka !

Jadi untuk akses permodalan misalnya, kita memang harus punya solusi sendiri yang jitu – yang out of the box, yang kita gali dari prinsip-prinsip ajaran agama kita ini – maka dengan ini insyaallah kita akan unggul – karena kita akan melompat di depan mereka, bukan mengikuti di belakang mereka !

Untuk R & D lain lagi, kita memang tidak atau belum memiliki sumber-sumber dana sebesar yang mereka miliki – tetapi kita memiliki sumber lain yaitu “… petunjuk dan penjelasannya…” (QS 2 :185) , “…jawaban atas segala hal…” (QS 16 : 89) – yang tentu saja tidak terhitung nilainya.

Maka yang diperlukan kemudian adalah bagaimana kita bisa mengorganisir diri secara rapi – berjama’ah membangun kekuatan ekonomi kita bersama. Bila kebenaran ini berhasil kita kelola secara lebih baik dari mereka mengelola kebatilan – maka insyaAllah janji Allah bahwa “…kamulah yang tertinggi…” (QS 3 : 139) itu akan terwujud.

Bentuk konkritnya seperti apa ?, itulah yang dari waktu ke waktu kita ingin wujudkan melalui berbagai program yang kita gagas di situs ini sejak lima tahun terakhir. Belum bisa dikatakan berhasil, tetapi insyaAllah kita juga tidak pernah menyerah. Amin.