Laman

Selasa, 09 November 2010

Tips ke Toko Elektronik

Tips ke  Toko Elektronik

Berikut tip untuk memperoleh barang elektronik yang sesuai keinginan.
1. Cari informasi sebanyak-banyaknya dari sisi buruk dan baiknya produk yang akan anda beli di toko elektronik, karna dengan begitu anda tidak akan menyesal apabila ada fitur yang tidak anda sukai.
2.Cobalah perangkat elektronik tersebut sebelum memutuskan untuk membelinya.
3.Pilihlah tempat / toko elektronik yang menyediakan aneka produk agar anda bisa membandingkan produk satu dengan yang lainnya.
4.Pilihlah produk yang memfasilitasi garansi produk langsung dari merk bersangkutan. Karena dengan garansi anda akan tenang akan rusaknya alat tersebut.
5. Ajak teman anda ke toko elektronik terutama yang mengerti produk tersebut untuk membantu anda dalam memilih produk yang baik.Dengan begitu anda tidak akan bimbang dalam memilih.
6. Usahakan jangan terbuai oleh iklan obralan .
7. Pilihlah toko elektronik yang terpercaya,dan aman untuk bertransaksi

Kamis, 04 November 2010

Peluang & resiko bisnis pendidikan


Bisnis pendidikan adalah bisnis yang paling menguntungkan

Pendidikan, sebagaimana konsultan, sebagaimana arsitek adalah usaha berbasis jasa. Tidak ada produk yang dihasilkan, jualannya adalah konsep, oret-oretan, saran dll dkk yang pada tingkat-tingkat tertentu terlihat sangat abstrak. Misalnya konsultan untuk strategi pemasaran, hasil oret-oretan mengenai bagaimana seharusnya perusahaan menjual barang bisa dihargai sangat mahal. Tapi bagaimana dengan dampaknya, apakah sebanding? bagaimana pengendalian mutunya? pada prakteknya hal ini sangat sulit untuk diukur.
Kemarin sewaktu pulang ke Cirebon, ada beberapa institusi pendidikan disekitar rumah, salah satunya adalah Yasmi (Yayasan Martha Indonesia) disekolah ini terdapat Akpar (Akademi Pariwisata), Akbank (Akademi Perbankan) dan D1, D2 Ekonomi. Agak miris melihat kondisi kampus yang sepi, mahasiswa yang tahun ini bisa belasan orang, tahun sebelumnya tidak ada, tahun depan tidak tentu ini.
Herannya, dengan kondisi dan kualitas pendidikan seperti ini, bisnis pendidikan tetap lancar. Tetap membuka penerimaan baru, tentunya dengan janji-janji lulusannya dimana.
Apr 12, '07 5:15 PM
by Ahmad for everyone
AHMAD GIBSON AL-BUSTOMI

SECARA teoretis tidak bisa disangkal bahwa biaya pendidikan atau penyelengaraan pendidikan sangatlah tinggi. Asumsi ini paling tidak hidup di benak kalangan profesional dan para ahli pendidikan. Semakin tinggi biaya pendidikan, semakin tinggi kualitas pendidikan.

Sepertinya asumsi ini perlu dipertanyakan ulang. Mungkin benar bahwa semakin tinggi biaya pendidikan semakin tinggi pula kualitas pendidikan, akan tetapi sulit dan mahalkah pendirian lembaga pendidikan? Pertanyaan itu pernah terlontar dalam sebuah obrolan sambil lalu yang tiba-tiba menjadi sangat serius. Seorang teman jebolan perguruan tinggi luar negeri menceritakan mahal dan rumitnya penyelenggaraan lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan tinggi. Yang lain mengungkap sejumlah sarat, prasarat, serta sarana yang mesti disediakan, secara teoretis tentunya. Pokoknya penyelenggaraan pendidikan tinggi bukan sesuatu yang bisa dilakukan sambil lalu.

Di tengan pembicaraan yang serius tersebut, tiba-tiba salah seorang teman tertawa terbahak-bahak. Ia bilang bahwa mendirikan lembaga pendidikan itu murah dan mudah. Cukup mempunyai yayasan dan beberapa lokal kelas. Bahkah, bila membangun lokal kelas masih dianggap terlalu mahal dan tidak ada dananya, bisa nebeng (ngontrak, sewa) lokal kelas dari sekolah yang ada. Kurikulum dan tetek bengek konsep sistem pendidikan yang akan didirikan tinggal menjiplak dari lembaga pendidikan yang telah berdiri. Praktis, mudah dan murah! Tidak perlu survei atau studi kelayakan segala macam. Mendirikan TK, sekolah dasar, sekolah menengah maupun perguruan tinggi, sama saja. Perbedaannya tidak seberapa! Urusan kualitas? Siapa yang peduli dengan kualitas, toh orang hanya peduli dengan ijazah! Dari pada ijazah palsu, mendingan ijazah yang asli kalau pun dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang bangunannya ngontrak!

Betulkah sedemikian murahnya mendirikan lembaga pendidikan? Ketika itu obrolan menjadi simpang-siur antara persolan penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan bisnis pendidikan. Selama ini, wacana tentang bisnis pendidikan selalu dianggap tabu. Bahkan, tidak lama berselang, demo antibisnis pendidikan, bersamaan dengan itu media massa menyorot tajam persoalan tersebut yang didasarkan pada sejumlah indikasi. Yaitu tingginya biaya pendidikan yang disebabkan pengurangan subsidi pendidikan sebagai konsekuensi dari realisasi otonomi pendidikan.

Kini, dengan diterapkannya kebijakan otonomi pendidikan, yang semakin diperkecil dan akhirnya ditiadakannya dana (subsidi) pendidikan, secara konsekuensional bisnis pendidikan menjadi isu yang mengemuka dengan sendirinya. Dengan kata lain, pergeseran lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial non-profit (nirlaba) menjadi lembaga yang mau tidak mau harus mempertimbangkan kemungkinan profit yang lebih besar. Bila tidak, ia akan mati dengan sendirinya, karena tidak bisa membiayai aktivitas pendidikannya. Persoalan ini, pada akhirnya bukan hanya berlaku bagi lembaga pendidikan swasta akan tetapi juga lembaga pendidikan negeri. Atau lebih tepatnya tidak ada lagi lemabaga pendiidkan (sekolah) negeri atau pun swasta.

Bisnis pendidikan, persoalan itu yang kemudian mencuat ke permukaan. Etiskah bicara dan menyelenggarakan bisnis pendidikan dalam keterpurukan bangsa ini. Atau lebih substansial lagi, etiskah bicara dan menyelenggarakan bisnis pendidikan? Atau, apakah aktivitas penyelenggaraan pendidikan layak dianggap sebagai barang jasa yang memiliki nilai ekonomi tinggi?

Bila pendirian lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan pendidikan dengan tanpa memiliki lembaga usaha yang menopang pembiayaan penyelenggaraan pendidikan tersebut, atau bahkan lembaga pendidikan itu sendirilah yang menjadi penopang dana yayasan tersebut, mana bisa kita menyebut bahwa dasar pendirian lembaga pendidikan bahkan pendirian yayasan tersebut sama sekali bersifat nirlaba, bukan bisnis.

Dengan kata lain, lembaga pendidikan tersebut bukan didirikan dan diselenggarakan sebagai dimensi sosial dari suatu perusahaan besar, melainkan lembaga pendidikan itu merupakan perusahaan itu sendiri. Dengan kata lain, pendirian lembaga pendidikan benar-benar didasarkan pada orientasi bisnis. Lebih tegas lagi, boleh disebutkan bahwa ada kemungkinan pendirian yayasan pendidikan tidak lebih sekadar kedok untuk mendirikan bisnis pendidikan. Kedok etik dan menghindari besarnya pajak yang harus dikeluarkan.

Ratusan ribu lebih lembaga pendidikan di Indonesia, dari mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi, namun berapa persenkah (bila ada) dari lembaga pendidikan itu didirikan sebagai "kerja" yayasan yang ditopang oleh perusahan besar? Katakan seperti funding (yayasan) yang didirikan oleh perusahaan raksasa. Maka wajar kalau pun ada, yayasan pendidikan yang benar-benar murni nirlaba, karena ia tidak memiliki sumber dana yang memadai, lembaga tersebut dengan terpaksa berjalan tertatih-tatih hidup dengan dana yang sangat minim dari SPP, atau sumbangan lain yang tidak tentu dan tidak seberapa.

Yayasan pendidikan seperti ini terlahir dari keprihatinan komunitas kecil yang didorong karena tidak ada atau minimnya sekolah di daerahnya. Atau, keprihatinan terhadap sistem pendidikan nasional yang tergambar dari kurikulumnya, yang meraka anggap terlalu barat dan tidak memanusiakan. Yayasan seperti ini biasanya didirkan oleh komunitas majelis taklim atau pesantren yang berada daerah, atau kota-kota kecil. Bukan bisnis.

Dengan demikian, kesadaran nilai penting dan vitalnya institusi dan sarana pendidikan bukan hanya sekadar disadari oleh masyarakat Indonesia, bahkan mereka ikut serta secara aktif menyelenggarakan lembaga pendidikan, yang kadang tanpa mempertimbangkan kelayakan dan standar "formal" pendidikan yang didirikannya. Hal tersebut bisa dimaklumi, karena pendirian lembaga pendidikan yang mereka lakukan lebih didasarkan pada kesadaran moral belaka, bukan didasarkan pada profesonalisme.

Bila menjamurnya penyelenggaraan pendidikan yang didasarkan pada orientasi bisnis, apalagi kecenderungan tersebut diperkuat oleh adanya gerakan otonomi lembaga pendidikan di mana setiap lembaga pendidikan (termasuk lembaga pendidikan negeri) dituntut untuk menghidupi dan membiayai diri sendiri, maka bisnis di sektor pendidikan bukan lagi merupakan sesuatu yang mesti dianggap tabu dan tidak etis.

Persoalannya bagaimana kode etik dan prinsip-prinsip bisnis di sektor pendidikan ini dirumuskan, sehingga tidak mengabaikan kualitas pendidikan. Bahkan, bagaimana logika bisnis sektor pendidikan ini dirumuskan di atas prinsip, penyelenggaraan pendidikan dengan biaya serendah-rendahnya dengan kualitas setinggi-tingginya, dan bukan sebaliknya.

Secara umum pengelola lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan negeri yang tidak memiliki pengalaman mencari, mengolah dan mengelola dana secara mandiri, benar-benar kelimpungan. Di satu sisi mereka membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk bisa survive, di sisi lain mereka berhadapan dengan beban etik dan fakta bahwa mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman bisnis dan memasarkan lembaga pendidikannya.

Fenomena bisnis di sektor pendidikan pada akhirnya harus dilihat sebagai sebuah kemungkinan dan kesempatan yang positif, baik dari sisi praktis maupun sisi pengembangan khasanah teori-teori dan bidang ilmu pendidikan. Pada sisi praktis, bisnis ini memungkinkan lahirnya lapangan kerja yang profesional, baik pada bidang manajemen pendidikan, ekonomi pendidikan, pemasaran dan advertising dan lain sebagainya, serta akan meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk survive.

Dan secara akademik lahirnya cabang ilmu pengatahuan yang baru, yang berkenaan dengan kepentingan praktis tersebut menjadi mutlak adanya.
Dan untuk itu, diperlukan suatu kajian yang spesifik dalam bidang tersebut, dan bukan mustahil untuk didirikannya progran studi yang relevan. Dengan adanya komunitas profesional dalam bidang tersebut, maka lahirnya kecenderungan dan tuntutan bisnis atau wirausaha dalam sektor pendidikan sedikit banyaknya bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dan profesional.

Dengan demikian perguruan tinggi dan fakultas pendidikan memungkinkan untuk melebarkan sayapnya ke wilayah yang lebih luas. Bukan hanya berkisar pada persoalan proses, sarana dan metode pendidikan serta persoalan konvensional lainya, akan tetapi juga bisa berbicara pada wilayah yang lebih luas dan menjanjikan. Studi di fakultas atau perguruan tinggi bidang pendidikan bukan hanya sebatas untuk menjadi guru atau ahli dalam bidang pendidikan (dalam pengertian konvensional), akan tetapi juga menjadi ahli ekonomi, bisnis dan manajemen pendidikan yang memiliki peluang dan keahlian untuk membangun suatu industri pendidikan yang memiliki peluang ekonomi yang lebih menjanjikan.

Civitas akademika sebuah lembaga pendidikan yang selama ini sering dipandang sebagai insan pengabdi (komunitas dan masyarakat Umar Bakri) yang dianggap berseberangan dengan kepentingan-kepentingan untuk meningkatkan taraf ekonomi yang layak, bukan mustahil mampu menyejajarkan dengan komunitas wirausahawan (pelaku bisnis). Dengan meningkatnya taraf hidup mereka, "barangkali" bisa diharapkan pengabdian dan profesionalisme Umar Bakri ini meningkat karena mereka bisa lebih concern dengan profesinya, tidak perlu mencari tambahan dari kiri dan kanan. Insya Allah.***



Mendefinisikan Perguruan Tinggi Idaman

Mendefinisikan perguruan tinggi idaman, rangkaian kata yang terlintas tidak jauh dari kelulusan Sekolah menengah atas. Kata itu juga pernah terlintas dalam pikiran saya ketika menginjak bangku kelas 3 SMA dulu, dan juga kata itu sering disebut oleh teman-teman SMA ketika menginjak kelas 3, apalagi ketika sudah mendekati kelulusan. Begitupun siswa sekarang ketika mendekati ujian kelulusan pasti banyak terlintas tentang prguruan tinggi terbaik.

Siswa yang lulus dari SMA masih bayak yang bingung untuk memilih kemana setelah lulus nanti, langsung mencari kerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi. Berbicara memilih perguruan tinggipun masih banyak yang bingung harus memilih kemana, memilih jurusan apa yang cocok dan baik pada universitas idaman nanti.

Siswa yang lulus dari SMA dan sederajat yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta idaman haruslah mempertimbangkan dengan matang.Perguruan tinggi memiliki materi dan sistem pembelajaran yang berbeda, sehingga dalam memilih jurusan kuliah pun harus mempertimbangkan berbagai hal.

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan para siswa yang telah lulus SMA dalam memilih perguruan tinggi favorit Indonesia. Sebelum memilih perguruan tinggi terbaik, carilah informasi sebanyak mungkin tentang gambaran dari berbagai macam perguruan tinggi negeri favorit Indonesia maupun perguruan tinggi swasta favorit Indonesia, misalnya Universitas Islam Indonesia. Informasi itu cukup mudah diperoleh, misalnya : teman,saudara,tetangga,brosur,internet dan lain-lain. Dengan mencari informasi yang banyak bisa lebih mudah dalam memilih perguruan tinggi dan jurusan yang tepat bagi siswa. Setelah mendapatkan informasi tentang perguruan tinggi , barulah siswa menentukan perguruan tinggi idaman yang akan dijalani,tetapi tetap mempertimbangkan berbagai hal, diantaranya:
  1. Ukur kemampuan, dengan mengukur kemampuan diri siswa tidak akan salah memilih untuk menempati perguruan tinggi idaman dan tidak akan menyesal di kemudian.
  2. Minat,Bakat dan Cita-cita, dalam memilih jurusan di perguruan tinggi idaman sesuaikan bakat, minat dan cita-cita yang menuju profesi atau pekerjaan yang diinginkan.
  3. Tempat dan Biaya, pertimbangkan dalam memilih perguruan tinggi idaman dengan melihat kemampuan ekonomi masing-masing. Janganlah memaksakan diri dalam memilih perguruan tinggi idaman yang biaya kuliah tidak sesuai dengan kemampuan, karena nantinya bisa beresiko putus ditengah jalan. Dan pilihlah tempat perguruan tinggi yang juga tidak memberatkan ketika kuliah nanti, pilih kota yang biaya hidup rendah atau sesuai dengan kemampuan, kalau perlu pilih yang lebih dekat dengan tempat tinggal
  4. Profesi atau Pekerjaan, dalam memilih perguruan tinggi idaman haruslah melihat kedepan setelah lulus nanti, apakah jurusan dan perguruan tinggi tersebut bisa mendukung untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Walaupun latar belakang jurusan maupun perguruan tinggi tidak mutlak mempengaruhi dalam memperoleh pekerjaan, namun bisa juga menjadi bahan pertimbangan, karena para alumni yang sudah sukses akan mempertimbangkan juga kepada juniornya dalam memilih karyawan baru.
Dengan mempertimbangkan beberapa hal diatas, mungkin bisa dijadikan referensi dalam memilih perguruan tinggi idaman, sehingga siswa tidak salah dalam mendefinisikan perguruan tinggi idaman dan bisa tepat dalam memilih perguruan tinggi nanti.

Artikel By Hobi Bisnis untuk Lomba Blog UII




STIE-Bisnis Indonesia
Terimakasih anda telah mempertimbangkan STIE-Bisnis Indonesia sebagai salah satu tujuan pendidikan tinggi Anda. Dengan belajar di STIE-Bisnis Indonesia, Anda akan menjadi bagian dari sistem pendidikan yang dinamis, dan berwawasan global, sesuai dengan visi dan misi kami yaitu “Menjadi Sekolah Tinggi Bisnis bertaraf nasional dan international dalam lingkup ASEAN, serta menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang bisnis secara ilmiah dan professional untuk memenuhi kebutuhan dunia bisnis dalam lingkup nasional dan international.

Didukung oleh tenaga pengajar yang professional dan kompeten di bidangnya, serta didukung oleh fasilitas perkuliahan yang lengkap dan nyaman, seperti lab.komputer, fasilitas internet, perpustakaan dan lain-lain, serta kurikulum yang dirancang sesuai dengan kondisi real di dunia kerja, maka STIE-Bisnis Indonesia sebagai institusi pendidikan siap untuk menghasilkan dan mengembangkan lulusannya sebagai sosok eksekutif perusahan maupun pelaku bisnis yang mampu menghadapi kompleksitas perubahan ditingkat nasional, regional, maupun global. Yang sesuai dengan motto : “STIE-Bisnis Indonesia for Your Better and Brighter Future”

STIE-Bisnis Indonesia berkomitmen dalam pengembangan dan penyusunan program perkuliahan, yang didesain untuk mengakomodasi kebutuhan nyata dunia bisnis yaitu metode analisa dan keterampilan manajerial untuk melakukan analisa, identifikasi dan pemecahan masalah bisnis serta pengembangan sikap mandiri dan kemampuan kerjasama sehingga lulusannya mampu mengaplikasikan ilmunya ditempat kerja maupun berwira-usaha.

Selain itu STIE-Bisnis Indonesia juga memiliki LPPM dan Research Center serta Lembaga Penerbit yang secara rutin menerbitkan Jurnal Ilmiah yang sangat membantu mahasiswa dalam mengikuti program perkuliahan.

Kami berharap Anda mempertimbangkan untuk bergabung dengan Institusi STIE-Bisnis Indonesia dan merasakan atmosfir dan lingkungan kuliah di kampus kami yang dinamis dan inovatif dan menikmati fasilitas perkuliahan yang kami tawarkan.

Bisnis Perguruan Tinggi Kelas Dunia

Informasi tentang perguruan tinggi di Indonesia yang masuk perguruan tinggi kelas dunia seperti ITB, UI dan UGM cukup membesarkan hati. Walau masih berkutat pada ranking ratusan tapi ini menjadi modal dasar motivasi untuk bisa menjadi perguruan yang lebih baik di dunia. Ranking 90-an sudah dicapai ITB untuk kategori perguruan tinggi bidang IT dan rekayasa. Ini tentu sangat membanggakan.
Secara keseluruhan, ranking perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari daftar ranking dunia. Ini artinya kualitas perguruan tinggi di Indonesia belum merata. Tapi ada fenomena menarik dari dikeluarkannya daftar ranking perguruan tinggi di dunia dari berbagai lembaga survei dengan bermacam-macam cara penilaian. Sah-sah saja mereka melakukan ini, tapi apakah kita semua sadar dan paham bahwa maksud dari perankingan ini sebenarnya tidak jauh dari kata bisnis.
Iya, bisnis perguruan tinggi kelas dunia. Tanpa kita sadari, masyarakat dunia digiring pada persepsi bagaimana memilih perguruan tinggi kelas dunia. Ini tentu saja sangat menguntungkan perguruan tinggi yang masuk ranking dunia, apalagi bagi perguruan tinggi papan atas. Oleh sebab itu dari sisi bisnis, pemerintah Indonesia khususnya mesti termotivasi dengan adanya sistem perankingan ini. Ini terkait dengan anggaran pendidikan. Semakin tinggi anggaran pendidikan bagi perguruan tinggi di Indonesia maka semakin besar tercipta perguruan tinggi kelas dunia.
Rencana kenaikan anggaran pendidikan mulai anggaran tahun 2009 menjadi 20% akan menjadi titik awal untuk ‘merekrut’ perguruan tinggi selain ITB, UI dan UGM untuk segera berbenah diri. Berbenah di segala lini aktifitas akademik sehingga kualitas perguruan tinggi bersangkutan akan dicap berkualitas kelas dunia. Jika perlu, DIKNAS membentuk komisi pendidikan nasional yang bertugas untuk membuat ‘road map’ perguruan tinggi kelas dunia. Ada target-target terukur sehingga suatu perguruan tinggi dapat mencapai kualitas kelas dunia.
Semakin banyak perguruan tinggi kelas dunia bermunculan di Indonesia akan menjadikan bisnis pendidikan di Indonesia bahkan di Asia Tenggara (minimal) semakin bergairah. Menggairahkan masyarakat Asia Tenggara untuk berbondong-bondong ke Indonesia mencari perguruan tinggi kualitas kelas dunia. Kenapa tidak? Ini sangat mungkin terjadi! Jadikan pencapaian perguruan tinggi kelas dunia sebagai ajang kompetisi antar perguruan tinggi di Indonesia. Tentu kompetisi yang positif dan membangun. Tentu sangat diharapkan semua ini bisa terjadi.
Hampir setiap tahunnya, antara bulan Juli sampai dengan September, setiap mahasiswa baru sebuah perguruan tinggi, akan memulai kehidupan barunya di dalam dunia kampus, yang tentunya sedikit banyak akan berbeda dengan masa-masa sekolah yang telah dijalaninya. Dimulai dari adanya acara pengenalan kampus, yang terkadang dibumbui dengan acara yang sedikit berbau “penggojlogkan” (semoga katanya benar), kemudian dilanjutkan dengan pengenalan sistem perkuliahan dan sebagainya.
Sebelum memasuki dunia kampus, para mahasiswa baru tersebut tentunya memilih salah satu kampus yang akan dimasukinya dari sekian ratus bahkan ribu perguruan tinggi yang ada, dengan berbagai macam alasan pula. Ada yang memilihi berdasarkan kualitas, jurusan yang diminati, pilihan orang tua, ikut-ikut teman, citra / nama besar perguruan tinggi tersebut, bahkan ada yang memilih dikarenakan gedungnya yang bagus. Bermacam-macam sekali alasan yang dikemukakan oleh para calon mahasiswa baru tersebut, yang terkadang sering membuat kita tersenyum.
Adakah Jaminan kesuksesan di Perguraun Tinggi
Dari sisi perguruan tinggi pun, hampir sama. Mereka berlomba-lomba mencoba untuk menawarkan apa yang menjadi program dan keunggulan yang mereka miliki, kepada para calon mahasiswa. Mereka sudah terlihat seperti seorang pebisnis yang menjual apa yang menjadi produk mereka kepada calon mahasiswa. Terutama bagi sebuah perguruan tinggi baru atau sebuah perguruan tinggi yang ingin melebarkan sayapnya, mereka mengeluarkan banyak pengeluaran pemasaran demi mendapatkan para mahasiswa baru. Sudah bukan rahasia umum lagi, jika perguruan tinggi pun sudah menjadi ajang bisnis baru bagi perekonomian global.
Salah satu hal penting yang sering di jadikan faktor dalam memilih perguruan tinggi adalah apa yang saya dapatkan di perguruan tinggi dan bagaimana setelah saya lulus ? Sehingga tidak salah, banyak perguruan tinggi yang menjanjikan “sesuatu” seperti jaminan kerja bahkan jaminan kesuksesan setelah lulus dari perguruan tingginya itu. Namun kesuksesan seperti apakah yang ditawarkan ? Definisi sukses saja terkadang, tiap orang memandangnya dengan tidak sama. Bagaimana sebuah perguruan tinggi bisa menjamin kesuksesan dari setiap orang ?
Sekolah ataupun sebuah perguruan tinggi memang sudah menjadi ajang bisnis. Namun pendidikan bukanlah sekedar ajang bisnis biasa, namun merupakan ajang salah satu pencapaian cita-cita dari mahasiswanya sendiri. Mengapa mereka kuliah ? Tentu bukan sekedar ajang menimba ilmu, namun merupakan salah satu cara yang mereka anggap sebagai salah satu kunci kesuksesan. Sangatlah bahaya, apabila ternyata sebuah perguruan tinggi tersebut ternyata tidak mampu memberikan apa yang menjadi keinginan maupun cita-cita dari mahasiswanya. Kalau sebuah barang, ada isitilah garansi dengan menukarnya dengan barang baru lainnya, nah bagaimana dengan perkuliahan ? Kalau hanya sekedar membalikkan biaya yang telah dikeluarkan tentu bisa, namun apakah sebuah perguruan tinggi bisa mengganti waktu yang telah ditempuh oleh mahasiswanya ?
Sebuah perguruan tinggi yang besar dan punya nama mentereng pun, tidak bisa menjamin bahwa mahasiswanya akan sukses. Mengapa ? Bagaimana dia bisa memantau mahasiswanya jika setiap angkatan saja, perguruan tinggi tersebut menerima hampir puluhan ribu mahasiswa ? Bahkan ada dosen wali / pembimbing, yang membawahi mahasiswanya hampir ratusan orang. Mengurusi kerjaannya saja sudah setengah mati, apalagi mengurusi dan mengawasi mahasiswanya ? Apakah hanya dengan memberikan perkuliahan di kelas saja, bisa menjamin kesuksesan setiap mahasiswanya ? Tidak hanya sekedar itu, banyak faktor yang harus diperhatikan. Sebuah perguruan tinggi yang memiliki kualitas baik, bukanlah sebuah perguruan tinggi yang memiliki jumlah mahasiswa yang sangat banyak. Belum tentu jumlah mahasiswa banyak, berarti kualitasnya baik. Begitu pula sebaliknya.
Perguruan tinggi bukanlah sekedar ajang bisnis. Jangalah memperlakukan mahasiswanya sebagai komoditas bisnis, namun jadikanlah perguruan tinggi menjadi suatu bisnis yang dilakukan dengan “hati nurani”. Yang mampu memelihara, membina bahkan mendidik mahasiswanya menjadi lulusan yang punya hati. Perguruan tinggi yang baik adalah perguruan tinggi yang mampu mengakomodir / memfasilitasi, apa yang menjadi cita-cita kesuksesan dari mahasiswanya dan mampu mendidik mereka menjadi lulusan yang punya “hati nurani”, bukan hanya menjadi lulusan yang menambah jumlah pengangguran.
Jadilah perguruan tinggi yang mampu menjadi wadah bagi pengembangan cita-cita mahasiswanya

Peluang & resiko bisnis outsourcing


Outsourcing: Trend Bisnis Mutakhir?

Juli 16, 2008

Selama ini para pelaku usaha sebisa mungkin mengoperasikan bisnisnya dengan melaksanakan seluruh proses dari hulu ke hilir. Setiap komponen aktivitas usahanya sebisa mungkin dilakukan secara mandiri dan merupakan unit bisnis dari lembaganya. Misalkan sebuah perusahaan produsen susu instan kemasan cenderung memiliki unit bisnis yang dimulai dari peternakan sapi perahan hingga pemrosesan, pemaketan, distribusi, pemasaran dan penjualan produknya tersebut. Tentunya hal tersebut memerlukan investasi yang besar dan berpeluang pula meningkatnya resiko atas penanaman modal tersebut dalam berbagai bentuknya. Beberapa lembaga bisnis mulai menyadari resiko dari gaya bisnis konvensional tersebut. Mereka mulai melakukan perampingan atas struktur organisasi dan tata kerjanya mengikuti kebutuhan atas pengambilan serta eksekusi kebijakannya secara efektif di era kompetisi yang semakin ketat ini. Beberapa unit bisnisnya mulai dilepas dan dilakukan skema kerjasama outsourcing dengan penyedia produk jasa/barang dari perusahaan lain. Semakin lama perusahaan-perusahaan tersebut makin fokus pada bisnis intinya dan bagian-bagian pelengkap lainnya diusahakan sebisa mungkin di-outsource ke perusahaan lain. Kalaupun sudah terbentuk unit-unit bisnis pelengkapnya maka biasanya dijadikan anak-anak perusahaan yang posisinya pun menjadi pihak outsourcer dan secara mandiri harus menjadi profit center bagi organisasinya.


Outline
1. Pengertian Outsourcing
2. Jenis-jenis Outsourcing
3. Jenis-jenis Bentuk Hubungan
4. Sifat Strategis Outsourcing
    – Mengapa melakukan
    – Mengapa tidak melakukan
    – Resiko Pelaksanaan
5. Sumber-sumber Penyedia Outsourcing
6. Tahapan Proses dalam Outsourcing
    – Analisa kebutuhan
    – Memilih Provider Outsourcing
    – Proses Kontrak
    – Proses Recruitment HRD dengan Provider Outsourcing
    – Sosialisasi/Change Management
    – Orientasi Karyawan Outsourcing
7. Analisa Biaya
    – Komponen Upah
    – Tunjangan-tunjangan
    – Asuransi
    – Fee Provider
    – Lain-lain
8. Kasus-kasus Outsourcing
    – Sakit, meninggal & kecelakaan
    – Mogok Kerja
    – Tindakan kriminal
    – Tidak sesuai spesifikasi
    – Kerusakan / kehilangan alat
    – Provider melalaikan kewajiban
9. Evaluasi Kinerja Outsourcing

VIVAnews - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan outsourcing sebagai salah satu solusi dalam menanggulangi bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia.

"Outsourcing bisa jadi salah satu solusi dari perluasan kesempatan kerja," kata Wakil Sekretaris Jenderal Apindo Iftida Yasar dalam diskusi "Peranan Outsourching Terhadap Perluasan Kesempatan Kerja" di Jakarta, Jumat, 23 Januari 2009.

Menurut Iftida, apapun bentuk outsourcing tersebut selama memberikan hak karyawan sesuai aturan maka akan membantu menyelamatkan pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK). "Saya maklum, pengertian outsourcing sekarang sangat negatif, diartikan perbudakan dan praktiknya diumpamakan seperti calo," ujarnya.

Namun, kata di, jika pengertian outsourcing bisa diluruskan, maka bisnis tersebut bisa menjadi alternatif dalam mengatasi solusi penggangguran.

"Bentuk outsourcing ada dua. Pertama, menempatkan tenaga kerja di suatu perusahaan. Kedua, bisnis proses outsourcing, semisal mengerjakan pesanan pekerjaan dari luar," tutur Iftida.

Apindo menilai bisnis outsourcing cukup menjanjikan, mengingat di negara lain, kontribusi bisnis tersebut cukup besar. "Misalnya Filipina, outsourcing memberikan kontribusi 70 persen pada kesempatan kerja," ujarnya.

Sedangkan negara lain yang menerapkan strategi serupa, yakni China dan India.

Tak kalah dengan sektor infrastruktur yang padat karya, menurut Iftida, bisnis outsourcing juga menyerap banyak tenaga kerja. "Misalnya, ada pesanan data entri dari Belanda. Maka pengusaha tinggal menyediakan gedung dan teknologi, kemudian merekrut karyawan ahli," katanya.

Saat ini, kata Iftida, Indonesia belum termasuk tujuan bagi negara yang meng-outsource pekerjaan mereka. "Target Apindo 2010 bisa mulai menapaki bisnis ini," ujarnya.

Sekarang, menurut Iftida, Apindo baru merintis dengan meluruskan persepsi outsourcing terlebih dahulu melalui seminar dan pertemuan internasional. "Ini solusi, yang penting perlu pengawasan saja. Namun, masalahnya selalu klasik, kurang tenaga untuk mengawasi," katanya.
Outsourcing adalah praktik bisnis biasa yang secara rutin terlibat dalam organisasi untuk memenuhi misi mereka dan operasi dengan cara yang paling hemat biaya. subjek adalah satu volatile di Amerika Serikat karena dampak ekonomi dan politik jika proses akan dikirim ke luar negeri.


KELEMAHAN BISNIS OUTSOURCING
Meskipun ada banyak keuntungan untuk outsourcing proses dari perspektif bisnis dan keuangan, ada juga kelemahan yang datang dengan wilayah juga. Berikut adalah beberapa kelemahan atas outsourcing:

Persepsi Publik

Reputasi perusahaan adalah salah satu aset yang paling berharga. Di AS publik umumnya tidak menyambut dengan ide mengirim pekerjaan luar negeri untuk negara-negara lain. Cara masyarakat memandang sebuah perusahaan yang outsourcing bingkah baik bisnis akhirnya bisa membuktikan merugikan garis keuntungan mereka.

Pemotongan biaya adalah satu hal, tetapi jika bisnis ingin mempertahankan, telah tumbuh basis pelanggan mereka, bukan mengasingkan itu. (Hal ini juga penting untuk mempertimbangkan bahwa outsourcing bisa ke lokasi yang sama-negara juga, dan jika ini adalah kasus, pendekatan PR bisa miring harus dibuat positif bagi bisnis yang takut meremehkan publik). Menguntungkan publik adalah layak dipertimbangkan, terutama jika target pasar yang utama tidak internasional.

Penurunan Standar Mutu

Sementara dalam banyak kasus ini adalah keputusan fiskal suara untuk melakukan outsourcing karena proses pengiriman kepada perusahaan untuk menangani tugas-tugas bisnis yang dijalankan standar bahwa siapapun dapat melakukan membebaskan karyawan untuk berfokus pada kompetensi inti yang unik untuk perusahaan.

Yang sedang berkata, perusahaan yang serius harus mempertimbangkan proses yang layak disimpan di rumah. Outsourcing proses seperti layanan pelanggan bisa menjadi bumerang luar biasa, karena umumnya perusahaan outsourcing tidak akan memiliki investasi yang sama seperti dirumah karyawan. Pelanggan sering merasakan perbedaan dalam kualitas dan mungkin tidak melihat ke perusahaan lagi jika mereka merasakan karyawan tidak diinvestasikan dan tidak memberikan layanan yang unggul, yang dibutuhkan adalah satu pengalaman negatif.

Keamanan dan Kerahasiaan Risiko

Ketika proses bisnis outsourcing, khususnya yang berhubungan dengan data sensitif, mereka mengambil risiko keamanan tambahan yang, jika terjadi pelanggaran, mereka masih akan bertanggung jawab atas segalanya. Sebuah bisnis perlu mempertimbangkan apakah usaha ini layak karena setelah data bahkan satu pelanggaran atau hilang, biaya-penghematan bisa dihapus sepenuhnya dan mungkin berakhir outsourcing lebih mahal.

Manajerial Pengendalian dan Trust

Memberikan sampai proses menjadi hasil outsourcing dalam menyerahkan kendali manajerial. Meskipun benar proses dapat dipercayakan kepada instansi lain, ini harus hati-hati dan keputusan vendor pihak ketiga yang dipilih secara hati-hati. Hal ini juga penting untuk memiliki perjanjian hukum perusahaan di tempat.

Efek Domino

Efek samping lain dari outsourcing adalah efek domino praktek telah terhadap perekonomian lokal. Tidak hanya kehilangan pekerjaan lokal, tapi jika perusahaan jasa kontraktor cukup berposisi, yang lain juga terpengaruh. Mereka yang terkena dampak adalah pemasok dalam komunitas real estate dan jika perusahaan besar dan telah menutup bagian signifikan dari operasi, bisnis kecil karyawan sering dikunjungi setelah/selama jam kerja.

Outsourcing adalah keputusan perusahaan tidak boleh anggap enteng, sementara ada banyak manfaat untuk latihan, ada juga kekurangan yang mungkin tidak sebagai biaya-efektif karena awalnya tampak di atas kertas. Untuk menentukan efisiensi biaya, bisnis akan pintar untuk mempertimbangkan kerugian bersama dengan keunggulan dan kemudian membuat, keputusan padat informasi dan menyadari bahwa apa yang terlihat baik secara finansial sekarang bisa berubah menjadi mimpi buruk hubungan publik. Hal ini bukan berarti outsourcing tidak bisa sukses, namun ada kerugian definitif.


OUTSOURCING   “COST EFFICIENCY” ataukah    “PASAR PAGI” 
Oleh : Brammantya Kurniawan
Moderator Outsourcing Online & Pemerhati Bisnis Outsourcing
Beberapa hari yang lalu Saya mendapatkan penawaran dari salah satu klien lama,salah satu tender manufaktur,skala PMA dari Eropa yang sudah cukup punya nama.Sebagai salah satu message adalah
  ”Bersediakah perusahaan anda menarik Manajemen Fee dari Gaji Pokoknya saja?,jika bersedia anda akan diikut sertakan dalam Bidding” Setelah saya mendengar pernyataan dari Purchasing Manager PMA tersebut,rasanya saya seperti mau jatuh dari kursi saja.Seleksi Vendor dilakukan dengan ”Tawar Menawar Langsung ala Pasar Pagi”.Betapa buruknya Outsourcing diterapkan di negeri ini,apakah cukup beralasan mengesampingkan faktor profesionalisme demi ”cost efficiency” yang banyak didengungkan. Banyak aspek yang seharusnya diperhatikan oleh perusahaan pengguna seperti:
1.      Aspek Manajerial,apakah vendor yang dipilih tersebut punya latar belakang Human Resources”  yang cukup kuat dan terstruktur.Faktor historical  saja tidak cukup untuk menentukan apakah vendor tersebut sehat.
2.      Aspek Recruitment,nilai lebih apa saja yang dapat ditawarkan oleh vendor,competency based-kah ? atau sistem recruit ”asal bawa dan asal kirim dan asal bisa lolos interview user”.Apakah vendor tersebut sudah layak disebut sebagai perusahaan outsourcing yang mempunyai komitmen tinggi untik memajukan Dunia SDM.Saya pun tidak yakin bahwa pemenang tender dengan harga dibawah standar benar-benar ”tidak menarik fee dari kandidat ?”
3.      Aspek Financial,apakah vendor tersebut secara financial sudah dinyatakan sehat? Apakah sudah di audit oleh akuntan independen? Alangkah buruknya,seperti yang pernah diceritakan oleh teman saya,Director salah satu Outsourcing terkemuka di Jakarta Selatan;yang kesulitan membayar gaji karyawannya karena invoice sudah 2 bulan ditunggak oleh klien besarnya.Lagi-lagi harus karyawan yang menjadi korbannya.
4.      Faktor Pengelolaan SDM & Kepersonaliaan,sudahkah perusahaan tersebut memiliki struktur Payroll,Personalia dan SDM yang sistematis.Tidak jarang pengelolaan data pada beberapa Outsourcing Company buruk sekali dan masih manual.Cut cost pun tak jarang menjadi alasan utama untuk merekrut staff internal mereka dengan gaji murah.Hal ini tentu saja secara langsung berimplikasi terhadap pelayana SDM terhadap karyawan dan User nantinya.  Banyak faktor mendasar lainnya yang seharusnya dapat dijadikan landasan dalam pemilihan Vendor,lebih objektif.Menggunakan Outsourcing untuk Cut Cost jelas tidak sepenuhnya benar,namun mengefisiensikan biaya karena kegiatan non core business nya dikerjakan oleh pihak ketiga,adalah alasan yang reasonable dan dapat dipertanggung jawabkan. 

Peluang & resiko bisnis kontruksi


ADHI: Antara Pertumbuhan dan Risiko

Perkembangan infrastruktur Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN. Kondisi ini menjadi cukup dilematis, terlebih tuntutan globalisasi dan perdagangan bebas semakin meningkat. Keseluruhan kebutuhan dana investasi infrastruktur sepanjang tahun 2010-2014 diperkirakan mencapai hampir Rp 2000 triliun, suatu nilai yang cukup besar. Beberapa infrastructure summit yang dilakukan pemerintah masih kurang mendapat respon dari investor. Sebagaimana diketahui, perusahaan-perusahaan yang ada dalam bisnis di indusrtri infrastruktur dan konstruksi mengalami risiko bisnis yang cukup besar dan karakter pengembalian investasi yang panjang.
Total nilai kue pasar konstruksi 2009 sekitar Rp 170 triliun, dan pada tahun 2010 diperkirakan nilai pasar konstruksi akan meningkat sekitar 8%-10%. Hal ini menunjukkan bahwa proyeksi tahun 2010 pertumbuhan pasar konstruksi akan kembali normal seperti pada tahun 2003-2007. Perkembangan sektor konstruksi dan infrastruktur memberikan peluang yang besar bagi PT Adhi Karya Tbk (ADHI)  sebagai salah satu perusahaan kontraktor besar dan mampu menembus pasar luar negeri.
Kinerja Keuangan: Pertumbuhan dan Risiko Bad Debt
Penjualan perusahaan sejak tahun 2002 hingga tahun 2008 terus meningkat, dengan rerata pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 27,36%. Hal ini menunjukkan perusahaan mampu terus mengembangkan bisnisnya. Penghasilan perusahaan terutama dibagi dalam tiga golongan jenis bisnis, yaitu construction services, EPC services, dan investment. Dalam bisnis construction services, perusahaan menggarap proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan gedung. Dalam bisnis EPC services, perusahaan mengerjakan proyek-proyek pembangkit tenaga listrik dan konstruksi untuk industri minyak dan gas. Sedangkan bisnis investment adalah investasi pada anak-anak perusahaan yang bergerak dalam bidang properti, konstruksi, dan perdagangan. Penghasilan perusahaan sekitar 90% masih dikuasai oleh construction services.
Peningkatan penjualan tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 33,50%. Sebaliknya keuntungan bersih menurun sebesar 26,99%. Penurunan ini disebabkan terutama oleh dua faktor, yaitu meningkatnya alokasi bad debt expense sebesar Rp 146 miliar dan beban risiko valuta asing terhadap laporan keuangan perusahaan sebesar Rp 12 miliar.


Alokasi bad debt expense terutama dari alokasi piutang perusahaan yang kemungkinan tidak dapat diperoleh, dan hilangnya nilai investasi pada suatu perusahaan. Salah satunya adalah terkait dengan proyek pembangunan monorail di Jakarta. Nilai proyek yang dilakosikan oleh perusahaan yang tidak dapat tertagih adalah sebesar Rp 26,7 miliar dan nilai investasi pada perusahaan PT Jakarta Monorail sebesar Rp 13,9 miliar (setara dengan 7,65% kepemilikan saham). Salah satu proyek lainnya yang mengalami permasalahan adalah pembangunan jembatan Dumai, dengan nilai piutang usaha yang dibebankan mencapai Rp 16,4 miliar.
Pada tahun 2009 keuntungan perusahaan diperkirakan akan meningkat sekitar 40%-50% dari keuntungan bersih tahun sebelumnya. Meningkatnya keuntungan ini selain dari peningkatan pendapatan perusahaan juga terkait dengan telah dialokasikannya bad debt expense yang signifikan pada tahun sebelumnya. Diharapkan tidak timbul lagi hal-hal seperti ini pada laporan keuangan 2009 maupun pada perkembangan bisnis perusahaan ke depannya.
Sementara itu, kinerja keuangan perusahaan berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2008 menunjukkan peningkatan penjualan dan keuntungan bersih. Masing-masing sebesar 32,65% dan 22,99% dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Namun keuntungan operasional menurun sebesar 15,71%.
Kinerja Pasar: Penurunan Kinerja dan Tingginya Fluktuasi Harga
Berdasarkan pengamatan CAPITAL PRICE, kinerja pasar perusahaan terus mengalami penurunan sejak tahun 2005. Data Capital Market Trends menunjukkan PER dan PBV terus menurun tajam sepanjang tahun 2005 hingga 2009, demikian pula shareholder market value added (SMVA). PER, PBV, SMVA perusahaan pada 2005 tercatat masing-masing sebesar 22,64 kali, 4,83 kali, dan 382,93%. Kemudian pada 2009 tercatat 6,43 kali, 0,91 kali, dan minus 8,74%. Hal ini menjadi kontras apabila dibandingkan dengan pertumbuhan perusahaan, baik dari penjualan maupun keuntungan. Terlebih apabila diperhatikan ROE perusahaan cenderung stabil sepanjang tahun pengamatan, kecuali tahun 2008.


Harga saham perusahaan sangat fluktuatif. Sepanjang tahun 2004 hingga 2009 pergerakan harga saham perusahaan berada pada kisaran Rp 400 – Rp 1600, suatu kisaran yang sangat lebar. Harga saham perusahaan memiliki volatilitas yang cukup tinggi dengan rerata nilai deviasi standar berada di atas 60%, bahkan pernah mencapai lebih dari 100%. Risiko pasar perusahaan (diwakili oleh beta) menunjukkan rerata angka dikisaran 1,5-2,0; suatu nilai yang juga cukup tinggi.
Berdasarkan penjelasan kinerja keuangan dan kinerja pasar, seolah-olah kinerja pasar saham perusahaan kurang memiliki hubungan yang selaras dengan fundamental perusahaan. Tetapi, antara kinerja keuangan dan kinerja pasar perusahaan sama-sama mencerminkan risiko yang tinggi. Salam Investasi!

Sling yang Nyaris Putus
Hardy R. Hermawan, M. Al Azhari, Nurul Kolbi, dan Syarif Hidayat   Inilah anehnya Indonesia. Sudah tahu kalau negeri ini lemah dalam daya saing, eeh malah nekat ikut-ikutan terlibat dalam liberalisasi. Padahal, lawan-lawan dari negara asing yang bakal dihadapi memiliki bobot dan kualitas yang jauh lebih hebat. Makanya, tak kaget kalau pebisnis nasional makin belingsatan menghadapi rivalitas dengan sejumlah gergasi asing tadi.

Semakin aneh lagi ketika ada pejabat pemerintah yang menjadi cemas dengan serbuan asing-asing tersebut. Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, misalnya. Pekan silam, Menteri Djoko tampak sangat khawatir ketika mengatakan bahwa pengusaha konstruksi nasional semakin tidak berdaya dan sulit bersaing. Sementara, liberalisasi sudah di depan mata. Para kontraktor asing telah bersiap-siap masuk ke Indonesia. Menteri Djoko mungkin lupa, sebelum liberalisasi itu dicanangkan, para pebisnis domestik sudah diperkirakan bakal terkapar dibuatnya.


Pemerintah sendiri mulai menyuarakan adanya liberalisasi jasa konstruksi pada saat adanya Konferensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Februari silam. Jasa konstruksi merupakan satu dari tujuh sektor jasa yang bakal diliberalisasikan di negara-negara peserta WTO. Di Indonesia, memang ada kontraktor asing yang sudah beroperasi. Tapi, itu baru pada proyek-proyek tertentu yang memang belum bisa ditangani sepenuhnya oleh perusahaan lokal.

Pemberlakuan perdagangan bebas jasa konstruksi itu sendiri bakal dimulai tahun depan.
Nantinya, perusahaan asing bisa merambah ke seluruh lapisan sektor konstruksi. Jadi, selama beberapa bulan ke muka, para kontraktor lokal sepertinya bakal banyak mengalami masalah pada detak jantungnya.

Bukan apa-apa, kekuatan modal perusahaan asing memang jauh di atas kekuatan pengusaha lokal. Sulistijo Sidarto Mulyo dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) pernah mengatakan bahwa hingga saat ini hanya ada 1% perusahaan konstruksi besar di Indonesia yang diperkirakan sanggup ikut dalam persaingan global. Betul, liberalisasi itu juga membuka peluang bagi perusahaan domestik untuk berekspansi ke luar negeri. Tapi, kalau di kandang sendiri saja kerepotan, rasanya sulit membayangkan banyak perusahaan lokal berjaya di mancanegara.

Sutjipto, Direktur Utama PT Wijaya Karya, juga mengakui perusahaan pelat merah yang dikomandaninya selalu kalah bersaing dalam tender di luar negeri. Jangankan menghadapi perusahaan Jepang, Eropa, atau Amerika, bersaing dengan kontraktor Malaysia saja, Wijaya Karya acap sempoyongan.

Sudah begitu, penguasaan teknologi yang dimiliki perusahaan domestik juga masih di bawah perusahaan asing, terutama negara maju semacam Jepang, Amerika Serikat, atau Jerman. Di sini, perusahaan memang belum bisa memanfaatkan hasil kerja lembaga-lembaga riset secara optimal.
Kendalanya, lagi-lagi terletak pada permodalan.

Perusahaan asing yang bakal masuk ke Indonesia memang bukan perusahaan main-main. Syahdan, sudah ada sejumlah gergasi konstruksi dari 19 negara anggota WTO--yang berasal dari Eropa, Amerika, Australia, dan Asia--yang telah mengajukan permintaan untuk masuk ke pasar Indonesia ketika pintu liberalisasi dibuka. Jadi, bisa dibayangkan, berapa riuhnya pasar jasa ini kelak.

Celakanya pula, situasi moneter dalam negeri tengah selesma.
Tingkat BI rate kini sudah 12,75%. Artinya, suku bunga kredit (termasuk kredit konstruksi) jelas bakal terkerek. Joko Sarwono, Direktur Utama PT Bangun Cipta (salah satu kontraktor terkemuka), mengaku bahwa bunga kredit konstruksi itu bisa mencapai 20%. Makanya Joko sekarang lebih sering terlihat memelas. Ă¢€Å“Lha, kalau saya harus mengembalikan bunga sampai 20%, lalu berapa margin keuntungan yang bisa saya dapat?Ă¢€ katanya.

Sudah begitu, para bankir juga cenderung masih khawatir bila menyalurkan dananya ke bisnis konstruksi. Di mata para bankir, risiko bisnis konstruksi kelewat tinggi. Kalaupun ada pendanaan perbankan terhadap proyek konstruksi, biasanya lamanya kontrak relatif pendek, berkisar satu sampai dua tahun.


Terpaksa Harus Tiarap

Lembaga keuangan lainnyaĂ¢€”seperti dana pensiun dan asuransi--hanya memiliki simpanan yang terbatas. Jadi, sulit mengharapkan lembaga-lembaga keuangan itu mau menyalurkan dananya dalam jumlah yang besar ke bisnis konstruksi nasional. Makanya Joko pusing jika para pemain asing tadi sudah bisa diperbolehkan bermain di segala sektor konstruksi. Apalagi, selain modalnya kuat, kontraktor asing juga jarang mengalami masalah suku bunga. Joko punya kisah, mitra usahanya dari Jepang hanya memiliki kewajiban membayar bunga sebesar 0,05%. Ă¢€Å“Bisa mendapat margin 1% dari nilai proyek saja sudah bisa mereka ambil,Ă¢€ ujarnya.

Belum lagi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang nilainya kebangetan. Melonjaknya harga solar industri--dari sekitar Rp 1.600-an di awal tahun menjadi sekitar Rp 4.500-an saat ini--memang bukan main-main. Soalnya, untuk sejumlah proyek konstruksi, solar sangat diperlukan, apalagi untuk pengerjaan jalan dan proyek-proyek nonbangunan lainnya.

Itu sebabnya Joko terpaksa membuat langkah ultradefensif menghadapi tahun 2006. Saat ini, ia sudah mengurangi jumlah buruh kontraknya dari 10 ribu orang menjadi separuhnya. Tidak itu saja, Bangun Tjipta bahkan sekarang juga tak berani sembarangan ikut tender. Ă¢€Å“Kami tiarap,Ă¢€ ujarnya.

Nah, kalau perusahaan sekelas Bangun Tjipta--yang proyeknya tersebar dari ujung utara Sumatra sampai PapuaĂ¢€”saja sampai tiarap seperti itu, lantas bagaimana dengan perusahaan lain yang ukurannya lebih kecil? Boleh jadi, nasibnya akan lebih mengenaskan. Padahal, jumlah pemain konstruksi di Indonesia terbilang sangat banyak. Tak kurang dari 100 ribu perusahaan terdaftar di sejumlah asosiasi. Dari jumlah itu, sebanyak 97% merupakan perusahaan pelaksana konstruksi. Sisanya, sebanyak 3.000 perusahaan, bergerak pada jasa konsultasi dan perencanaan konstruksi.

Adapun pemain asing yang sudah resmi terdaftar di Indonesia tercatat sebanyak 123 perusahaan. Sejauh ini, jumlah perusahaan asing memang tampak begitu besar dengan proyek-proyek yang memang tak mampu dikerjakan pemain lokal.

Sayang, memang. Padahal, pangsa pasar jasa konstruksi sungguh aduhai. Tahun 2002 silam, pangsa itu masih berada di kisaran Rp 88 triliun. Namun, setahun berselang, nilainya sudah berkembang menjadi sebesar Rp 150 triliun. Pada tahun 2004, angka itu merangkak naik lagi hingga mencapai Rp 170 triliun. Ke depan, sudah pasti nilai tadi akan kembali membengkak. Soalnya, pemerintah sudah mencanangkan akan mengerjakan proyek infrastruktur senilai Rp 600 triliun hingga lima tahun ke muka. Jadi, setiap tahun, dari pemerintah saja akan ada proyek sejumlah Rp 120 triliun. Proyek konstruksi lainnya yang berupa pemulihan kawasan Aceh dan Sumatra Utara yang masih luluh lantak terhantam gempa bumi dan tsunami, juga terus berjalan.

Proyek-proyek pemerintah tadi juga membuat PT Adhi Karya masih bisa menarik napas lebih panjang.
BUMN yang satu ini memang mendapat sebagian dari proyek tersebut. Selain itu, ada juga proyek swasta yang sudah berada dalam genggaman dan siap mereka kerjakan. Tahun ini, laba bersih Adhi Karya diperkirakan bakal mencapai Rp 70,3 miliar. Nah, tahun depan, Adhi Karya berani menargetkan kenaikan laba bersih hingga 25% ketimbang tahun ini.
Tapi, seorang analis membisikkan bahwa setelah proyek-proyek pemerintah itu usai dan Adhi Karya harus bertarung dengan pemain mancanegara, maka diperlukan kerja ekstrakeras untuk bisa mempertahankan prestasi tadi.

Jadi, wajar jika dikatakan bahwa nasib industri jasa konstruksi nasional saat ini ibarat tengah tergantung pada kawat sling yang nyaris putus.


MANAJEMEN RISIKO BISNIS KONSTRUKSI (Studi Kasus : Kontraktor Daerah Kota Padang)



ABSTRAK

Pada proyek-proyek konstruksi terdapat sangat banyak risiko dimana risiko-risiko tersebut sangat bervariatif. Pada manajemen risiko sangat diperlukan memberikan prioritas utama kepada risiko-risiko yang penting sebelum memulai sebuah proyek konstruksi. Selain itu, penting juga untuk menentukan alokasi risiko yang tepat agar dapat mengurangi kerugian biaya, waktu dan kualitas akibat risiko tersebut. Penelitian ini membahas pandangan mengenai tingkat kepentingan dan penanganan risiko pada proyek konstruksi, dalam kasus ini yaitu kontraktor sebagai pelaksana proyek yang datanya diperoleh dari hasil kuisioner yang dibagikan kepada perusahaan-perusahaan kontraktor di kota Padang. Hasil analisa dari perhitungan level risiko secara umum menunjukkan bahwa pada level risiko tidak didapatkan rangking level risiko yang mencapai skala untuk diklasikfikasikan risiko tinggi, hanya terdapat risiko sedang yakni risiko perubahan harga dan material (nilai 5,2) dan risiko birokrasi atau perizinan yang rumit (nilai 4,7). Sedangkan untuk penanganan risiko yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa yang paling banyak digunakan adalah bentuk penangan risiko dihindari sebanyak 40 risiko dan bentuk penanganan risiko diterima sebagai biaya sebanyak 8 risiko.

Kata Kunci : Bisnis Konstruksi, Risiko, Manajemen

Peluang & resiko bisnis kesehatan


Bisnis Kesehatan jadi Primadona

Posted on by DANIAR NUR AZIZ BAQI
Paradigma tentang distribusi kini berubah. Tak sekedar secara fisik, tapi juga menggunakan intelektual edukasi kepada konsumen. Dan bidang kesehatan jadi primadona. Inilah yang membuat NM (Network Marketing) health food kian gurih digeluti.Ketika buku The Wellness Revolution: How to Make Fortune in The Next Trillion Dollars Industry diterbitkan, leader kondang Amway di Amerika Serikat, Dexter Yager, sontak kegirangan Hey, inilah analisa dari seorang pakar ekonomi yang membuktikan bahwa bisnis kita memang diakui jelas miliarder Amway di Paman Sam itu kepada seluruh jaringannya.
Jangan heran, bila buku yang ditulis Paul Zane Pilzer, menjadi bacaan wajib bagi pelaku NM, sama seperti halnya buku-buku kebebasan finansialnya Robert T. Kiyosaki. Cuma bedanya, Kiyosaki lebih menyoroti NM sebagai aspek bisnis, khususnya sebagai konsep bisnis menuju kuadran kanan, yang dicirikan uang bekerja pada orang (Anda).
Sedangkan Wellness Revolution, membeber distribusi sebagai lahan empuk bisnis, yang koceknya melebihi dari produsen (pembuat). Sekadar contoh, Paul menyebut Sam Walton, yang menjadi retailer terbesar lewat Walmart-nya di Amerika. Serikat. Atau Jeff Bezos, yang memperkenalkan pendistribusian produk berupa buku-buku melalui situs amazon.com.
Dalam bukunya, Paul menggulirkan empat pilihan dalam menggeluti bisnis. Pertama, disebutnya sebagai tenaga ahli. Di sini tentu dibekali dengan pendidikan yang tidak murah. Jadi harus melakukan investasi dalam bentuk sekolah yang menghabiskan waktu beberapa tahun. Tentunya, uang yang dikucurkan tidak sedikit. Makanya, kata Paul, tenaga ahli akan merasakan hasilnya beberapa tahun mendatang.
Kedua, sebagai produsen (Manufacture), mengambil bagian dalam membangun industri. Tentu, ini harus didukung investasi jutaan atau miliaran dolar untuk membangun pabrik, infrastruktur, hak paten, pengangkutan barang dan sebagainya.
Ketiga, sebagai penjual eceran. Tapi, tetap juga harus menyiapkan beberapa hal, seperti membayar lisensi, mampu bekerja tujuh hari seminggu, memiliki strategi iklan dan membayar sejumlah karyawan. Sebuah investasi yang jumlahnya tidak sedikit.
Keempat, dengan menjadi distributor. Paul menyebut, distributor adalah bagian rantai bisnis yang paling besar mendapatkan keuntungan, melebihi dari produsen (pembuatnya), seperti halnya Sam Walton (pemilik Wall Mart), Fred Smith (Fedex).
Cuma, distributor yang mereka tempuh, paradigmanya masih menggunakan pola-pola lama hanya sekadar memindahkan produk ke tangan konsumen saja (secara fisik saja). Paul menambahnya dengan sebutan intelektual Contohnya, ya itu tadi, Jeff Bezos, yang dinilainya ahli sebagai pendistribusian secara intelektual.
Anda tidak sekadar membeli buku yang Anda inginkan, tapi juga dapat melihat cuplikan-cuplikan dari buku-buku lain. Atau mencari buku-buku lain yang berhubungan jelas Paul kepada Home Business Magazine .
Sebelum buku The Wellness Revolution digulirkan, Paul pun mengupas pendistribusian secara fisik, dibeberkan dalam bukunya Unlimited Wealth Sekarang, di masa yang mendatang, yang diperlukan adalah pendistribusian secara intelektual, yaitu mendidik konsumen tentang produk dan jasa yang dapat mereka tawarkan kepada orang lain tambahnya. NM sebagai bagian dari distribusi, dinilainya merupakan distribusi intelektual.
Seorang network marketer mengirimkan barang layaknya sales, tapi mereka juga bersandar pada intelektual, karena mengajarkan dan mendidik bagaimana menjual produk kepada konsumen lain urai Paul.
Kesehatan
Lantas, pertanyaannya, distribusi apa yang gurih ? Pria berkepala plontos ini menyebutnya kesehatan. Prediksi ini bukan tanpa dasar, karena ada generasi yang mampu menggerakkan ekonomi dunia, yakni Baby Boomer.
Baby Boomer, sebuah generasi yang belakangan menjadi penggerak, trendsetter gaya hidup yang mampu menjadi mesin penggerak ekonomi global. Mereka yang membuat industri property meledak, mereka yang membuat industri otomotif berkembang pesat. Baby boomer pula yang menggerakkan industri asuransi, computer dan internet.
Generasi Babby Boomer adalah sebuah generasi yang tidak lagi memikirkan bagaimana mencari uang. Mereka adalah generasi yang berada pada puncak penghasilan. Mampu mendapatkan lebih banyak uang, dan memiliki daya beli yang tinggi. Mereka pada tingkat produktifitas tinggi.
Sangat masuk akal, jika salah satu dekade mendatang, mereka diperkirakan akan menggerakkan industri kesehatan. Karena pada usia yang sangat produktif (37-55 tahun) mereka ingin lebih sehat ( feel healthier ), memperbaiki penampilan ( look better ), memperlambat penuaan ( slow down aging ), dan ingin mencegah berbagai macam penyakit ( prevent diseases ). Intinya mereka ingin merawat kesehatannya, mereka tidak rela penyakit mencuri usia produktifnya. Di Amerika jumlah mereka memang hanya 30% dari populasi, namun mampu memberikan sumbangan GNP ( Growth National Product ) sampai 50%.
Pada Tahun 70-an, dunia dikejutkan dengan Microwave. Tahun 80-an Industri Video meledak. Tahun 90-an Industri Computer dan Internet merambah dunia. Maka memasuki abad 21 ini, industri perawatan kesehatan ( welIness industry ) akan merajai dunia. Apalagi, tekanan persaingan dan tekanan pola makan, dan tekanan polusi semakin tinggi. Hasilnya, lihatlah beragam penyakit kini ditemui, seperti epidemi flu burung, anthrax dan sebagainya. ( majalah sukses Thn III Edisi 35 Januari 2006 )

INFO BISNIS KESEHATAN

May 8th, 2008 | Author: swa
Kesehatan adalah sesuatu hal yang sangat penting. Punya uang tetapi tidak sehat tentu tidak
enak, tetapi demikian pula sebaliknya. Untuk itulah di bisnis ini tujuan akhirnya adalah
terpenuhinya kebutuhan akan kesehatan, sekaligus terpenuhinya kebebasan finansial.


Wellness Industry : Tren Bisnis Masa Depan

Bagi Anda yang ingin memilih jenis usaha atau hendak memutuskan untuk berbisnis membangun aset, setelah Anda membaca lengkap buku “The Cashflow Quadrant” karya emas Robert T. Kiyosaki (penulis best seller Rich Dad Poor Dad dan Business School, sangat perlu mempertimbangkan penuturan Profesor Paul Zane Piltzer, seorang Ekonom dari USA, secara live saat pertemuan akbar UNICORE di gelora Bung Karno Senayan Jakarta bulan Agustus lalu. Ini penting karena menyangkut keuntungan besar yang bakal dicapai dalam berbisnis menuju kehidupan sejahtera.
Berbisnis sangat perlu mengikuti tren yang populer di masyarakat, tentu agar dapat diterima total oleh masyarakat (ini jelas kaidah ekonomi-red). Sementara Prof. Paul memilih bisnis spektakuler Wellness Industry, dengan empat alasan mengapa wellness industry (industri bisnis di bidang kesehatan) bisa tumbuh dari US$ 200 miliar hingga triliunan dolar. Empat alasan ini sangat relevan diaplikasikan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
1. Baby Boomer
Baby boomer adalah orang-orang yang sekarang usia 40-50 tahunan. Jumlah kelompok ini rata-rata berkisar 24% dari jumlah penduduk di setiap negara. Tetapi mereka memiliki daya beli 50% dari seluruh penduduk.
Karir mereka sudah bagus, cicilan sudah lunas, dan sudah memiliki banyak uang. Satu hal yang penting adalah baby boomer adalah orang yang enggan merasa tua. Mereka tidak mau mengenakan pakaian yang dipakai orang tua mereka saat berusia 40 tahun.
Mereka masih mau dansa dengan lagu-lagu saat mereka masih remaja. Dan mereka akan membeli produk-produk yang membuat mereka teringat masa muda. Kalau Anda orang marketing dan anda akan jual produk Anda, maka tema yang harus Anda buat adalah keremajaan.
Sesungguhnya, mereka tak hanya membutuhkan produk yang membuat mereka tetap muda tetapi lebih muda. Jika produk tersebut ada, mereka akan agresif mengonsumsi produk tersebut karena mereka tidak mau menjadi tua.
2. Wellness Industry ini akan bertumbuh meningkat lima kali lipat dalam 10 tahun mendatang.
Awalnya, saya berasumsi bahwa dokter-dokter di Amerika adalah orang yang tahu segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan. Suatu ketika, lutut saya terasa pegal-pegal, lalu saya pun ke beberapa dokter dan mereka merekomendasikan agar lutut dibedah. Tetapi saya menghindar dan berusaha menunda-nunda, karena jika dibedah artinya selama empat bulan saya harus istirahat tanpa ada kegiatan.
Suatu hari saya mulai konsumsi suplemen yang katanya bisa menyembuhkan penyakit pada lutut tersebut. Beberapa tahun kemudian saya tidak lagi merasakan sakit pada lutut tersebut, dan saya pun tidak memikirkan hal itu lagi.
Beberapa waktu kemudian, saya kembali berjumpa dengan dokter yang semula akan membedah lutut saya. Dia bertanya, “Oh akhirnya Anda bedah lutut. Anda bedah lutut sama siapa ?” Saya bilang bahwa saya tidak melakukan apa-apa. Dokter itu langsung penasaran. Dia minta saya datang ke kliniknya untuk rontgen dan itu gratis. Dan dia kaget sekali ternyata lutut saya sudah sembuh total. Dengan bercanda dia bilang,”Paul, jangan bilang orang lain soal produk itu. Nanti bisnis saya bangkrut.”
Itulah momen yang menyadarkan saya tentang wellness. Momen itulah yang mengubah persepsi saya tentang wellness. Pengalaman tersebut memberi pelajaran bahwa dengan nutrisi yang tepat saya tidak perlu lagi ke dokter (yang tentu akan menghabiskan biaya lebih besar-red).
Tahukah Anda nutrisi apa yang disebut tepat pada kesaksian Prof. Paul dan penjelasannya tersebut, saat beliau menjadi pembicara di acara spektakuler Awakening Seminar yang diadakan oleh support system Unicore bulan Agustus lalu ?
Banyak orang Amerika termasuk Indonesia tidak mengerti tentang wellness. Mereka seolah-olah menganggap wellness itu sesuatu yang mistik/mitos. Namun satu persatu mereka akan mengalami wellness experience. Ketika itu terjadi, mereka akan menginginkan produk-produk yang dapat membuatnya lebih sehat.
Itulah alasan mengapa industri ini akan tumbuh berlipat. Karena mereka akan mencari produk-produk nutrisi yang akan menjaga kesehatan tubuh mereka. (Lagian, siapa sih yang tidak ingin tubuhnya sehat wal’afiat sepanjang hidupnya ?-red).
3. Wellness Industry akan bernilai triliunan dolar Amerika bahkan melebihi industri kesehatan yang lainnya (medical industry-sickness industry).
Wellness industry akan berkembang seperti halnya booming industri otomotif dan komputer pada awal kemunculannya. Kedua industri tersebut meledak ketika banyak orang mengabaikannya.
Pada akhirnya, baby boomer akan membeli produk kesehatan lebih banyak lagi dengan pengulangan yang teratur. Bahkan, semakin bertambah usia, akan semakin banyak jenis produk yang dikonsumsi. Itulah mengapa saya katakan wellness industry akan tumbuh pesat seperti industri otomotif dan komputer.
4. Pemerintah dan perusahaan swasta yang menyuplai perawatan medis di seluruh dunia sadar bahwa mereka tidak punya pilihan lagi. Biaya pengobatan di Amerika bisa mengancam negara tersebut menjadi bangkrut (sekarang saja Amerika nyaris bangkrut dengan sistem ekonomi kapitalisnya-red). Wellness menjadi salah satu isu penting saat pemilu presiden Amerika yang lalu.
Inilah empat alasan wellness industry akan menjadi industri triliunan dolar Amerika. Namun ketika Anda memutuskan untuk menjadi bagian dari wellness industry, apa yang harus dilakukan ? Apakah Anda harus menjadi dokter, buka toko produk kesehatan, atau saya mulai memproduksi produk kesehatan ?
Menurut saya (Paul Zane Piltzer-red), bidang yang paling tepat di bidang wellness industry khususnya di Indonesia, adalah di bisnis network marketing. Karena di Indonesia banyak orang yang tidak memiliki pendidikan yang memadai. Network marketing adalah peluang bisnis yang tidak membutuhkan latar belakang atau masa lampau seseorang.
Apapun latar belakang pendidikan Anda asal mau membuat satu keputusan, bisa berusaha, lalu mendapatkan pelatihan, maka mereka akan mendapat kesempatan meraih kesuksesan.Ă‚  Anda harus bangga dengan informasi tentang kesehatan yang Anda miliki. Sesungguhnya Anda memiliki dua informasi bagus. Pertama informasi tentang wellness dan kedua informasi tentang kesejahteraan ekonomi.
Jika Anda sudah memiliki kedua informasi tersebut, maka itu adalah awal dari keberhasilan. Anda adalah prajurit dan pejuang dalam revolusi wellness industry. Revolusi kita adalah menyampaikan informasi bahwa meski orangtua kamu miskin, asalkan kamu memutuskan untuk tidak mau miskin selamanya dan ingin mengubah nasib hidup, maka kamu akan sejahtera.
Bagaimana dengan Anda ? Informasi mana yang ingin Anda dapatkan ? Berkembang bersama dalam revolusi wellness industry menuju sejahtera, atau memilih diam di tempat dengan pekerjaan atau usaha Anda sekarang ?

Peluang & resiko bisnis kerupuk


BISNIS KERUPUK

Bagi sebagian orang, menyantap makanan tanpa kehadiran kerupuk terasa kurang. Makanan kecil renyah yang menjadi teman bersantap ini bila ditekuni, mendatangkan keuntungan tak sedikit.

Dari usaha kerupuk, H Badrun (50), berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana.

Sejak berusia 10 tahun, Badrun sudah bekerja di sebuah perusahaan kerupuk di Semarang mengikuti seorang majikan. Badrun hanya menyelesaikan pendidikan sampai kelas dua Sekolah Dasar. Selang beberapa tahun, selain bekerja di rumah diperbolehkan untuk ke perusahaan kerupuk.

Lima tahun Badrun belajar bisnis kerupuk. Mulai pengolahan bahan baku, produksi, hingga pemasaran semua dipelajari. Sehingga timbul keinginan Badrun membuat usaha kerupuk sendiri.

Pada 1979, saat berusia 20 tahun, Badrun memulai usahanya dan pindah ke Kudus. Bersama istrinya, dia pindah ke Kecamatan Jati. Bermodalkan beberapa ekor sapi, hasil kerjanya, bersama istri dan satu orang pekerja ia mulai merintis usahanya.

Badrun dan istrinya sendiri yang menawarkan aneka kerupuk matang ke warung dan toko. Sedangkan kerupuk mentah sebagian ia jual ke pasar atau dititipkan ke warung-warung.

Beberapa bulan berjalan, usaha berkembang dari rumah kontrakan menjadi pabrik kerupuk. Kini usahanya mempekerjakan 100 orang di bagian produksi, hingga pemasaran. Desa Ploso, Kecamatan Jati, Kudus, Jawa Tengah kini terkenal sebagai basis pembuatan berbagai jenis kerupuk.

Usai tiga dasawarsa, omzetnya kini beranak pinak. Badrun bisa meraih omzet Rp 150 juta atau Rp 1,8 miliar per tahun. Setelah malang melintang di sebagai produsen kerupuk, Badrun merambah usaha lainnya. Pria yang juga menyekolahkan semua anak-anaknya hingga perguruan tinggi ini memasok bahan baku kerupuk seperti tepung tapioka kepada produsen lainnya.

Untuk memenangkan persaingan dengan tumbuhnya industri kerupuk, Badrun punya strategi sendiri. Dengan memasok bahan baku ke produsen lain membuat produsen bergantung kepadanya. Jika pesaingnya tak mau, dia akan mendirikan pabrik di dekat pabrik kerupuk tersebut.

Sampai kini, Badrun memiliki 30 cabang seperti dari Jakarta, Jawa Barat hingga ke Jawa Tengah. Pemasaran utama kerupuknya adalah kota seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bekasi, Tangerang, Cikampek, Banten, Purwakarta, Cirebon, Pemalang, Pekalongan, Brebes, Blora , Semarang, Rembang, dan Ngawi.

Setiap cabang ia percayakan kepada karyawan. Sedangkan pembukuan dan administrasi dipegang oleh anak-anaknya. Sejak 1990an, ia menjalankan usahanya di bawah kendali UD Ban.

Meskipun bisnisnya menggurita di berbagai kota, Badrun tak mau lengah soal kualitas. Sebagai pemain yang sudah 30 tahun bergelut dengan bisnis kriuk-kriuk ini, bagi Badrun kualitas terbaik merupakan kunci kepercayaan konsumen.

Ia tetap memilih bahan baku berkualitas seperti tapioka, terasi, dan garam. Badrun memodifikasi oven yang dipakai saat cuaca hujan, sehingga penjemuran tetap terjaga.

Setelah Pulau Jawa, ia kini tengah melebarkan usaha hingga ke Timur Indonesia. Bermacam jenis kerupuk mentah hasil produksinya kini juga bisa diperoleh di Kalimantan dan Papua.
hadi.suprapto@vivanews.com






Posted by editor | peluang, usaha | Wednesday 22 July 2009 2:10 pm
Adalah Eva Yunus, bermodal Rp 200.000, warga Palembang ini mampu mengembangkan usaha kerupuk kelempang, sering juga disebut kempelang, bermerek Eva Yunus.
Usaha keras dan semangat membara membuat usahanya mekar. Kini bisnis kerupuk kelempangnya mampu membawa omzet Rp 35 juta per bulan. Berarti, dalam setahun dia bisa mencatat omzet Rp 420 juta. Renyah kan?
Ketertarikan Eva untuk mulai berbisnis sebenarnya datang dari tekanan ekonomi yang mengimpit kehidupannya. Sebagai guru, gaji suami Eva tak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Dari situ saya menguatkan tekad menambah penghasilan,” ujar Eva yang mulai usaha sejak 1998.
Pilihannya jatuh pada usaha kerupuk. Selain modalnya tak besar, dalam hitungan Eva, keuntungannya lumayan. “Bisa sekitar 20 persen dari omzet,” ujar Eva. Ilmu perkerupukan dia pelajari dari orangtuanya yang pernah berbisnis pembuatan kerupuk kelempang.
Tanpa pikir panjang, Eva membeli semua peralatan pembuatan kerupuk milik orangtuanya yang sudah menganggur itu. Setelah itu, Eva membeli bahan-bahan pembuat kerupuk seperti tepung, ikan, dan bumbu. Namun,  dengan modal yang minim, uang Eva tak cukup.
Upaya meminjam dari kerabat mustahil sulit lantaran mereka juga kesulitan memenuhi kebutuhan rumah tangga masing-masing. Makanya, Eva meminta suaminya meminjam uang dari koperasi. Untuk melunasinya, gaji bulanan sang suami harus kena potong. “Tak mengapa, yang penting bisa usaha,” ujar Eva mengenang.
Namun memasarkan kerupuk kelempang hasil bikinannya ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Maklum, banyak pemain kerupuk kelempang di Palembang. Tapi Eva tak menyerah. Dia tahu persis kerupuk kelempang adalah kudapan paling dicari oleh warga Palembang maupun pelancong. “Mencocol kerupuk ke sambal sambil nonton TV,” ujar dia.
Makanya, sasaran utama Eva adalah para tetangga dan sanak famili. Untuk itu, Eva menggelar dagangannya di emperan rumahnya sebagai etalase.
Agar berbeda dengan kerupuk kelempang lain, Eva mendongkrak kualitas rasa kerupuk bikinannya. Komposisi bahan ikan gabus dan tenggiri dia bikin lebih dominan ketimbang tepung. Perbandingannya, 1 kg ikan hanya menghasilkan 4 kg kerupuk mentah. “Dengan begitu, rasa ikan akan lebih terasa,” ujar Eva. Soal campuran bumbu, Eva enggan berbagi lantaran resep ini rahasia keluarga.
Tak puas hanya menjual kerupuk ke tetangga dan saudara-saudara, Eva berharap bisa menjual produknya lebih luas. Celakanya, dia tak punya modal lebih besar untuk mengembangkan usahanya.
Terpikir olehnya untuk berpromosi secara besar-besaran. Namun, kendalanya, dia tak punya modal. Padahal, dari promosi Eva yakin bisa mengembangkan usaha.
Eva pun menawarkan kerupuk kelempangnya ke acara-acara arisan, sunatan, hingga perkawinan. Tentu tak lupa dia menawarkan dagangannya ke toko-toko. “Dari situ, pesanan kepada saya mulai mengalir hingga sekarang,” ujar Eva.
Kini Eva hanya menjajakan kerupuk bikinannya di rumah, persisnya di Jalan KH A Azhari Lr Anten-Anten No 557 RT 165, Ulu Laut, Palembang. Rumahnya yang persis berada di pinggir jalan besar menjadi toko sekaligus pabrik kerupuk.
Dalam menjalankan usahanya, Eva mengaku tak banyak menarik untung. Baginya, kerupuk Eva Yunus jadi terkenal saja sudah cukup membuatnya senang. “Jika banyak pembeli datang, usaha saya terus berputar kan?” ujar Eva
Eva yakin, jika banyak konsumen mengenal dan mencicipi produknya, pasti sebagian di antaranya akan kembali datang. “Kualitas produk nomor satu untuk menarik pelanggan datang kembali,” ujar dia yakin.
Rajin berinovasi
Eva sadar betul, banyak pemain kerupuk kelempang sekarang ini. Namun, itu tak membuat dirinya patah arang menggeluti usaha ini. Selain tetap menjaga kualitas, Eva juga melakukan inovasi. Salah satunya dengan membuat kerupuk dalam bentuk kotak dan lonjong. Dengan varian bentuk seperti itu, Eva mengaku tak berani menambah harga jual. “Harga tetap sama meski bentuk beda,” ujar Eva berpromosi.
Yang membedakan harga hanya cara membuatnya. Kerupuk kelempang bakar lebih mahal lantaran saat pemanggangan kerupuk menjadi susut. “Kerupuk yang semula sekilo menjadi 8 ons,” ujar dia.
Eva juga menambah varian kerupuknya dengan menyediakan kerupuk tanjung. “Ini kerupuk langka dan hanya ada di saat pesta,” ujar Eva. Dia berani mengklaim bahwa hanya dirinya yang menjual kerupuk tanjung ini di Palembang.
Lalu lalang kendaraan yang berhenti di rumah Eva rupanya menarik minat PT Pupuk Sriwidjaya untuk menjadikannya sebagai mitra binaan. Gayung bersambut lantaran Eva juga berniat mengembangkan usahanya.
Pada 2003 Eva pun mengajukan proposal pinjaman ke Pusri. “Tak banyak, hanya Rp 9 juta,” tutur dia. Pinjaman berbunga 6 persen dengan masa pinjaman tiga tahun itu dia ambil untuk menambah jumlah pegawai.
Belum sampai pinjaman itu jatuh tempo, Eva sudah melunasinya. Lantaran itu pula, Pusri, sebutan populer BUMN penghasil pupuk itu, kembali memberikan persetujuan atas proposal pinjaman yang kedua. Kali itu Eva berani mengajukan kredit senilai Rp 20 juta untuk mengembangkan pabrik.
Seiring hubungan baik dengan Pusri, Eva kerap diajak mengikuti berbagai kegiatan pameran. Lewat pameran ini pula pesanan tak henti-hentinya mengalir kepadanya. Makanya, Eva kembali meminta tambahan modal ke Pusri. Nilainya sudah jauh meningkat, menjadi Rp 40 juta.
Tapi, Pusri pasang syarat: Eva harus membina para nelayan sebagai plasma. Nelayan yang dimaksud adalah para pemasok ikan tengiri dan gabus. Eva tak menganggap persyaratan itu sebagai persoalan. Dengan cara ini, dia justru merasa beruntung karena tak perlu lagi bersusah payah mencari bahan baku utama produksi kerupuknya.
Cuma, Eva juga tak asal main borong dagangan para plasmanya. Dia mematok persyaratan ketat bagi para nelayan binaannya. Hanya ikan-ikan segar yang dia terima sebagai bahan kerupuk kelempangnya. “Saya tak segan menolak jika ikan dari nelayan ternyata berkualitas jelek,” tandas Eva. Dengan cara ini, Eva tetap bisa menjaga kualitas dagangannya. (rahmat saepulloh/ktn


Peluang & resiko bisnis kertas


TAHUN 2010 BISNIS PULP KERTAS LEBIH BAIK

Jakarta, 16 Januari 2010 (Business News)
Bisnis pulp kertas tahun 2010 akan lebih baik dibanding tahun 2009. Pasar memperkirakan produksi dan penjualan akan normal. Penambahan kapasitas akan berlanjut Harga pulp masih akan naik meskipun dengan kenaikan yang lebih lambat Kenaikan harga pulp dipicu oleh rendahnya stock pulp akibat upaya keras dari pabrik-pabrik pulp untuk mengurangi produksi, untuk menyeimbangkan supply-demand, dan pembelian pulp secara besar-besaran oleh China juga memicu kenaikan harga pulp.
Ir. H. M. Mansur, Ketua Presidium APKI (Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia) kepada Business News mengatakan, kenaikan harga kertas tidak sebesar dan secepat harga pulp, karena pabrik-pabrik kertas tidak seintensif pabrik-pabrik pulp dalam mengurangi produksi, sehingga stock kertas di pasar dunia masih cukup besar. Industri pulp kertas Indonesia kelihatannya tidak perlu membatasi dan mengurangi produksinya karena produksi akan diserap oleh pasar dalam-negeri maupun ekspor. Krisis global nampaknya sudah mulai berakhir, keadaan akan menjadi normal, produksi, konsumsi dan harga akan naik kembali.
Tahun 2010 industri kertas dalam negeri masih akan menghadapi hambatan impor kertas bekas. Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 39/2009 tanggal 2 September 2009 (BN No. 7857 Hai 7B-14B) tentang ketentuan impor limbah non-B3, termasuk impor kertas-bekas. Permendag 39/2009 merupakan perbaikan dari Permendag No. 41/2008 (BNNo. 7737Hdl. 15B-20B) tanggal 31 Oktober 2008. Namun karena APKI dan Asosiasi Besi Baja memprotes Permendag tersebut sehingga terjadi perubahan Permendag sampai 3 kali. Adanya Permendag No. 39/2009 tersebut mengakibatkan Impor kertas-bekas harus disetujui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) suatu hal yang tidak pernah ada dalam ketentuan sebelumnya. Impor kertas-bekas harus mendapat verifikasi teknis dari KSO (Kerjasama Operasi) Sucofindo-Surveyor Indonesia. Perusahaan importir kertas-bekas masih dapat menggunakan Surveyor Luar Negeri (SLN), dengan syarat SLN tersebut mendapat persetujuan KSO. Setiap Laporan Surveyor (LS) dari SLN harus disampaikan ke KSO sebagai persyaratan impor kertas-bekas, dan perusahaan importir kertas-bekas harus membayar USD60 per LS atau USD60 per shipment. Permendag No. 39/2009 mulai efektif berlaku 1 Januari 2010.
Permendag No. 39/2009 membawa permasalahan yang masih perlu diselesaikan seperti persyaratan-persyaratan yang sangat detail oleh KSO bagi SLN, yang menyulitkan pelaksanaan verifikasi dan menambah biaya LS. APKI masih menunggu pelaksanaan Permendag 39/2009 tersebut apakah impor kertas-bekas berjalan lancar dan memberikan tambahan biaya lagi yang harus dipikul perusahaan importir kertas-bekas. Biaya yang sudah pasti harus dibayar adalah biaya verifikasi USD60/shipment kepada KSO, dan kemungkinan ada kenaikan biaya verifikasi oleh SLN karena adanya persyaratan sangat detail yang diminta KSO.Awal tahun 2010 APKI akan melihat apakah Permendag No. 39/2009 akan terlaksana dengan lancar dan tidak merugikan industri kertas. Yang sudah pasti industri kertas harus membayar USD60/shipment, suatu hal yang tidak ada sebelumnya. Juga SLN sudah memberikan indikasi bahwa biaya verifikasi akan naik 5-10 kali, karena persyaratan yang diminta KSO sangat detail. SLN sanggup melaksanakan persyaratan KSO, namun dia minta biaya lebih besar, yang harus dibayar oleh pabrik-pabrik kertas sebagai importir produsen kertas-bekas.
50% kertas dunia diproduksi dari kertas-bekas. Kertas-bekas menjadi barang rebutan, dan China melakukan pembelian kertas-bekas secara besar-besaran. Perusahaan-perusahaan eksportir kertas-bekas di luar-negeri mengingatkan kalau ekspor kertas-bekas ke Indonesia terlalu berbelit-belit, mereka akan menjual kertas-bekasnya ke negara lain. Penjual kertas-bekas sekarang menjadi raja.Menteri Perindustrian sudah menyatakan akan melakukan reindustrialisasi, guna menggairahkan kembali industri nasional dengan menghapuskan ekonomi biaya tinggi. Pelaksanaan Permendag No.39/2009 jangan sampai mengganggu impor kertas-bekas dan tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi, yang mengurangi daya saing industri kertas di pasar global. APKI minta pabrik-pabrik kertas melaporkan segala masalah yang timbul dari pelaksanaan Permendag No.39/2009.Prospek industri pulp kertas Indonesia di tahun 2010 sangat cerah, namun jangan dihambat dengan berbagai regulasi, dll. yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, dan menghambat pertumbuhan industri pulp dan kertas nasional.
INDUSTRI PULP KERTAS 2009
Beberapa peristiwa dan masalah penting yang telah dihadapi industri pulp kertas Indonesia tahun 2009 antara lain telah diselesaikan persoalan hambatan pasokan kayu ke industri pulp di Riau. Sejak awal tahun 2007 Polri melarang 2 pabrik pulp di Riau (Indah Kiat dan Riau Andalan Pulp Paper=RAPP) melakukan penebangan hutan, kecuali di Hutan Tanaman Industri-nya (HTI-nya) sendiri. Kedua perusahaan tersebut telah mendapat izin dari Kementerian Kehutanan menebang hutan untuk dijadikan HTI, tetapi Polri menyatakan bahwa penebangan tersebut adalah ilegal. Pada awal tahun 2009 masalah tersebut terpecahkan dan dapat diselesaikan dengan baik sehingga pasokan kayu untuk kedua pabrik pulp tersebut lancar kembali.
Pelarangan penebangan hutan yang berlangsung selama 2 tahun tersebut telah sangat merugikan perusahaan pulp tersebut. Kedua perusahaan hanya dapat menggunakan stock kayu yang ada di pabrik (habis dalam beberapa bulan) dan terpaksa menebang kayu dari HTI yang belum cukup umur. Perusahaan terpaksa mengurangi produksi, melakukan PHK dan mengurangi pasokan pulp ke pasar, padahal harga pulp sedang baik-baiknya.Sejak awal tahun 2009 perusahaan tersebut secara bertahap mulai melakukan penebangan kayu, meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan ekspor. APKI mengharapkan peristiwa tersebut tidak terulang kembali, karena sangat dirasakan merugikan. Ironisnya peristiwa tersebut justru dimanfaatkan pesaing-pesaing di luar negeri untuk mengisi kekosongan pasar yang sempat ditinggalkan kedua perusahaan tersebut.

Bisnis Kertas: Ketika Harga Terus Melayang
Harga kertas tulis terus naik. Selain karena banyak perusahaan yang memborong untuk stok tahun depan, kenaikan ini juga disebabkan negara norscan mengurangi produksinya.

Berhematlah dalam menggunakan kertas. Sebab, belakangan ini, harganya terus melayang naik. Sekarang, harga kertas tulis di pasar dunia, termasuk di dalam negeri, mencapai sekitar US$ 700 per ton. Itu berarti naik US$ 100 jika dibandingkan dengan harga yang terbentuk pada pertengahan tahun. Tapi kenaikan sebesar 16,7% itu belum akan berakhir. Diperkirakan, harganya akan terus melayang hingga mencapai US$ 750 per ton di akhir tahun nanti atau naik 25%.

Menurut Muhammad Mansur, Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), sebetulnya wajar jika harga kertas sedikit meningkat di akhir tahun. Sebab ini berkaitan dengan kebiasaan kantor-kantor di seluruh dunia yang membeli perlengkapan kerja dalam jumlah banyak untuk stok tahun depan. Namun, kenaikan hingga US$ 750 memang tak terjadi setiap tahun. Kebetulan, tahun ini harga kertas memang sedang tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tingginya harga kertas tahun ini dipicu oleh pengurangan produksi dari negara-negara produsen utama pulp (bahan pembuat kertas), seperti Kanada, Finlandia, dan Swedia. Ketiga negara itu merupakan produsen dan eksportir pulp besar dan penting dunia. Pada 2002, Kanada memproduksi 25 juta ton pulp setiap tahun, sementara itu konsumsinya hanya 15 juta ton saja. Jadi, mereka mengekspor 10 juta ton pulp setiap tahunnya. Finlandia memproduksi 12 juta ton dan mengonsumsi 10 juta ton. Sementara itu, Swedia memproduksi 11 juta ton dengan tingkat konsumsi 8 juta ton.

Memang, di dunia, produsen pulp terbesar adalah Amerika Serikat yang memproduksi 53 juta ton. Tapi, konsumsi negeri superpower ini juga sangat besar, mencapai sekitar 54 juta ton. Sehingga, seluruh hasil produksi mereka dipakai untuk kepentingan pasar dalam negeri.Begitu pula Cina. Negara itu memproduksi 16 juta ton pulp setiap tahunnya. Rakyat Negeri Tirai Bambu ini, pada dasarnya, memang sangat gemar menulis, sehingga konsumsi kertasnya melonjak hingga 22 juta ton. Akibatnya, negeri itu terpaksa menjadi importir pulp terbesar di dunia. Makanya, kalau dilihat dari sisi ekspor, Kanada, Finlandia, dan Swedia-lah yang berkuasa menentukan harga kertas di pasar internasional.

Akhir tahun ini, ketiga negara itu menurunkan produksi pulp mereka karena harga sempat turun. Maklum, liburan musim panas menyebabkan orang tak pergi ke kantor untuk bekerja. Juga, sekolah-sekolah di belahan Amerika Utara dan Eropa dalam keadaan liburan panjang.

Jumlah stok pulp dunia, yang wajarnya sekitar 1,2 juta ton, dalam kondisi demikian bisa mencapai 1,5 juta hingga 1,6 juta ton. Makanya, tidak aneh jika gara-gara supply melebihi demand, harga pulp menjadi turun. Kali itu nilainya mencapai sekitar US$ 400 per ton.

Nah, agar tak semakin menukik menuju level US$ 300 per ton, seperti yang terjadi beberapa tahun silam, ketiga negara yang dinamakan negara-negara norscan (singkatan dari negara utara dan Skandinavia) tadi mengurangi produksi. Akibat pengurangan produksi ini, harga kembali naik atau rebound. Tapi ternyata rebound itu ketinggian, melayang, dan diperkirakan tak akan tertahankan hingga akhir tahun nanti. Itu gara-gara naiknya harga bahan baku.

Kebutuhan pemilu bukan ancaman
Kondisi ini jelas menguntungkan Indonesia. Sebab, negeri kita termasuk salah satu produsen eksportir kertas. Untuk 2003 ini, produksi kertas Indonesia diperkirakan mencapai 7,75 juta ton. Angka itu merupakan 77,5% dari kapasitas produksi pabrik kertas nasional. Dari jumlah itu, produksi kertas tulis mencapai 3 juta ton atau sekitar 38,7% produksi kertas nasional. Sementara itu, konsumsinya hanya 1,55 juta ton. Artinya sekitar 1,58 juta ton kertas tulis nasional dijual ke pasar ekspor.

Kendati Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan kertasnya sendiri, tetap saja harga jual di dalam negeri terpengaruh oleh pasar dunia. Kalau harga kertas di luar negeri lebih rendah daripada di dalam negeri, misalnya, otomatis produsen kertas akan memilih menjual kertas untuk konsumen dalam negeri. Sebaliknya, jika harga di luar negeri lebih tinggi, produsen lebih suka mengekspor produknya. Karena itu, mau tidak mau konsumen Indonesia harus rela membayar harga kertas relatif sama dengan di pasar internasional.

Lalu, bagaimana harga ke depan? Sampai akhir tahun, seperti sudah diceritakan, kemungkinan harga kertas akan terus naik hingga US$ 750 per ton. Setelah itu, diperkirakan harga itu akan kembali turun. Jika trio Kanada, Finlandia, dan Swedia kembali menaikkan angka produksi mereka, harga kertas akan semakin turun. Tapi, sebagaimana negara-negara OPEC yang bisa mengatrol harga minyak bumi, negara-negara norscan pun memiliki pengaruh yang besar dalam mengendalikan harga pulp dan kertas dunia. Jadi, dalam hal pulp dan kertas, Indonesia dan belahan dunia lain masih akan didikte trio itu.

Yang mungkin perlu dijadikan catatan, tahun depan, pelaksanaan Pemilihan Umum 2004 akan membutuhkan kertas dalam jumlah sangat banyak. Chusnul MarĂ¢€™yah, Ketua Pengadaan Kertas untuk Keperluan Pemilu Tahun 2004, memperkirakan KPU akan membutuhkan sekitar 70 ribu ton kertas. Adakah ini berpengaruh terhadap harga?
Menurut Kahar Haryopuspito, Sekretaris Jenderal APKI, jumlah 70 ribu ton tak berarti dibandingkan produksi nasional yang 7,75 juta ton per tahun tadi. Keperluan pemilu hanya 11% dari produksi kertas nasional dalam sebulan. Jadi, kalaupun memengaruhi harga, kenaikan yang ditimbulkan tak akan signifikan.

Bisnis Kertas, Tak Pernah Lengas

By Master SEO Online, on July 18th, 2010 untuk Sharing Belajar Bisnis Online
Kertas, sampai saat ini masih laku keras. kertas telah digunakan untuk beragam keperluan, bukan sekedar sebuah media untuk mencetak pesan, gambar atau perhitungan. Kertas digunakan pula sebagai alternatif daun, kartu nama, kartu bisnis lain, sticker, undangan dan lain-lain. Bali memang tidak seperti Bandung yang memiliki sentra kertas dan percetakan Pagarsih, dan itu justru telah memberikan nafas kepada bisnis kertas di Bali.
Bisnis kertas di Bali, terutama untuk kertas berukuran besar untuk koran, tabloid, majalah dan kebutuhan percetakan, saat ini disuplai oleh distributor yang jumlahnya kurang dari tiga. Kedua distributor ini pun letaknya di Denpasar. Oleh karena itu, sampai saat ini persaingan bisnis kertas di Bali terbilang masih sejuk, seberapapun kerasnya persaingan, masih saja menggiurkan.
Sementara itu untuk bisnis kertas percetakan kantor, misalnya berukuran standar A4, F3, F4 dan lain-lain, termasuk kertas form kontinu, pelaku bisnisnya sudah sangat banyak. Hal ini disebabkan manajemen barang kertas jenis ini sangat mudah, bisa diangkut langsung dari luar Bali dan dipasarkan.
Sementara itu untuk kertas yang terutama untuk keperluan percetakan, yang memerlukan penggudangan sebelum dikemas menjadi ukuran yang dibutuhkan masayrakat, sampai saat ini pelaksana distribusi kertas ini masih kurang dari tiga.
Salam bahagia
NILAH.COM, Jakarta Harga berbagai jenis kertas melonjak dahsyat. Hebatnya lagi, pasarnya terbuka makin lebar. Karenanya, bisnis kertas pun makin renyah. Di lingkup global maupun nasional sama saja, para pelaku bisnis kertas meraup banyak untung.
Itu pula penyebab bisnis kertas makin diminati banyak investor. Setidaknya, yang sekarang sudah berjalan, tak henti melakukan ekspansi produk.
Tengok saja International Paper (IP). Mereka siap merambah ke Indonesia dengan investasi US$ 4 miliar. Perusahaan pulp dan kerta terbesar di dunia itu akan membuka lahan dan mendirikan pabrik baru di Indonesia.
"Setidaknya dua kali IP menyampaikan niatnya secara lisan kepada Menteri Kehutanan MS Kaban. Tapi, belum jelas kapan realisasinya karena belum ada permohonan tertulis," papar H Muhammad Mansur, Ketua Presidium Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Sabtu (17/5) di Jakarta.
Masalahnya kini tinggal bagaimana pemerintah menciptakan iklim kondusif bagi investor asing seperti IP untuk masuk di bidang pulp dan kertas.
Selama ini banyak industri serupa di Tanah Air acap didera kendala pasokan bahan baku seiring makin ketatnya persyaratan penggunaan hasil hutan.
IP, perusahaan asal AS yang didirikan pada 1898 dengan penjualan mencapai US$ 24,1 miliar per tahun, sedianya akan membuka lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) 500.000 hektare di Papua. Selama ini, kawasan itu belum dimanfaatkan masksimal untuk pulp dan kertas.
Sebelumnya, Kepala Badan Penanaman Modal (BKPM) M Lutfi menyebutkan, investasi di industri pulp dan kertas setiap tahun naik US$ 7 miliar dan kecenderungannya yang terus meningkat.
"Sektor ini memang menarik bagi investor karena biaya produksinya rendah. Di Indonesia, bahan bakunya bisa menggunakan pohon akasia yang hanya membutuhkan waktu enam tahun. Sementara di Finlandia, untuk mendapatkan pulp harus menunggu 60 tahun," papar Lutfi.
Selama ini, kendala perkembangan industri pulp dan kertas adalah ketersediaan bahan baku terkait masalah illegal logging seperti dialami sejumlah produsen pulp di Riau. Karenanya, pengembangan industri ini sebaiknya diarahkan ke kawasan timur Indonesia seperti Papua.
Investor tertarik dengan pasar domestik yang sangat besar di samping peluang tingginya permintaan pasar global. Harga pulp dan kertas di pasar global memang terus memuncak mengiringi tingginya harga komoditas pangan dan minyak.
Di pasar dunia, harga pulp serat pendek pada Maret 2008 mencapai US$ 730 per ton. Pada April 2008, naik menjadi US$ 770 per ton. Kenaikan ini memicu kenaikan harga kertas di Indonesia. Saat ini harga kertas berkisar US$ 1.000 per ton. Sebelumnya US$ 950-960 per ton.
Tingginya harga jual pulp dan kertas di pasar internasional ikut mendorong industri yang bergerak di sektor ini ke arah positif. Itu terlihat dari apresiasi investor, terutama di pasar modal, terhadap saham-saham produsen pulp dan kertas.
Harga saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), misalnya, pada perdagangan Jumat (16/5) ditutup naik 16,28%, dari Rp 1.720 menjadi Rp 2.000 per saham. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) naik 10,82%, dari Rp 1.940 menjadi Rp 2.150.
Artinya, sejak awal Mei 2008, terjadi peningkatan harga untuk saham Indah Kiat, dari Rp 1.220 menjadi Rp 2.000 per lembar atau naik Rp 780. Saham Tjiwi Kima melonjak Rp 440 menjadi Rp 2.150 per lembar hingga pertengahan bulan ini. [I3]