Laman

Rabu, 27 Februari 2013

Makmur Dengan Menikah…

Sebuah riset di Amerika belum lama ini mengungkapkan bahwa orang-orang yang menikah dan tetap dalam pernikahannya (tidak bercerai), rata-rata empat kali lebih makmur ketimbang mereka yang tidak menikah atau bercerai di tengah jalan. Ini sekali lagi secara tidak langsung membuktikan kebenaran Al-Qur’an, yang sejak lebih dari 1400 tahun lalu sudah memberi solusi kemiskinan melalui salah satu jalannya yaitu pernikahan.

Ayatnya adalah : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS 24:32)

Perintah untuk mengawinkan “…orang-orang yang sendirian di antara kamu…” itu masyaAllah indahnya bila diterapkan oleh pemimpin umat. Beberapa tahun lalu saya diundang untuk ikut menyaksikan langsung keindahan ini - bagaimana pemimpin umat menikahkan 500-an pasang pemuda-pemudi Palestina di pengasingan.

Mereka tinggal di negeri orang karena negerinya sendiri dijajah oleh Zionis Israel, tetapi pemimpin mereka masih sempat mengurusi pernikahan para muda-mudinya. Bukan hanya sekedar menikahkan, mereka juga memfasilitasinya dengan tempat tinggal, perabot rumah tangga dan bahkan termasuk uang yang cukup untuk memulai hidup baru – setahun kedepan !.

Barangkali inilah rezeki-nya orang-orang yang menikah sebagaimana dijanjikan di ayat tersebut di atas. Kalau saja para pemimpin kita meyakini kebenaran ayat tersebut di atas – urusan menikah di negeri ini mestinya bukan hanya dipermudah tetapi juga difasilitasi negara.

Lha wong pemimpin dari negeri yang terusir karena kedzaliman penjajah saja masih bisa menikahkan dan membekali rakyatnya kok, apalagi kita yang hidup berdaulat di negeri sendiri dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah.

Kebenaran ayat tersebut di atas – bahwa menikah mendatangkan kemakmuran – sungguh telah terbukti, maka pemerintah bisa menggunakan salah satu strategi pengentasan kemiskinan itu dengan cara menikahkan pemuda-pemudinya yang masih lajang.

Mengapa orang yang menikah lebih berpeluang untuk makmur ?, berikut adalah antara lain hasil riset yang saya sebutkan di atas.

Orang yang menikah cenderung lebih bertanggung jawab dalam hal keseriusan bekerja untuk memperoleh nafkah dan bertanggung jawab pula dalam penggunaannya.

Orang yang menikah berbagi dalam segala hal, yang bila sendiri-sendiri harus membeli masing-masing satu – ketika mereka menikah cukup membeli satu untuk berdua. Ini berlaku untuk rumah, peralatan rumah tangga, peralatan dapur, makanan dlsb. Bahasa ekonominya ada efisiensi dalam pernikahan, ada economies of scale !.

Orang yang menikah lebih berpeluang untuk menghindari pembelanjaan hasil jerih payahnya secara sia-sia, sehingga hasil jerih payahnya lebih banyak untuk membangun kemakmuran bagi keluarga dan keturunannya.

Di atas itu semua ada yang tidak bisa diungkap oleh riset di atas, yaitu petunjuk Ilahiah bahwa dengan menikah itu seorang laki-laki akan menjadi tenang/tenteram (sakinah) dan ada cinta serta kasih sayang (mawaddah wa rahmah) bersama dengan istrinya.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS 30 :21)

Bagi Anda yang belum menikah, bersegeralah dan jangan takut miskin karena menikah – justru sebaliknya, menikah adalah salah satu jalan untuk menghindarkan kemiskinan. InsyaAllah.


Tongkat Nabi Musa…

Awalnya adalah sebuah tongkat biasa, ini tercermin dari pengakuan pemiliknya ketika ditanya : “Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?” (QS 20:17). Yang ditanya-pun menjawab : “…Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya” (QS 20:18). Namun setelah diberi mukjizat oleh Yang Maha Kuasa, berbagai persoalan besar terselesaikan melalui tongkat ini.

Ketika berhadapan dengan para tukang sihir pilihan Fir’aun, Musa diberi petunjuk untuk menggunakan tongkatnya : “…Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang".(QS 20 : 68-69)

Ketika Musa dan kaumnya terjepit di antara lautan dan musuh yang mendekat, Musa diberi petunjuk untuk menggunakan tongkatnya : “..."Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (QS 26 :63)

Kerika terjadi krisis air-pun sekali lagi Musa diberi petunjuk untuk menggunakan tongkatnya : “…"Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS 2 :60)

Allah, Tuhan yang sama yang memberi Nabi Musa ‘Alaihi Salam mukjizat melalui tongkatnya – tentu sangat kuasa untuk memberi mukjizat kepada siapapun yang dikehendakiNya dan kapan-pun Dia kehendaki. Untuk kita yang hidup di akhir jaman ini – mukjizat itu-pun disesuaikan dengan jaman kita. Bukan lagi berupa tongkat, tetapi sebuah sumber ilmu yang tidak akan habis digali, sumber petunjuk yang tidak akan pernah menyesatkan siapa saja yang mengikutinya.

Ketika umat ini tersihir dengan kemajuan teknologi umat yang lain, keperkasaan ekonomi umat yang lain dan tekanan politik pemikiran umat yang lain – maka waktunya umat ini untuk menggunakan ‘tongkat – mukjizatnya’ – yaitu kembali kepada petunjuk-petunjuk yang ada di Al-Qur’an untuk meraih keunggulan dan mengalahkan segala bentuk sihir modern yang kita hadapi ini.

Ketika umat ini terjepit di antara musuh-musuh yang semakin mendekat siap meng-kooptasi segala aspek kehidupan kita, di tengah keterbatasan ilmu dan sumber daya lainnya yang kita miliki – maka kinipun waktunya kita kembali pada ‘tongkat –mukjizat’ kita, kembali ke Al-Qur’an untuk mencari solusi yang bisa jadi belum pernah terbayangkan oleh kita sebelumnya. Solusi yang bisa membelah lautan-pun dimungkinkan melalui Mai’ya Robbi – Tuhanku bersamaku.

Ketika dunia menghadapi berbagai krisis pangan, energi dan air (FEW – Food, Energy and Water), maka kita-pun waktunya kembali ke ‘tongkat- mukjizat’ untuk mampu mengeluarkan air (juga pangan dan energi) - bahkan dari tempat yang tidak terduga sekalipun – ‘air yang memancar dari bebatuan’.

Ini semua dimungkinkan karena Allah sendiri yang sudah menjanjikan kita solusi atau jawaban atas segala permasalahan yang kita hadapi : “ …dan Kami turunkan kepadamu Kitab Al-Qur’an sebagai penjelasan (jawaban) bagi segala hal…”. (QS 16 :89)

Bayangkan bila di tangan kita ada tongkatnya Nabi Musa – seperkasa apa kita saat ini ?. Padahal ‘tongkat’  itupun bener-bener ada di tangan kita kini – hanya saja tentu sesuai jamannya – tidak secara harfiah berbentuk tongkat. Dia berupa Kitab yang didalamnya memberikan jawaban atas segala hal yang kita hadapi atau perlukan saat ini.

Sesuai jamannya pula, penggunaan ‘tongkat’ ini tidak lagi dengan cara dipukulkan seperti pada jamannya Nabi Musa – tetapi dengan cara yang paling sesuai untuk jaman modern ini, yaitu dengan dibaca, dihafalkan, dipahami, diamalkan dan juga diajarkan. Lima hal ini yang perlu rame-rame kita budayakan (kembali) kini.

Di tangan kita ada mukjizat yang tidak kalah dengan mukjizat tongkatnya Nabi Musa, diberikan oleh Allah – Tuhan yang sama dengan Tuhan-nya Nabi Musa – maka seyogyanya umat ini siap menghadapi Fir’aun-Fir’aun siapapun Fir’aun itu di jaman kini. Seyogyanya umat ini bisa keluar dari seluruh ancaman dan problema jaman, mulai dari ancaman musuh, kendala alam sampai krisis pangan , energi dan air. InsyaAllah kita bisa.


Senin, 25 Februari 2013

Potonglah Talinya…


Seorang pendaki gunung nan gagah berani mendaki sendirian puncak yang sangat tinggi. Di tengah pendakiannya tiba-tiba kabut tebal menutupi jarak pandangnya, dia terperosok ke jurang sempit yang gelap gulita. Setelah sempat pingsang, dia tersadar sedang bergantung pada tali yang mengikat pinggangnya. Hal pertama yang dia ingat adalah untuk memohon pertolongan kepadaNya.

Dengan badan yang masih lemah entah berapa lama pingsan, dia berdo’a lirih “…ya Rabb-ku, tolonglah aku…” kemudian dia tertidur lagi dengan lunglai, tetapi dalam mimpinya Yang Maha Penolong ‘berkata’ dengan penuh kasih sayang kepadanya : “…apakah engkau yakin Aku bisa menolongmu…?”.

Si pendaki gunung langsung terbangun dan menjawab : “…Ya Rabb, aku yakin Engkaulah yang bisa menolongku…”, kemudian setelah beberapa lama menunggu pertolongan belum datang, dia tertidur lemah lagi. Dalam mimpinya Yang Maha Penolong datang lagi dan berkata : “kalau begitu, potonglah talimu…!”.

Sang pendaki langsung terbangun dan berkata : “…potong tali…?” sambil seolah mempertanyakan petunjuk dalam mimpinya. Dia melihat kanan-kiri, atas dan bawah – semuanya gelap, dia tidak bisa melihat apa-apa. Dia bingung dan lelah, kemudian tertidur lagi.

Dalam tidurnya dia mimpi lagi hal yang sama : “…potonglah talimu…!”, lagi-lagi dia terbangun dan bertanya kembali : “…masak potong tali sih…?” dia melihat sekitarnya tetap gelap dan dia tetap tidak melihat apa-apa. Dia tertidur lagi dan sekali lagi pula dia bermimpi hal yang sama, kali ini dengan nada perintah yang lebih jelas dan lebih keras : “…POTONG TALIMU…!!!”.

Sang pendaki-pun tersentak kaget dan terbangun, tetapi dilihatnya kanan-kiri, atas- bawah tetap gelap dan dia tidak melihat apa-apa. Dalam kegalauan dan kelelahan yang luar biasa dia tertidur lagi untuk selamanya dan tidak terbangun lagi (mati !).

Setelah pencarian beberapa hari tim SAR akhirnya menemukan mayat sang pendaki gunung ini, terikat dipinggangnya – dengan kaki menggantung hanya beberapa sentimeter dari tanah !.

Lelaki sang pendaki gunung ini adalah kebanyakan manusia yang merasa perkasa dengan kemampuannya – merasa bisa sendirian mengarungi perjalanan hidupnya, merasa cerdas dengan akalnya sehingga selalu men-challenge petunjukNya, dan merasa paling kuat dengan imannya sehingga tidak merasa perlu untuk selalu memperbaiki keimanannya.

Bila ditanya siapa yang memberi rezeki, dia akan langsung menjawab bahwa Allah-lah sang pemberi rezeki itu – tetapi dia tidak berani meninggalkan pekerjaannya yang bergelimang dengan riba, maisir, gharar, korupsi, nepotisme dan sejenisnya.

Dalam skala negeri yang lagi kacau-pun demikian, yang diharapkan menjadi pemimpin malah saling menelanjangi aib masing-masing, lalu masing-masing-pun berdo’a agar hukum ditegakkan dan keadilan yang akan menang. Masing-masing merasa benar, masing-masing merasa saling terdhalimi – lalu mereka berdo’a dengan harapan keadilan akan datang, mereka merasa berhak atas do’a yang pasti dikabulkan karena merasa dirinya adalah orang-orang yang terdhalimi.

Tetapi ironinya keadilan ini adalah versi mereka sendiri-sendiri, versi undang-undang yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri. Ironinya adalah mereka pada dihukum dengan hukum yang dibuat oleh mereka sendiri.

Mereka berada dalam kegelapan hukum kanan-kiri, atas-bawah, mereka mencari dan memohon keadilan. Namun ketika keadilan itu datang dalam bentuk petunjukNya yang sangat jelas, mereka tidak hiraukan petunjuk itu – mereka challenge petunjuk itu seolah akal merekalah yang lebih unggul. Mereka terus mencari keadilan dalam gelap, terus pula Sang Maha Pengasih dan Penyayang memberi petunjukNya yang semakin-jelas dan semakin jelas, tetapi lagi-lagi petunjuk itu terus tidak dihiraukan.

Maka agar kita selamat dari dampak fitnahnya, ketika pertolongan itu datang kepada kita dengan pesan yang loud and clear : “…POTONGLAH TALIMU…!!!”, tali yang mengikat kita dengan riba, dengan kedhaliman, dengan lingkungan politik yang korup, dengan kepitalisme yang merampas hak – maka potonglah tali itu - tali apapun yang menjadi tempat kita bergantung kepada selain Allah - potonglah dan ikutilah petunjukNya, karena sesungguhnya pertolonganNya itu benar adanya dan bumi Allah itu dekat di bawah kaki kita kemanapun kita berjalan. InsyaAllah.



Kamis, 21 Februari 2013

Pindah Quadrant A La Abu Hanifah…

Meskipun bukunya Robert Kiyosaki CASHFLOW Quadrant dibaca puluhan jutaan orang, ternyata memang tidak mudah untuk pindah dari satu quadrant ke quadrant berikutnya.  Menjadi lebih sulit lagi dan belum tentu berguna manakala kita tidak memiliki motivasi yang benar dalam berpindah quadrant tersebut. Maka ada cara yang lebih mudah untuk pindah quadrant ini yaitu bila kita memiliki motivasi yang benar, salah satu yang bisa kita contoh adalah pindah quadrantnya Imam Abu Hanifah. 

Untuk mudahnya kita memahami konsepnya, empat quadrant-nya Robert Kiyosaki saya kelompokkan menjadi dua bagian saja. Pengelompokan ini menjadi dua bagian kiri dan kanan berdasarkan kendala waktu yang kita miliki. Bila untuk meningkatkan kemakmuran kita terkendala oleh waktu – seberapa lama atau seberapa banyak kita bekerja, maka kita masih di bagian kiri. Bagian ini adalah dua quadrantnya Robert Kiyosaki Employee (E) atau pegawai, dan Self Employeed (S) yaitu swakarya atau pekerja mandiri.

Kita sudah lebih beruntung dari orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan, karena di quadrant E kita memiliki pekerjaan (have a job) atau di quadrant S kita  memiliki pekerjaan sendiri (own a job).  Masalahnya adalah dalam posisi ini kemungkinan besar waktu kita tersita untuk pekerjaan.

Karena kita masih harus bekerja dengan waktu kita sendiri, maka kemakmuran yang bisa kita hasilkan terbatas pada seberapa lama atau seberapa banyak kita bisa memiliki waktu bekerja ini. Karena kendala waktu  ini pula maka meskipun 95 % orang bekerja sebagai pegawai dan swakarya atau quadrant E dan S, kemakmuran yang bisa mereka kumpulkan hanya 5 % dari total kemakmuran yang ada di dunia.

Bagian kedua adalah bagian kanan yang terdiri dari dua quadrant-nya Robert Kiyosaki yaitu quadrant  Business Owner (B) dan quadrant Investor (I). Di quadrant B, kita sudah tidak harus bekerja dengan waktu kita sendiri karena pada quadrant ini system yang kita bangun yang bekerja. Demikian pula di quadrant I, waktu tidak menjadi kendala kita karena yang bekerja adalah orang lain di mana kita menaruh investasi Kita.

Untuk mudahnya dipahami karakter masing-masing bagian dan quadrant  ini dapat dilihat pada ilustrasi di bawah.



Lantas bagaimana kita bisa pindah bagian dari kiri ke kanan ? Disinilah metodenya Imam Abu Hanifah lebih layak kita ikuti ketimbang metodenya Robert Kiyosaki.

Abu Hanifah muda yang bernama lengkap Al-Nu’man ibn Tsabit al-Zutha al-Farisi adalah golongan Tabi’in yang lahir di Kufah tahun 80 H. Dia lahir dari keluarga pedagang , belajar berdagang dan menjadi pedagang sejak dia belia. Artinya dia juga memulai dari bagian kiri – khususnya quadrant S yaitu sebagai pedagang.

Sampai meninggal-pun para ahli sepakat bahwa Imam Abu Hanifah masih sebagai pedagang. Hanya saja dia pedagang yang punya sangat banyak waktu untuk beribadah, menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu. Bagaimana dia bisa mengalokasikan begitu banyak waktu disamping harus berdagang ? beliau ber-syirkah dengan orang-orang kepercayaannya untuk menjalankan usaha dagangnya.

Salah satu rekan ber-syirkah-nya Abu Hanifah adalah Hafsh ibn Abdurrahmah yang bersyirkah dengan beliau selama 30 tahun. Dari Hafsh inilah karakter unggul Abu Hanifah dalam berdagang banyak diceritakan dan menjadi contoh bagi para pedagang muslim berikutnya.

Pindah quadrantnya Abu Hanifah dari E/S ke B/I atau dari bagian kiri ke bagian kanan layak menjadi contoh karena dengan ini juga membawa setidaknya lima perubahan yang menyertainya :

  1.      Abu Hanifah menjadi lebih banyak memiliki waktu untuk mempelajari ilmu dan juga mengajarkannya. Beliau bahkan punya waktu cukup untuk belajar bertahun-tahun di kota ilmu Madinah.
  2.       Abu Hanifah bisa memiliki banyak waktu untuk beribadah. Di musim panas beliau hanya tidur antara dhuhur sampai ashar dan menghabiskan malamnya untuk beribadah, di musim dingin beliau menambah tidur sebentar di awal malam – dan menghabiskan  sisa malamnya untuk beribadah.
  3.       Waktu yang banyak digunakan untuk menuntut ilmu, mengajarkan ilmu dan ibadah tidak mengurangi rezekinya karena ada mitra syrikah yang amanah dalam menjalankan usaha beliau. Kecukupan rezeki ini tercermin dari sadaqah Abu Hanifah secara rutin yang pahalanya diperuntukkan bagi kedua orang tuanya saja mencapai 20 Dinar setiap bulan.
  4.       Dengan kecukupan rezekinya, Abu Hanifah menjadi ulama yang tidak mau menerima gaji dari penguasa pada jamannya sehingga fatwa-fatwa dia bersih dari intervensi.
  5.        Dari kecukupan rezekinya pula Abu Hanifah bisa menyebarkan ilmu sekaligus meringankan beban bagi para muridnya. Ketika ada muridnya yang tampil lusuh, dicukupkan kebutuhannya agar orang lain tidak kasihan kepadanya.

Dari contoh pindah quadrant atau pindah bagiannya Abu Hanifah di atas, kini jelas sekarang perbedaannya dengan pindah quadrant-nya Robert Kiyosaki. Bila Robert Kiyosaki mengajarkan pindah quadrant itu untuk mencari kekayaan duniawi, pindah quadrant a la Abu Hanifah adalah agar kita punya banyak waktu untuk menuntut ilmu, mengajarkannya dan memperbanyak waktu untuk beribadah. Sambil melakukan ini semua, kita tidak boleh menjadi beban orang lain – bahkan sebaliknya sebisa mungkin masih bisa ikut meringankan beban orang lain dan tentu saja mencukupi kebutuhan kita sendiri agar tetap dapat berfikir independen, berakal merdeka dan bebas dari intervensi. InsyaAllah kita-pun bisa !.


Emas Di Persimpangan Jalan....

Semalam harga emas dunia jatuh ke titik terendah selama sekitar 7 bulan terakhir. Penyebab utama kejatuhannya masih sama dengan penyebab kenaikannya selama lima tahun terakhir – yaitu keputusan Federal Reserve Amerika yang terkait dengan strategy Quantitative Easing (QE)-nya. Ketika QE dilakukan 2008, 2010 dan 2012 ketiganya mendorong harga emas ke atas, dan sebaliknya kini ketika QE diperdebatkan kelangsungannya – maka harga emas jatuh. Selanjutnya akan kemana harga emas  ?

Hari-hari ini harga emas berada di persimpangan jalan yang dalam bahasa orang pasar modal disebut death cross atau persimpangan kematian. Saya sendiri kurang setuju dengan penyebutan semacam ini karena mendramatisir situasi membuatnya seolah lebih buruk dari yang sesungguhnya. Saya  lebih suka menyebutnya persimpangan jalan atau cross road, karena lebih akurat menggambarkan situasi yang sesungguhnya.
Death cross atau cross road ini adalah situasi dimana rata-rata jangka yang lebih pendek (misalnya rata-rata bergerak 50 harian atau 50 DMA) turun melewati rata-rata bergerak jangka yang lebih panjang (misalnya rata-rata bergerak 200 harian atau 200 DMA).
Penyebutan death cross lebih pada pandangan pesimistik bahwa setelah ini harga akan terus turun. Saya menyebutnya cross road karena setelah ini harga emas bisa turun lagi dan bisa pula balik naik tergantung pada time-frame  dan berbagai faktor lainnya.
Untuk kemungkinan turun, secara kwantitatif perhatikan grafik harga emas dibawah dalam US$ yang memang sedang menuju death cross-nya. Adapun secara kwalitatif setidaknya ada dua faktor yang mendorongnya turun (lagi) yaitu pertama US$ yang sedang menguat relatif terhadap sejumlah mata uang pembandingnya, kedua hasil rapat FOMC yang memperdebatkan kelangsungan Quantitative Easing tersebut di atas – yang kemungkinan juga akan berlanjut pada rapat FOMC berikutnya di bulan Maret 2013 ini.



Source : StockCharts.com

Untuk kemungkinan naik, secara kwantitatif saya ambil data harga emas di Indonesia yang terjadi selama lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah. Perhatikan bahwa death cross bukan merupakan akhir dari perjalanan naik harga emas. Dia merupakan koreksi untuk beberapa  bulan sebelum akhirnya balik ke trend semula.



Source : GeraiDinar's Gold Statistics
Secara kwalitatif-nya adalah faktor fundamental ekonomi Amerika yang masih dibebani dengan hutang, yang kemungkinan menjadi isu besar lagi manakala eksekutif dan legislatif mereka berdebat dalam menentukan plafon pinjaman di bulan Mei 2013 nanti.
Peluang harga emas kembali naik dalam Rupiah juga dimungkinkan oleh dua faktor  yaitu pertama menguatnya Dollar akan membuat nilai tukar Rupiah keteter mengejarnya – sehingga penurunan harga dalam Dollar akan ter-offset sebagian oleh pelemahan Rupiah terhadap Dollar. Kedua adalah faktor ketidak pastian politik menjelang pemilu legislatif dan eksekutif 2014, situsi politik ini kemungkinan akan berpengaruh pada melemahnya Rupiah yang berarti juga menaikkan harga emas.
Intinya adalah, penurunan harga emas yang significant dalam beberapa hari terakhir masih mungkin untuk terus turun lagi – namun peluang kembalinya naik juga dimungkinkan dalam beberapa bulan kedepan seperti statistik yang saya sajikan pada grafik 5 tahunan tersebut di atas.
Walhasil saran saya tetap sama dengan saran-saran sebelumnya, yaitu jangan berspekulasi dengan emas !. Wa Allahu A’lam.


Kategori : Entrepreneurship Published on Monday, 18 February 2013 08:06 Oleh : Owner Gerai Dinar

Senin, 18 Februari 2013

Tiga Resep Keunggulan…

Dari 100 perusahaan emerging market yang diidentifikasi oleh perusahaan konsultan global Boston Consulting Group (BCG) sebagai perusahaan-perusahaan yang akan ‘menantang dunia’ di tahun 2013 ini, hanya dua yang berasal dari Indonesia. Dua perusahaan inipun bukan milik umat ini, lantas dimana keunggulan umat ini yang secara ‘genetis’ mestinya unggul di bidang perdagangan ?

Islam turun pertama kali ke suku Qurais yang punya tradisi berdagang lintas negara pada jamannya, dibawa berhijrah oleh kaum Muhajirin yang notabene juga para pedagang, disebarkan sampai Nusantara lagi-lagi oleh para pedagang, dan ketika negeri ini terpuruk dalam penjajahan – yang berfikir pertama kali untuk merdeka juga para pedagang, yaitu para pedagang yang bergabung dalam Syarikat Dagang Islam (1905).

Maka bila kenyataannya kita kini tidak unggul dalam perdagangan di jaman ini, barangkali kini waktunya kita perlu melakukan ‘genetic recovery’ untuk memperoleh kembali keunggulan itu. Tetapi dari mana kita mulai mengidentifikasi keunggulan itu ?, dari mana lagi kalau tidak mulai dari petunjuk dari Yang Maha Tahu.

Kita mulai dari petunjukNya dalam ayat berikut :

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS 35 : 29-30).

Dari dua ayat di atas kita tahu bahwa yang akan diberi keunggulan dengan perniagaan yang tidak akan merugi – dunia dan akhirat, diberi pahala ,karunia dan ampunan adalah orang-orang yang selalu : 1) Membaca kitab, 2) Mendirikan shalat dan 3) Menafkahkan sebagian rezeki. Bisa jadi kita belum diberi keunggulan itu sekarang karena memang belum selalu mengamalkan ketiganya.

Membaca KitabNya

Kalau toh sudah membaca ayat-ayatNya yang tertulis dan bahkan tidak sedikit yang mampu menghafalkan sebagian besar atau seluruh ayat-ayatNya itu, barangkali kita belum cukup memahami petunjukNya baik yang tersurat maupun yang tersirat, baik yang tertulis di kitabNya maupun yang ditebarkan di bumiNya.

Kita lihat daftar 100 perusahaan versi BCG tersebut di atas,  khususnya yang saya beri tanda dari Indonesia berikut :

To 100 Global Challengers 2013 (source : BCG)

Yang disebut Golden Agri Resources kalau Anda search di internet ketemunya adalah perusahaan yang berbasis di Singapore – tetapi pemiliknya memang dari konglomerat Indonesia dan kekayaan utamanya berasal dari alam Indonesia. Yang kedua adalah Indofood Sukses Makmur, perusahaan yang menguasai pasar kebutuhan pokok pangan untuk sebagian besar rakyat di negeri ini.

Artinya apa ini ?, di sekitar kita ditaburkan seluruh sumber daya (resources) dan sekaligus pasar yang luar biasa, tetapi karena kita belum berhasil menggarapnya -  maka orang lainlah yang menggarapnya sehingga merekalah yang mencapai keunggulan itu.

Mendirikan Shalat

InsyaAllah kita sudah selalu melaksanakan sholat, tetapi yang masih perlu ditingkatkan adalah bener-bener mendirikan sholat. Dengan mendirikan sholatlah yang bisa membuat kita yakin bahwa sholat kita, ibadah kita dan hidup dan mati kita hanya untuk beribadah kepadaNya. Dengan mendirikan sholat pula seharusnya sholat itu mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar.

Bila kekejian dan kemungkaran masih begitu luas dalam bentuk pengelolaan sumber daya alam yang merusak, kecurangan dan ketidak adilan di pasar, korupsi yang merampas hak rakyat, hukum Allah (syariat) yang adil digantikan dengan hukum buatan manusia yang kelahirnya-pun penuh interest – maka dari symptoms ini saja nampaknya kita belum bener-bener mendirikan sholat.

Menafkahkan Sebahagian Rezeki

Menafkahkan sebahagian rezeki bukan sekedar hanya membayar zakat 2.5 % setelah itu selesai sudah kewajiban kita. Bagaimana kalau di sekitar kita ada orang-orang miskin yang tidak bisa mencukupi kebutuhan pokoknya dalam hal sandang, pangan dan papan ? Tugas siapa ini ?

Selain tentu saja contoh dari uswatun hasanah kita dalam pengelolaan pasar untuk kemakmuran umat, sumber daya alam (tanah), pengelolaan air dan bahkan energi (api), cerita para wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa ini – juga dapat menjadi inspirasi yang baik bagaimana menafkahkan sebahagian rezeki itu harus bisa sampai bener-bener mengatasi kebutuhan pokok di bidang sandang, pangan dan papan.

Dengan bahasa  mereka, pemenuhan kebutuhan pokok ini diungkapkan dengan “wong kang udo klambenono…, wong kang ngelak ombenono…wong kang kudanan payungono...” atau “Orang yang telanjang berilah pakaian (sandang)…orang yang haus/lapar berilah minum/makan (pangan)…orang yang tidak punya rumah berilah dia rumah (papan)”.

Ibarat orang sakit, umat ini sedang sakit – sehingga 'gen' yang seharusnya membuat kita unggul, tidak bisa menampilkan keunggulannya. Tetapi resep untuk pengobatan sakit kita itu begitu jelas yaitu antara lain dengan tiga hal :  1) Membaca KitabNya, 2) Mendirikan Sholat dan 3) Menafkahkan Sebahagian Harta.

Maka bila kita terapi diri-diri kita yang lagi sakit di jaman ini dengan resep yang dijamin kebenarannya tersebut, insyaAllah kita-pun akan bisa kembali unggul. Amin.
Kategori : Entrepreneurship
Published on Sunday, 17 February 2013 08:45
Oleh : Owner Gerai Dinar


Tiga Peserta Marathon …


Dunia semula mengira bahwa perang dingin antara kekuatan-kekuatan besar telah berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, setelah berlangsung sekitar 45 tahun sejak berakhirnya Perang Dunia II. Kenyataannya sebenarnya perang dingin itu tidak sepenuhnya berakhir, polarisasi kekuatan dunia dalam menyikapi krisis di Syria, Laut China Selatan, Semenanjung Korea dlsb. antara lain adalah buktinya. Perang dingin itu juga terus berlangsung di sektor ekonomi, dan pesertanya bukan hanya blok barat dan blok timur.


Perang dingin di sektor ekonomi ini bisa terwujud dalam bentuk saling menyerang pasar, saling membanting nilai mata uang (currency war), saling intip teknologi, (tuduhan) dumping, tariff dlsb.

Dua kekuatan besar dunia yang muncul duluan di abad terakhir yaitu blok barat dengan kapitalisme-nya dan blok timur dengan komunisme atau socialism-nya, ternyata mereka juga memiliki faham yang sangat berbeda dalam menyikapi uang dan emas.

Ekonomi blok barat yang kapitalis imperialism-nya di danai dengan uang kertas yang bisa dicetak dari awang-awang berapa saja dan kapan saja, untuk sementara mereka memang unggul. Ini seperti lomba lari marathon, kapitalisme itu menggunakan strategy lari sprint. Mereka unggul di awal , tetapi tidak akan tahan lama - mereka akan segera kehabisan tenaga dan diungguli oleh yang memiliki strategy marathon.

Kemajuan ekonomi mereka di danai dengan uang kertas yang sejatinya hutang, sementara hutang tentu ada batas waktunya – suatu saat harus dibayar, dan batas waktu itu bisa saja sangat dekat. Mengingat kreditor terbesar kapitalism itu juga musuh terbesar mereka di perang dingin, maka bila perang dingin ini memanas oleh salah satu krisis di Syria, Laut China Selatan, Semenanjung Korea – bisa saja saat itu juga menjadi akhir dari kapitalism itu.

Hal ini nampaknya juga diantisipasi oleh dua kekuatan besar perang dingin dari blok timur yaitu China dan Russia, mereka bertolak belakang dengan blok barat yang diwakili oleh Amerika bahkan dalam menyikapi uang dan emas.

Bila kapitalisme barat mendorong dunia untuk menjauh dari emas dan memperbesar uang fiat yang sejatinya hutang, China dan Russia justru membangun langkah sebaliknya dalam dasawarsa terakhir.

Grafik-grafik disamping menunjukkan betapa dalam dasawarsa terakhir China dan Russia mengakumulasi emas baik untuk cadangan resmi pemerintahnya maupun akumulasi oleh rakyatnya.

Setelah dunia kapitalism barat kehabisan tenaga dari lari sprint-nya, lantas apakah komunism China dan Russia yang akan berjaya ? mungkin juga tidak ! mengapa ?

Dalam ajaran komunism maupun socialism mereka juga tidak belajar bagaimana mengelola emas (uang, harta) yang seharusnya. Menimbun emas yang mereka lakukan bukanlah cara yang efektif untuk membangun kekuatan ekonomi.

Emas hanya efektif untuk mempertahankan daya beli jerih payah kerja mereka, dari kehancuran daya beli uang kertas. Untuk menghasilkan kemakmuran, emas-pun harus terus berputar. Yang pandai memutar emas (harta)-lah yang akan unggul kedepan.

Jadi kembali kepada ibarat lomba lari marathon di atas, kapitalisme akan kehabisan tenaga segera sementara komunisme tidak bisa berlari cepat dari start sampai menjelang finish. Lantas siapa pemenangnya ?

Pemenangnya adalah peserta lari nomor tiga yang tidak diunggulkan di awal start ketika kapitalisme dan komunisme mulai berlari bahkan hingga saat ini. Tetapi peserta ke tiga ini memiliki self-drive yang sangat powerful yaitu berupa ideologinya bahwa emas (juga uang atau harta) haruslah terus berputar.

Dari waktu ke watu emas mereka terus berputar dengan cepat dan semakin cepat, maka menjelang dan sampai finish dialah yang paling unggul ! Tetapi siapa peserta nomor tiga ini ? Itulah Islam dengan seluruh system kehidupannya termasuk dalam hal memutar ekonomi ini.

Kok kita bisa yakin bahwa menjelang dan sampai finish kitalah yang akan menjadi pemenangnya ? Ini adalah bagian dari keimanan kita untuk mempercayai kabar yang datang langsung dari utusanNya – utusan dari Dia Sang Maha Tahu.

Kabar itu antara lain datang melalui hadits :Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi dia idak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai " (HR. Muslim).

Kabar kemakmuran menjelang akhir jaman itu itu dikaitkan langsung dengan kesadaran akan zakat – sampai membuat seorang laki-laki harus pergi ke mana-mana untuk menyalurkan zakatnya. Siapakah yang sadar zakat ini ?, itulah umat Islam saat itu !, umat yang tidak berada di blok barat ataupun di blok timur, umat yang dirancang untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam !

Maka marilah kita mulai berlari mengejar ketinggalan kita itu, berlari dengan PD (Percaya Diri) karena kita yakin kitalah yang akan menjadi juara itu…InsyaAllah !


Selasa, 12 Februari 2013

Daging Bukan Hanya Sapi…


Melebarnya gap antara demand dengan supply ini dapat kita lihat dari data dua tahun terakhir. Tahun 2011 lalu konsumsi daging sapi nasional kita sekitar 450,000 ton, lebih dari sepertiganya (157,000 ton) diimpor. Tahun 2012 konsumsi daging meningkat sekitar 7.5 % menjadi 484,000 ton sementara yang diimpor adalah turun menjadi sekitar 85,000 ton.

Asumsinya tentu kekurangan nya terisi oleh supply daging dalam negeri, bagaimana kalau tidak ? disitulah terjadi pelebaran gap antara demand dan supply yang menyebabkan harga daging sapi melonjak di tahun 2012 lalu. Gap tersebut masih akan terus melebar karena tahun 2013 diperkirakan kebutuhan daging sapi akan mencapai sekitar 500,000 ton  sementara impor direncanakan akan hanya mencapai 80,000 ton.

Lantas apakah solusinya memperbesar impor ? untuk jangka pendek mungkin itu yang masih harus terpaksa dilakukan. Tetapi jangka panjang tentu harus ada solusi yang lebih strategis.

Apakah departemen terkait yaitu Departemen Pertanian tidak melihat masalah ini dan tidak berbuat sesuatu ?, oh disana banyak orang pinter dan segudang Doktor di bidangnya – tentu mereka sudah banyak berbuat.

Dari laporan menteri yang terkait, saya melihat mereka telah berbuat antara lain dengan melakukan pengendalian impor, perbaikan distribusi, penyelamatan sapi betina produktif, optimalisasi RPH, Peningkatan Produktifitas, Good Farming Practice dlsb.  Hanya saja saya melihat ini belum cukup, mengapa ?

Pertama dengan langkah-langkah normatif tersebut, saya belum melihat supply daging sapi akan bisa meningkat secara significant dalam foreseeable future. Kedua ada gap kebutuhan daging yang nampaknya belum diperhitungkan.

Seperti kasus China yang saya tulis dalam tulisan khusus “Peluang Di Pangan Dan Pakan” pekan lalu, ada peningkatan konsumsi daging yang tidak proporsional terhadap peningkatan jumlah penduduk. Ketika pertumbuhan penduduk rata-rata Indonesia sedikit dibawah angka 1.5 % pertahun. Kebutuhan  daging sapi dari tahun 2011 ke 2012 meningkat sampai 7.5% !. Bila trend semacam ini terus berlanjut, maka demand gap terhadap supply akan melonjak – dan hal seperti inilah yang sudah terjadi di China antara 2001-2011 seperti dalam tulisan saya tersebut di atas.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka di tahun 2020 ketika penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 275 juta orang kebutuhan daging sapi saya perkirakan akan mencapai sekitar 927,000 ton – atau hampir dua kali dari kebutuhan sekarang.

Bisa dibayangkan melebarnya gap antara demand dengan supply itu – yang tentu saja akan mendorong harga daging sapi yang semakin tidak terjangkau. Lantas apa solusinya ?, dari mana kita memulainya ?. Disinilah lahan amal Anda yang tertarik untuk ikut terlibat memberi solusi bagi problem yang ada di masyarakat ini – sekaligus menjadikannya peluang usaha yang sangat menarik kedepan.


Peluang Di Kebutuhan Daging
Peluang itu datangnya tidak seperti ayam dan telur - mana yang lebih dulu, kita mulai dari mana saja insyaAllah bisa. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar di samping.

Kita bisa mulai memanfaatkan peluang dengan Kreativitas Sektor Hilir, dengan mengubah dari paradigma ‘Daging Adalah Daging Sapi’ (masyarakat mengutamakan daging sapi ) menjadi ‘Daging Bukan Hanya Sapi’ (masyarakat tidak harus mengandalkan daging sapi untuk pemenuhan kebutuhan dagingnya). Menu-menu makanan yang mengandalkan daging selain sapi akan menjadi semakin menarik.

Peluang lainnya adalah di industri pakan, yang miss dari program pemerintah untuk swasembada daging seperti yang saya kutip dari laporan menteri pertanian tersebut di atas adalah belum adanya fokus pada perbaikan supply pakan.

Apalagi kalau kita berpegang dari petunjuk di Al-Qur’an bahwa ketika kita disuruh memperhatikan apa yang kita makan, rangkaian ayat-ayatNya ini ditutup dengan kita disuruh memperhatikan kenikmatan (makanan) ternak kita.

maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya…untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu” (QS 80 : 24-32).

Disinilah salah satu peluang terbaik itu, di negeri ini sangat cukup tersedia bahan baku untuk menyiapkan pakan untuk ternak-ternak kita. Tetapi siapa yang akan menggarap ini ?

Selama ini sudah sangat banyak industri pakan skala besar milik para konglomerat global – yang sebagian bahan bakunya juga harus diimpor. Tetapi ternyata inipun belum menjawab kebutuhan daging kita.

Peluang yang kemudian bisa digarap oleh orang kebanyakan seperti kita-kita barangkali adalah sektor UKM-nya. Bayangan saya adalah tumbuhnya usaha-usaha kecil pakan ternak yang mengandalkan ketersediaan bahan baku setempat untuk menunjang tumbuhnya peternak-peternak skala kecil-menengah di sejumlah wilayah yang menyebar luas ke seluruh nusantara.

Problem bersama masyarakat, menjadi peluang bersama dan digarap rame-rame bersama masyarakat pula. InsyaAllah kita bisa !.


Kategori : Entrepreneurship
Published on Monday, 11 February 2013 08:18
Oleh : Owner Gerai Dinar

Senin, 11 Februari 2013

Dakwah Para Wali…

Akhir pekan ini saya mengobati kerinduan masa kecil dengan ‘nyantri’ ke sebuah pesantren besar di Jawa Tengah. Dengan kelakar khas pak kyai, kami sepakat untuk memperbaiki bagian terakhir dari ‘fiqih 3 bagian’. Menurut pak kyai muda nan cerdas cendekia di pesantren ini, pengajaran fiqih di pesantren-pesantren itu meliputi tiga bagian. Bagian 1 dan 2 tidak ada masalah, bagian ke 3-nya yang perlu diperbaiki. Mengapa demikian ?

Bagian pertama pengajaran fiqih membuat kedua belah pihak (Pak Kyai dan santri) faham, yaitu ketika Pak Kyai mengajarkan masalah-masalah wudhlu, sholat, memandikan jenazah dlsb. Tentu Pak Kyai sangat paham dalam hal ini dan para santripun juga mudah dipahamkan.

Bagian keduanya adalah Pak Kyai yang mengajarkan paham, tetapi para santri sulit dipahamkan. Yaitu ketika Pak Kyai mengajarkan fiqih suami istri, Pak Kyai tentu paham masalah ini selain karena ada ilmu dia juga sudah menikah jadi tahu prakteknya. Para santri bisa belajar ilmunya tetapi belum bisa mempraktekannya sehingga sulit untuk paham.

Nah bagian ketiga ini yang bermasalah. Keduanya Pak Kyai dan para santrinya sulit paham, yaitu ketika Pak Kyai mengajarkan fiqih muamalah kepada para santrinya. Pak Kyai tentu punya ilmunya, tetapi karena rata-rata belum mempraktekannya sehingga sulit memahami aplikasi ilmu fiqih muamalahnya dalam realita dunia nyata. Sementara santri meskipun bisa belajar ilmunya, pemahamannya terhalang oleh ketiadaan praktek lapangan.

Penguasaan bagian ketiga yaitu fiqih muamalah sampai prakteknya di lapangan ini yang perlu perhatian dan perbaikan karena inilah yang sangat banyak dibutuhkan di masyarakat kini. Terjadinya banyak kecurangan di pasar, ketimpangan ekonomi, korupsi, perusakan sumber daya alam atas nama untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, penjajahan ekonomi kapitalis di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dlsb. antara lain adalah karena para ulama yang berilmu kurang menguasai praktek lapangannya.

Para ulama lulusan pesantren rata-rata mereka hafal sebagian besar atau bahkan seluruh ayat-ayat Al-Qur’an dan sejumlah besar hadits. Di antara ayat-ayat dan hadits yang dihafal tersebut sesungguhnya bisa menjadi jawaban atas segala problem yang ada di masyarakat, tetapi karena kurangnya praktek lapangan – maka ketika muncul masalah – jawaban itu seperti terkubur jerami alias sulit dikeluarkan.

Ketika para penguasa tidak bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di masyarakat atau bahkan sebagian dari kebijakannya justru menimbulkan masalah di masyarakat – seharusnya para ulama mampu mengingatkan mereka dengan nasihat yang solutif, atau bahkan mencegah mereka dari membuat kebijakan yang merugikan masyarakat.

Di jaman Ibnu Taimiyah misalnya, beliau mampu mengingatkan penguasa saat itu agar tidak membuat kebijakan moneter yang merugikan rakyat dengan mencetak fulus (uang diluar emas dan perak) melebihi kebutuhan transaksi dari negeri yang dalam kekuasaan pemimpin yang ada waktu itu.

Lantas siapa ulama sekarang yang bisa mengingatkan pemerintah  agar tidak membuat kebijakan moneter yang menimbulkan inflasi yang merugikan rakyat ? atau kebijakan yang membuat ekonomi biaya tinggi ?, harga pangan mahal ?, sebagian komoditi pangan harus diimpor ?, petani dalam negeri harus head-to- head bersaing dengan industri pertanian raksasa negara maju, kerusakan lingkungan dlsb-dlsb ?

Ulama-ulama sekarang bisa jadi beranggapan bahwa urusan tersebut kini adalah urusan ‘para-ahli’nya yaitu pemerintah dan para ahli ekonomi. Tetapi masalahnya adalah ketika pemerintah dan para ahli ekonomi tersebut tidak menggunakan rujukan yang adil – untuk kemaslahatan umat yang lebih luas dalam jangka panjang – maka tidak ada lagi yang mengingatkan mereka-mereka ini.

Disinilah relevansinya meniru dakwah para wali dahulu yang telah membuat dakwah mereka mudah meluas dan merasuk kedalam hati masyarakat. Dakwah bil-haal mereka – yaitu dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata - menyelesaikan problem-problem masyarakat pada jamannya.

Contoh dakwah bil-haal para wali ini diungkapkan dengan bahasa sederhana sebagai berikut :

Wong kang ngelak ombenono…
Wong kang udo klambenono…
Wong kang kudanan payungono…
…..

Makna terjemahan bebasnya kurang lebih adalah memberi minum orang yang kehausan (memberi makan orang yang lapar), memberi pakaian orang yang telanjang (tidak mampu membeli baju), memayungi orang yang kehujanan (membangun rumah untuk orang yang tidak punya rumah) dlsb. Intinya adalah problem solving dari masalah-masalah yang ada di  masyarakat.

Bila para ulama dan juru dakwah di jaman ini bisa (membantu) menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat, sambil tentu saja terus membangun keimanan dan ketakwaan masyarakat – maka insyaAllah gerakan dakwah ini juga akan bisa mengikuti jejak para wali yang telah ikut berperan menyampaikan iman dan Islam hingga sampai kita yang hidup di jaman ini. Alhamdulillah…


Details

Kategori : Umum
Published on Sunday, 10 February 2013 04:48
Oleh : Owner Gerai Dinar

Sekali Lagi Tentang Air…

Salah satu cara yang ditempuh oleh para ilmuwan untuk mendeteksi ada tidaknya kehidupan di luar bumi adalah dengan mendeteksi ada tidaknya air di luar sana. Para ilmuwan belajar dengan cara the hard way untuk mengetahui bahwa air itu identik dengan sumber kehidupan, sedangkan orang-orang beriman dengan mudah mengetahui hal ini lebih awal 1,400 melalui petunjukNya. Dari sini, bukankah kita mestinya mengatasi segala problem air dengan mendahulukan petunjuk ?

Untuk mengetahui big picture dari problem air ini, berikut adalah faktanya yang saya kumpulkan dari sejumlah sumber :

·       Meskipun air menutupi 70% dari permukaan bumi, air hanya mewakili 0.07% dari massa bumi dan sekitar 0.4% dari volume bumi.
·       Dari  332.5 juta mil kubik air yang ada di dunia, 96.5 %nya adalah  air laut.
·       Dari 11.6 juta mil kubik yang bukan air laut, sebagian besarnya terjebak dalam sejumlah gunung es dan salju abadi di dua kutub.
·       Air yang tersedia bagi seluruh umat manusia di dunia kini dan nanti, diperkirakan hanya 2.5 juta mil kubik, inipun tidak semua mudah diakses karena sebagiannya berada jauh di dalam tanah atau di danau dan sungai yang berada jauh dari pusat peradaban manusia.
·       Berbeda dengan transportasi minyak yang masih ekonomis disalurkan melalui mobil-mobil tangki dan pipa-pipa yang mahal, penyaluran air melalui pipa dan mobil tangki melonjakkan harga air menjadi tidak terjangkau bagi sebagian penduduk bumi.
·       Tempat-tempat penampungan air alami berupa danau-danau dan sungai-sungai dunia terus menciut kapasitasnya. Salah satu danau air tawar terbesar di dunia Aral Sea saat ini tinggal 10% dari luas aslinya dan diperkirakan akan mengilang kurang dari sepuluh tahun yang akan datang. Debit sungai Jordan kini tinggal 2 % dari debit awalnya dalam sejarah.
·       Dari 13.6 juta km2 daratan Afrika, 34 % nya (3.6 juta km2) merupakan daerah yang rawan air dan 21 %nya ( 2.9 juta km2 atau 23 kali luas pulau jawa !) merupakan daerah yang sangat rawan air.
·       Saat ini ada sekitar 40% penduduk dunia yang tidak memiliki atau kurang memiliki akses terhadap air bersih. Persentase ini akan meningkat menjadi 50% pada tahun 2025 – sekitar 12 tahun dari sekarang.
·       Dampak dari berkurangnya air bersih ini, sekitar 50% tempat tidur di rumah sakit-rumah sakit dunia kini dihuni oleh orang yang sakit karena faktor air atau disebut water-borne diseases.
·       Berbeda dengan krisis minyak – dimana manusia bisa mencari energi pengganti minyak, krisis air tidak boleh terjadi karena tidak ada pengganti dari air !
·       Penduduk bumi saat ini ada sekitar 7 milyar dan akan tumbuh sekitar 50 %-nya dalam empat dekade yang akan datang. Kebutuhan air bersih yang sekarang sudah bermasalah – akan semakin bermasalah bila kita tidak mulai berbuat untuk anak cucu kita kedepan.
·       Sejauh ini hanya ada tiga cara untuk mengamankan ketersediaan air bersih yang kita butuhkan kini dan untuk anak cucu nanti, yaitu dengan konservasi, recycling dan desalinasi.
·       Konservasi kita semua bisa terlibat dengan berhemat dalam penggunaan air, membuat sumur-sumur resapan, menanam pohon-pohon yang menunjang resapan air dlsb.
·       Recycling perlu modal sehingga instansi-instasi pemerintah maupun swasta musti didorong untuk melakukannya banyak-banyak.
·       Desalinasi yaitu mengubah air laut menjadi air tawar sejauh ini adalah proses mahal yang baru ekonomis untuk dilakukan dalam skala besar.  Saat ini di dunia ada sekitar 14,500 instalasi desalinsai air laut dengan total kapasitas produksi sekitar 60 juta m3 /hari. Kapasitas ini baru mewakili sekitar 0.25% dari kebutuhan air tawar penduduk bumi.
·       Dengan segudang masalah tentang air ini, menurut Bank Dunia “Perang abad 21 ini adalah perang untuk memperebutkan air !”.

Dari fakta-fakta tersebut di atas, lantas apa yang mestinya dilakukan oleh negeri ini – khususnya para pemimpin – agar air cukup bagi kita semua kini maupun nanti untuk anak cucu ?

Para ilmuwannya harus bekerja keras untuk menemukan cara-cara yang paling efektif untuk konservasi air, recycling sampai desalinasi. Tetapi di atas itu semua, solusi air ini menurut saya seharusnya melibatkan para ulama ahli tafsir untuk menggali dan memberi arahan implementasi langsung dari petunjukNya .

Karena Allah sudah memberi tahu kita bahwa “… Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS 21:30), maka Dia pasti juga memberikan petunjukNya tentang bagaimana menjaga agar air itu tetap tersedia, agar kehidupan itu tetap terjaga hingga akhir jaman. InsyaAllah.


Kategori : Umum
Published on Friday, 08 February 2013 07:24
Oleh : Owner gerai Dinar

Agar Air Tetap Menjadi Sumber Kehidupan…

Dari sekitar 7 milyar penduduk bumi, saat ini diperkirakan ada 1 milyar yang tidak memiliki akses air bersih secara cukup dan sekitar 2 milyar tidak memiliki akses sanitasi. Di sisi lain air baru saja berkunjung secara melimpah ruah di ibu kota kita, sehingga berbagai pihak berusaha menghalaunya – sampai-sampai ada upaya untuk memindahkan hujan ke laut. Apa yang salah ?

Di satu sisi ada demand yang luar biasa besar dan di sisi lain supply-nya pun tidak kalah besar, mengapa tidak bisa dipertemukan ?. Bahkan menurut laporan McKinsey yang saya kutip dalam tulisan saya sebelumnya (25/01/13), di negeri inipun akan ada 25 juta orang yang tidak memiliki akses air bersih dalam 17 tahun mendatang (2030).

Bayangkan 25 juta orang yang kesulitan air di tahun 2030 tersebut kurang lebih 2.5 kali jumlah penduduk Jakarta sekarang. Maka tidak terpikirkah oleh kita bahwa bersamaan kita berusaha menghalau air banjir, semestinya kita juga berpikir bagaimana menyelamatkan air untuk kehidupan anak-anak kita belasan tahun kedepan ?.

Saya bukan pejabat publik dan tidak tertarik untuk meramaikan pemilihan apapun di tahun 2014, tetapi sebagai rakyat yang peduli – merasa ikut terpanggil untuk memikirkan dua hal tersebut sekaligus, yaitu mengatasi banjir musiman dan mengamankan air untuk anak cucu. Maka tulisan ini adalah tulisan ke tiga saya yang berusaha menawarkan solusi itu.

Solusi kali ini adalah solusi yang rakyat bisa berbuat, tidak usah menunggu pemerintah atau instansi terkait. Solusi ini adalah solusi yang sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlewati. Sambil mengatasi musibah banjir, kita mengamankan kebutuhan air untuk anak cucu dan menyuburkan lahan untuk ketersediaan pangan mereka.

Untuk mengatasi banjir, kita coba obati sampai ke sumber penyakitnya – bukan hanya gejalanya. Dam, banjir kanal dan lain sebagainya selain sangat mahal juga baru mengobati gejalanya yaitu banjir – belum mengatasi penyakit yang sesungguhnya.

Meskipun pembuatan dam dan banjir kanal tetap perlu, tetapi tentu tidak cukup bila tidak diikuti oleh pengatasan akar masalahnya. Apa itu akar masalah banjir ? yatu air hujan yang turun dan tidak dapat diserap dengan cukup oleh tanah. Ini sejalan dengan pernyataan Kepala Pusat Meteorologi Publik – BMKG : "Banjir tidak sepenuhnya disebabkan hujan yang turun, tapi juga karena permukaan wilayah yang mampat atau tidak bisa menyerap air dengan baik. Alhasil, air yang tertampung pun bukan terserap, melainkan mengalir".

Maka inilah akar masalah itu, air hujan yang tidak terserap oleh tanah secara cukup. Jadi pengobatannya adalah dengan memperbaiki kemampuan tanah untuk menyerap air hujan. Pertanyaannya dengan apa ?, sudah banyak yang mencobanya menggunakan biopori.

Biopori dibuat dengan cara melubangi tanah kemudian diisi dengan bahan-bahan organik seperti sampah organik rumah tangga, potongan rumput, limbah pertanian dlsb. Bahan organik ini nantinya menjadi energi bagi tumbuhnya mikro organisme dalam tanah, dan dari peningkatan  aktifitas mikro organisme inilah biopori-biopori terbentuk.

Teknik baru yang insyaAllah jauh lebih efektif dikembangkan oleh jaringan kami dibawah pimpinan Dr. Nugroho. Teknik ini diberi nama Bioinfiltrosoil oleh beliau atau juga disebut Soil Storage. Intinya adalah peningkatan laju infiltrasi tanah dengan menggunakan rekayasa Microbachter Alfaafa (MA-11).


Soil Storage With Microbachter Alfaafa as Super Decomposser

Lubang-lubang berdiamater 15 cm dibuat berjarak antara 2-3 meter satu sama lain. Kemudian lubang-lubang ini diisi dengan jerami yang sudah difermentasi dengan MA-11. Lubang-lubang ini dibuat menjelang musim hujan utamanya di daerah-daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air tanah.

Ketika musim hujan tiba, jerami yang sudah difermentasi tersebut akan meningkatkan aktifitas microba secara cepat dan bergerak radial ke segala penjuru arah dari lubang yang disebutnya biohole tersebut.

Pergerakan radial ini akhirnya akan mempertemukan pori-pori baru dalam tanah dan akhirnya memperbesar base flow sebagai cadangan air yang tersimpan di dalam tanah. Air yang tersimpan dalam tanah inilah dengan proses yang cepat yang nantinya akan menahan hujan dari menjadi banjir, sekaligus menyuburkan lahan-lahan yang telah dipenuhi oleh biohole.

Proses yang sama sekali tidak melibatkan bahan kimia ini, selain meningkatkan air tanah juga menjaga air tanah agar tetap dalam kondisi baik untuk minum manusia dan berbagai kebutuhan makhluk hidup lainnya.

Bila pembuatan soli storage ini dilakukan secara masal setiap menjelang musim hujan setiap tahunnya, maka insyaAllah banjir besar Jakarta tidak terulang lagi dalam lima tahun kedepan.

Lebih dari itu air insyaAllah juga akan tersedia cukup untuk anak cucu kita. Air itu bisa dan harus kita jaga agar tetap menjadi sumber segala kehidupan sebagaimana firmanNya … Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (QS 21:30)

Kami siap berbagi knowledge & skills untuk mengatasi masalah ini, Insyaallah sekaligus juga bisa menyediakan segala yang dibutuhkan termasuk Microbachter Afaafa-nya. InsyaAllah.