Laman

Rabu, 19 September 2012

QE – Infinity dan Maknanya Bagi Kemakmuran Kita…

Beberapa jam lalu (Friday, 14 September 2012) the Fed-nya Amerika mengumumkan program penggelembungan balance sheet-nya yang ketiga dalam empat tahun terakhir. Program yang oleh pasar disebut Quantitative Easing (QE) ini oleh the Fed sendiri disebutnya sebagai Large Scale Asset Purchase (LSAP). Apapun penyebutannya apakah QE atau LSAP, itu tidak penting bagi kita – tetapi yang penting untuk kita ketahui adalah apa makna ini semua bagi kemakmuran kita.

Setiap kali QE diluncurkan, the Fed sejatinya sedang memperkaya diri (menggelembungkan balance sheet-nya). Dengan apa ?, dengan uang baru yang dicetaknya dari awang-awang. Karena adanya sejumlah ‘uang baru’ ini supply uang di pasar bertambah sedangkan sisi demand-nya yaitu transaksi barang dan jasa yang membutuhkan uang tersebut tidak serta merta bertambah dengan proporsi yang sama.

Walhasil seperti hukum supply and demand pada umumnya, ketika supply melebihi demand maka harga jatuh. Karena supply itu kali ini adalah uangnya the Fed yaitu US$, maka setiap kali QE dilakukan – selalu diikuti dengan kejatuhan nilai tukar US$ itu terhadap barang dan jasa. Itulah sebabnya beberapa menit setelah pengumuman the Fed semalam, harga emas langsung melonjak di atas US$ 1,660/ozt. Harga emas dunia dalam Dollar merupakan indikator paling akurat untuk melihat penurunan daya beli Dollar terhadap komoditi riil seperti kebutuhan kita sehari-hari.

Kalau QE 1 membawa harga emas dari kisaran US$ 800-an ke angka US$ 1,200-an dalam periode dua tahun kemudian (2008-2010) ; kemudian QE 2 membawa harga emas dari kisaran US$ 1,200 ke US$ 1,600 (2010-2012); maka berapa harga emas akan dilambungkan oleh QE 3 ini ?, tebakan yang paling mudah adalah US$ 2,000 sampai dua tahun mendatang (2012-2014).

Namun ada perbedaannya antara QE sekarang dengan dua QE sebelumnya. Bila dua QE sebelumnya sudah diberi batasan nilai masing-masing US$ 600 milyar, maka QE sekarang dibuat dalam open-ended statement yang berbunyi “…will continue until economic conditions improve - …akan terus dilakukan sampai kondisi ekonomi membaik”. Artinya the Fed dapat terus menggelembungkan asset-nya kapan saja dan berapa saja yang mereka butuhkan sampai ekonomi Amerika Serikat dipandangnya cukup membaik.

Dengan QE yang tidak diberi batasan atau di pasar disebut QE-infinity ini, dampak QE kali ini terhadap inflasi barang-barang atau yang terwakili oleh harga emas-pun menjadi tidak terbatas. Bila pelaksanaan QE itu ‘dicicil’ perbulan, maka setiap bulan akan ada motor penggerak inflasi baru ya EQ tadi.

Tetapi apakah penurunan daya beli US$ akan serta merta diikuti dengan penurunan daya beli uang lain di dunia seperti Rupiah ?, seharusnya memang tidak. Bila US$ daya belinya turun – Rupiah mestinya tidak harus ikut turun. Namun karena cadangan devisa kita juga tersimpan dalam US$ yang kini nilainya mencapai sekitar US$ 109 milyar, transaksi ekpor –impor kita mengunakan US$ dlsb. maka langsung ataupun tidak langsung dampak penurunan daya beli US$ itu akan mengimbas pada uang Rupiah kita juga.

Lantas bagaimana agar jerih payah kita semua tidak terus tergerus daya belinya oleh inflasi yang nampaknya akan berslangsung secara ‘infinity’ tersebut di atas ?. Yang terbaik adalah mengamankan hasil jerih payah kita dalam bentuk benda riil – yang nilainya terbawa pada benda itu sendiri, bukan nilai di atas kertas.

Apa contohnya ?, yang terbaik adalah barang dagangan bila Anda pandai berdagang – karena disamping nilainya terjaga, ketika berputar barang dagangan tersebut memberikan hasil.

Bila Anda belum pandai berdagang, pilihan berikutnya adalah asset produktif seperti ruko yang disewakan, asrama, kantor dan lain sebagianya. Investasinya sendiri mampu mempertahankan nilai (tanah dan bangunan), hasil sewanya menjadi pendapatan rutin bagi pemiliknya.

Di antara asset produktif yang juga kami rekomendasikan adalah sawah atau kebun yang dimakmurkan dengan berbagai tanaman di atasnya. Tanah sawah atau kebunnya sendiri merupakan asset yang mampu mempertahankan nilai, panenan dari tanaman di atasnya menjadi hasil investasi yang menjanjikan dan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas.

Berkebun memiliki nilai lebih yang tidak terhitung dengan uang, bukan hanya mempertahankan nilai dan memberikan hasil panenan – berkebun ikut menyediakan/mempertahankan udara bersih dan mempertahankan cadangan air yang keduanya sangat dibutuhkan untuk kelangsungan umat manusia di muka bumi ini. Barangkali ini pula hikmahnya mengapa kita tetap disuruh menanam benih yang ada di tangan kita meskipun seandainya rangkaian peristiwa hari kiamat sudah mulai.

Bila berdagang belum bisa, berkebun-pun belum memungkinkan – maka pilihan berikutnya yang mudah dan proven ya dengan apa yang kita perkenalkan di situs ini yaitu Dinar. Anda yang mengikuti pergerakan Dinar ini sejak sebelum QE 1, Anda tahu bahwa nilai Dinar Anda sudah melonjak lebih dari dua kalinya ?, itu menunjukkan bukti bahwa emas terbukti mampu dengan sangat baik mempertahankan nilai ketika mata uang kertas di seluruh dunia mengalami penurunan daya belinya.

Saat ini kami sedang mematangkan program kombinasi antara pilihan pertama dan kedua tersebut di atas. Kami akan dapat menyediakan resources yang cukup untuk lahan, bibit tanaman, keahlian, pupuk-pupuk organic, pasar dlsb bagi masyarakat yang ingin belajar berkebun – sementara sambil mempersiapkan segala sesuatunya dana investasi sebelum digunakan (untuk membayar lahan, bibit dlsb) dipertahankan dalam bentuk Dinar.

Dengan demikian modal investasi aman terproteksi nilainya, dan ketika kesempatan itu datang – siap diproduktifkan dengan manfaat yang optimal. Bila Anda mengikuti program ini nantinya, maka Dinar Anda akan berganti menjadi lahan-lahan yang hijau penuh tanaman produktif di atasnya, lahannya adalah hak milik Anda dan demikian pula hasilnya.

Bagi yang tertarik dengan program yang kita sebut KKP ini – Kepemilikan Kebun Produktif - ‘show units’ dari kebun-kebun ini sudah bisa dilihat di kebun kami di Jonggol untuk skala mini atau mikro dan di Blitar untuk commercial full-scale-nya. Tanah menjadi milik Anda (SHM), dan pilihan tanamannya pun pilihan Anda.

Program kepemilikan kebun produktif ini akan kami mulai perkenalkan detilnya bersamaan dengan acara Pesantren Wirausaha dan ‘Tour de Kebun’ yang berlangsung antara tanggal 15-16 September 2012 di kebun Blitar kami dengan tema “Restorasi Enterpreneurship Muslim”.

Barangkali inilah hikmahnya, ketika Amerika sedang melakukan langkah penurunan daya beli uangnya secara ‘infinity’ – tidak terbatas; maka waktunya kita untuk menyadari dan mensyukuri bahwa karunia Allah-lah yang secara ‘infinity’ ditaburkan di bumi ini untuk kita; untuk manusia yang diciptakanNya dari bumi (tanah) dan dijadikanNya pula sebagai pemakmurnya ! InsyaAllah.

Friday, 14 September 2012 05:36 Oleh : Muhaimin Iqbal

Ingin Lebih Cerdas Dari Warren Buffett…?

Warren Buffett adalah orang terkaya no 3 di dunia (pernah no 1 tahun 2008), kekayaannya saat ini diperkirakan mencapai sekitar US$ 47 Milyar atau sekitar 446 trilyun – lebih dari 1/3 dari APBN Indonesia tahun 2012. Bagi dunia investasi barat dia dianggap ‘dewa’-nya investasi dan namanya menjadi judul sejumlah buku. Tetapi apakah Warren Buffett memang begitu hebat dalam investasi ini ?, ternyata tidak ! dengan diamnya emas saja dia kalah telak dalam lebih dari 5 tahun terakhir.

Grafik dibawah memberikan ilustrasi kenaikan nilai perusahaan investasinya Warren Buffett yaitu Berkshire Hathaway dibandingkan dengan kinerja kenaikan harga emas sejak tahun 2000 sampai sekarang (2012). Bisa kita lihat siapa yang lebih cerdas dalam menaikkan nilai ini.



Ilustrasi ini bukan untuk men-discourage Anda dari dunia investasi pasar modal dan sejenisnya. Tetapi untuk membuka mata lebar-lebar pada suatu kenyataan bahwa – orang sepintar Warren Buffett-pun ternyata tertipu dengan kenaikan nilai semu dari asset-nya. Dia mengira nilai assetnya tumbuh dengan baik, namun bila digunakan standar nilai emas – assetnya terus menerus turun nilainya selama lima tahun terakhir ini.

Lantas apa yang menjadi penyebabnya ?, penurunan nilai uang kertas US$ lima tahun terakhir ini begitu tingginya sehingga orang yang sudah bekerja begitu keras dan konon juga begitu cerdas sekaliber Warren Buffett-pun, akhirnya harus mengakui bahwa assetnya adalah masuk kategori wealth reducing asset – asset yang menurunkan tingkat kemakmuran pemiliknya – bila standar nilai emas yang digunakan.

Penurunan daya beli uang kertas yang begitu drastis antara lain dipicu oleh serangkain Quantitative Easing (QE) di Amerika, mulai dari QE 1, QE 2 dan QE –Infinity yang diumumkan pekan lalu. Warren Buffett nampaknya perlu kerja lebih keras dan lebih cerdas lagi untuk sekedar mampu mempertahankan kekayaannya yang sekarang – bila ingin mengejar standar nilai emas yang sama.

Lantas bagaimana kita bisa lebih pintar dari Warren Buffett dalam situasi seperti sekarang ini ?, kita punya contoh konglomerat yang lebih cerdas pada zamannya yaitu Abdurrahman bin Auf. Dengan apa dia membangun kekayaannya ?, dengan putaran barang dagangan – yaitu menggerakkan sektor riil dan mempertahankan nilai dengan emas dan perak.

Tercatat dalam sejarah, warisan Andurrahman bin Auf ketika meninggal dunia adalah 80,000 Dinar per-orang istrinya, padahal dia meninggal dengan empat orang istri dan memiliki anak. Artinya 80,000 Dinar tersebut hanyalah 1/32 dari warisan tunainya. Lebih dari itu semua, dia adalah salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga.

Apa yang dilakukan Abdurrahman bin Auf tetap relevan bila dilakukan hingga kini. Kemakmuran yang sesungguhnya itu dibangun dengan kerja keras di sektor riil dan perdagangan – kemudian mempertahankan nilainya-pun dalam bentuk benda riil seperti emas, perak , barang dagangan dlsb.

Lho tetapi kenyataannya toh Warren Buffett tetap jauh lebih kaya dari kita-kita saat ini ?, Itu betul. Dia telah menggeluti dunia investasi yang dia lakukan sekarang sejak tahun 1962 atau 50 tahun lalu, ketika dia berusia 22 tahun. Di tahun-tahun ketika devaluasi nilai Dollar tidak significant, dia memang berhasil meningkatkan kekayaannya – tetapi ketika devaluasi itu begitu tinggi seperti lima tahun terakhir – hasil kerja keras orang seperti dia bisa tersapu habis oleh penurunan daya beli uang itu.

Anda bisa lebih kaya dari dia bila memiliki kesempatan untuk investasi lebih panjang dan mampu memproteksi nilai dari investasi Anda.

Apakah harga emas sekarang begitu tingginya sehingga kerja keras Warren Buffet-pun kalah telak dengannya ?, apakah bukan karena telah terjadi bubble di harga emas sehingga harga emas itu bisa anjlok kapan saja ?.

Harga emas memang pernah bubble dari tahun 1970-an sampai awal 80-an; ketika dunia beberapa tahun shock dengan kejutan presiden Nixon Agustus 1971 ketika dia melepas kaitan antara US$ dengan emas. Di pasar Modal, sering pula terjadi bubble seperti yang terjadi di NASDAQ 1990-2009. Salah satu gejala bubble itu adalah ketika harga naik begitu cepat, tanpa didukung oleh alasan yang bersifat fundamental – maka yang sebaliknya akan terjadi, kejatuhan yang cepat pula.

Bila kita plotkan bubble emas 1971-1982, NASDAQ tahun 1990-2009 dan harga emas 2001-2010, kita akan melihat bahwa kenaikan harga emas yang 10 tahun terakhir ini beda sekali dengan dua contoh peristiwa bubble tersebut. Kenaikan harga emas 10 tahun terakhir sebenarnya landai-landai saja, tidak ada penggelembungan yang mendadak. Penyebabnya-pun jelas terukur, yaitu uang kertas yang memang sengaja diturunkan nilainya secara terus menerus menuju infinity-low oleh para pemegang otorisasi uang kertas itu !



Maka jangan tertipu filosofi investasi ala Warren Buffett, Anda bisa lebih cerdas dari dia dengan menggunakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya sebagai panutan dan contoh yang sempurna. Tidak mengapa kaya, asal tetap bisa masuk surga ! Amin.

Wednesday, 19 September 2012 06:50 Oleh : Muhaimin Iqbal

Rabu, 12 September 2012

Persiapan Uang Emas Versi China, dan Kita ?

Sebagai negara yang memegang surat hutang Amerika terbesar sekitar US$ 1.1 trilyun, China mungkin tidak menghendaki US Dollar jatuh karena mereka yang akan ikut menjadi korban terbesarnya. Tetapi sebagai negara besar nan tangguh, mungkinkah China tinggal diam dan tidak berbuat sesuatu ?. Nampaknya ini yang sedang terjadi, mereka sedang ancang-ancang untuk menghadapi situasi terburuk ini.

Bila US Dollar tidak lagi mampu bertahan sebagai global reserve currency, bisa jadi China akan menjadi negara yang paling siap dengan situasi terburuk yang mungkin terjadi. Bukan hanya karena size ekonominya yang memang terbesar, tetapi juga karena persiapan-persiapan yang mereka lakukan.

Akhir-akhir ini di pasar emas global beredar kabar bahwa China sedang me- recasting (mencetak ulang) emas-emas yang dimilikinya dari ukuran standar 400 troy ounces ( sekitar 12.44 kg) menjadi standard 1 kg. Untuk apa diperkecil ukurannya ?, yang jelas dengan ukuran lebih kecil emas lebih mudah beredar sebagai ‘uang’ dan lebih mudah berpindah tangan. Bisa jadi ini langkah awal mereka untuk menjadikan emasnya sebagai ‘uang’ yang sesungguhnya.

Sejalan dengan kabar yang ini, konon China juga telah bersepakat dengan sejumlah negara seperti Russia, Jepang, Chile, Brazil, India dan Iran untuk apa yang mereka sebut new gold-backed global currency. Sejumlah negara lain juga dikabarkan akan segera menyusul.

Karena sebagian besar negara yang bersepakat tersebut (China, Russia, Jepang dan India) merupakan negara-negara yang berada pada top 10 dalam cadangan emasnya, maka upaya yang mereka lakukan bersama ini memang bisa jadi akan membentuk system keuangan global baru yang akan menggantikan system yang sekarang ada yang sedang berada diambang kehancurannya.

Lantas dimana posisi negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim – yang dalam pelaksanaan beberapa syariat agamanya memerlukan uang emas ?, nampaknya justru negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim yang paling tidak siap dalam menggunakan kembali uang emas atau uang ber-back up emas.

Saudi Arabia hanya berada di rutan 16 dunia dengan cadangan 322 ton emas, Turkey di urutan 22 dengan 179, Lybia di urutan 25 dengan 144 ton, Kuwait, Mesir, Kazakstan dan Indonesia berada di urutan berturut-turut 36, 37, 38 dan 39 dengan jumlah emas yang mirip satu sama lain di kisaran 70 -80 ton saja.

Sejumlah negara yang dikomandoi China tersebut bisa saja akan gagal dalam mengimplementasikan ide uang berbasis emasnya, sebagaimana kegagalan Bretton Woods yang dicobakan di pertengahan abad lalu namun hanya bertahan kurang dari tiga dasawarsa. Namun setidaknya ada upaya mereka kearah sana dan mereka memang bersiap-siap dengan cadangan emas yang semakin besar.

Sebaliknya negara-negara yang berpenduduk muslim mayoritas seperti kita, kita memiliki sejarah yang sangat panjang dalam menggunakan system keuangan berbasis emas dan perak – 14 abad lamanya kita gunakan dari abad pertama hijriyah sampai abad lalu, tetapi sayangnya kini tidak nampak sedikit-pun upaya untuk kembali ke arah sana.

Bahkan ketika China dan kelompoknya bebas berfikir dan secara sungguh-sungguh mempersiapkan system keuangan alternatifnya yang berbasis emas, negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam malah nampak minder bahkan untuk sekedar mengembangkan ide alternatif ini.

Maka ketika mereka menghancurkan rumah-rumah (system keuangan) mereka dengan tangan-tangan mereka sendiri, tangan-tangan mukminin ini nampaknya belum akan siap untuk menggantikannya. Tetapi Allah Maha Kuasa, dengan kuasaNya pula siapa tahu dalam waktu yang sangat cepat para petinggi dan pemegang otoritas di negeri-negeri muslim bisa sadar akan situasi yang dihadapinya dan berbuat sesuatu secara serentak bareng.

Semoga masih ada peluang bagi kita untuk menjadi orang-orang yang mengambil pelajaran dan orang-orang yang mempunyai pandangan – seperti yang dimaksud dalam ayat berikut :

“…Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS 59 :2) Amin.

by owner gerai dinar

Selasa, 04 September 2012

investasi kok nunggu pensiun

Di tulisan sebelumnya kita coba mematahkan anggapan bahwa bisnis yang bagus lebih baik dimulai saat pensiun. Yang terjadi sebaliknya, bisnis banyak gagal dan beresiko justru ketika dijalani ketika “sangat punya waktu”. Di tulisan ini kita coba mengusik pandangan yang juga berkembang bahwa investasi sebaiknya dilakukan nanti-nanti saja.

Selain niat berbisnis, investasi juga dianggap merepotkan di masa produktif, terutama karyawan, sehingga sebagian kita memilih untuk menundanya. Dua alasan malas berinvestasi adalah TAK PUNYA UANG dan TAK PUNYA ILMU. Uang untuk investasi menunggu besar dan (dianggap) akan diterima saat pensiun. Ilmu menunggu matang dan perlu waktu khusus untuk mempelajarinya nanti ketika luang sepenuhnya.

Pensiun adalah fase menikmati. Jika passive income jadi pilihan maka saat itulah karyawan hidup nyaman memasuki masa purna karya, hidup layak dari pendapatannya. Pensiun juga adalah fase hidup makin layak jika memungkinkan, misalnya ketika bisnis (atau investasi aktif) yang dibangun 10 tahun sebelumnya telah mantap dan berkembang sehingga menjadi sumber income yang luar biasa.

Di masa produktif, banyak pilihan investasi pasif maupun aktif yang tetap bisa dijalankan sambil bekerja. Karena tidak semua jenis investasi, terutama yang pasif, membutuhkan dana besar dan tidak tidak semua investasi memerlukan penguasaan ilmu yang mumpuni, maka sebetulnya investasi bisa ‘disambi’. Misalkan reksadana, dengan dana tak sampai Rp 1 juta sudah bisa dimulai. Misalkan lagi menabung (sekaligus berinvestasi) menyelamatkan dana lebih bulanan dalam bentuk logam mulia, emas khususnya.

Metode menabung emas juga tak rumit. Sebagaimana reksadana, dengan dana Rp500 ribuan sudah bisa dimulai. Juga bisa mengambil metode lain seperti arisan bersama keluarga atau sejawat, tabungan Dinar melalui M-Dinar, atau kepemilikan logam mulia di Bank Syariah.

Satu-satunya dasar mengambil keputusan investasi mana yang kita pilih adalah kemampuannya mengalahkan inflasi. Jangan menabung dengan cara konvensional karena tingkat hasilnya tak memuaskan. Salah-salah nilai simpanan terus menyusut dan kita dimiskinkan. Karena naik secara tahunan tak pernah lebih rendah daripada inflasi, maka emas cocok untuk mempertahankan standar hidup layak memasuki masa pensiun nanti. Saat dimana fisik dan akal seseorang tak sekuat masa mudanya. Investasi kini, nikmati nanti.

Follow @endykurniawan dan berkawan dengan Endy Kurniawan di Facebook dan like fanspage Think Dinar.

Harga Emas : Waktunya Untuk Berselancar …?

Bila mengikuti trend di data yang kami kumpulkan sejak lebih dari empat tahun lalu, bisa jadi hari-hari kedepan adalah waktunya untuk harga emas kembali bergejolak setelah ber-hibernate selama setahun terakhir. Hal yang sama terjadi awal 2010, setelah harga emas ber-hibernate sejak awal 2009. Pemicu utamanya-pun sama yaitu Quantitative Easing yang dilakukan oleh the Fed-nya Amerika.



Meskipun belum dipastikan jumlah dan waktunya, Quantitative Easing (QE) tahap III sudah diindikasikan oleh chairman-nya the Fed akhir pekan lalu. Dua QE terdahulu yaitu tahun 2008 dan 2010 memang terbukti sangat efektif mendongkrak harga emas dunia untuk melejit ke tingkat harga sekarang yang sudah lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan masa-masa sebelum dunia mengenal QE.

Hanya saja ada satu faktor lagi yang dominan yang bisa mempengaruhi harga emas dunia yang kini ada – yang tidak ada pada tahun 2008 atau 2010, yaitu faktor krisis Eropa. Krisis Eropa yang meluas sejak setahun terakhir telah ‘menyamarkan’ permasalahan yang dihadapi di Amerika.

Kinerja ekonomi Amerika yang belum juga berkilau meskipun sudah dua kali dipacu dengan QE I dan QE II, tersembunyikan oleh menguatnya Dollar yang diburu orang yang meninggalkan Euro karena kekawatiran akan krisis yang melanda di wilayah itu.

Pekan ini European Central Bank (ECB) akan mengumumkan langkah-langkahnya untuk penyelamatan krisis di kawasan itu. Bila pasar merasa comfortable dengan upaya yang akan dilakukannya, maka Euro akan kembali menguat – Dollar akan nampak wajah aslinya dan emas akan mendapat satu lagi daya dorong untuk naik ke atas.

Sebaliknya, bila pasar tidak merasa langkah yang ditempuh ECB akan efektif – Euro akan tetap lemah dan orang akan tetap berburu Dollar. Dollar akan tetap relatif perkasa dibandingkan pesaing-pesaingnya, dampak dari QE III untuk sementara mungkin akan teredam dan harga emas bisa ber-hibernate dalam waktu yang lebih panjang.

Either way berspekulasi dengan fluktuasi harga emas dalam jangka pendek tetap tidak kita anjurkan, tetapi memproteksi hasil jerih payah Anda dari penurunan nilai yang tidak terhindarkan ketika mata uang dunia menyusut terus daya belinya – memang sebaiknya dilakukan dengan fokus jangka panjang. Wa Allahu A’lam.

Kategori : Dinar/Emas Tuesday, 04 September 2012 07:00 Oleh : Muhaimin Iqbal

Senin, 03 September 2012

Bagaimana Inflasi Merenggut Kemakmuran Dari Kita ?

Bila Anda memasuki dunia kerja awal tahun 80-an, tahun-tahun ini Anda akan memasuki usia pensiun. Tergantung seberapa cemerlang karir Anda, tetapi bila Anda masuk kedalam kelompok terbesar dari pekerja di negeri ini – maka kemungkinannya Anda merindukan masa-masa awal Anda bekerja dahulu. Saat itu gaji Anda masih kecil tetapi terasa cukup, kini gaji Anda sudah jauh lebih besar – tetapi terasa semakin tidak cukup. Jangan salahkan pasangan hidup Anda, atau beban biaya anak-anak Anda – salahkanlah inflasi !.

Selain kenaikan biaya hidup karena bertambahnya kebutuhan seperti biaya istri dan anak-anak, inflasilah yang sesungguhnya merenggut kemakmuran dari jerih payah para pekerja. Ini berlaku di seluruh dunia, tetapi di negara yang rata-rata inflasinya tinggi – dampaknya tentu jauh lebih berat bagi masyarakatnya.

Untuk memahami pengaruh inflasi pada kemakmuran ini, saya ambilkan contoh pekerja rata-rata di tiga negara yaitu Indonesia, Amerika dan Singapura. Tiga sarjana baru dari masing-masing negara tersebut mulai bekerja pada saat bersamaan di tahun 1982. Ketika masuk bekerja yang di Indonesia digaji Rp 325,000/bulan; yang di Amerika digaji US$ 520/bulan dan yang di Singapura di gaji S$ 1,110/ bulan.

Sepanjang karirnya 30 tahun terakhir di masing-masing negara, prestasi mereka biasa-biasa saja. Mereka tidak mengalami promosi jabatan yang luar biasa. Mereka memperoleh kenaikan gaji yang sama (oleh berbagai sebab) yang bila di rata-rata adalah 10% per tahun selama tiga puluh tahun terakhir.

Berapa masing-masing gaji mereka sekarang ? Yang di Indonesia gaji mereka sekarang adalah Rp 5,671,000,- ; yang di Amerika gaji mereka US$ 9,074,- dan yang di Singapura gaji mereka adalah S$ 19,370,-. Dengan income seperti ini tingkat kemakmuran yang di Indonesia lebih rendah dari yang di Amerika dan jauh lebih rendah lagi dari yang di Singapura. Semua gaji mereka naik dengan persentase yang sama seperti grafik di bawah, mengapa yang satu lebih makmur dari yang lain ?.



Itulah tingkat inflasi yang membedakannya. Untuk mengukurnya kita bisa gunakan timbangan yang adil yang menurut Imam Ghazali hanya ada dua yaitu emas (Dinar) atau perak (Dirham). Gaji masing-masing pekerja di tiga negara tersebut di tahun 1982 kurang lebih sama bila di konversikan ke Dinar yaitu 10 Dinar.

Namun setelah mengalami kenaikan gaji pada mata uang masing-masing @ 10 %, dampaknya menjadi berbeda ketika mata uang mereka ini dikonversikan ke timbangan yang sama yaitu Dinar. Yang bergaji Rupiah, bukannya naik malah turun terus sepanjang 30 tahun terakhir. Gaji mereka yang telah naik sekitar 17.5 kalinya dalam Rupiah, ternyata ketika dikonversikan ke Dinar malah turun tinggal sekitar ¼- nya. Gaji mereka yang 10 Dinar tahun 1982, kini tinggal sekitar 2.6 Dinar.

Yang bergaji US$ maupun S $ sekarang masing-masing setara dengan 40 Dinar dan 69 Dinar. Perhatikan pada grafik dibawah ketika semua penghasilan pegawai rata-rata di tiga negara tersebut dikonversikan ke Dinar.



Meskipun tingkat kemakmuran yang masih tinggi, ternyata trend kemakmuran di Amerika maupun Singapura selama 10 tahun terakhir juga mengalami kemunduran – inflasi atau penurunan daya beli uang mereka selama 10 tahun terakhir rupanya juga berjalan lebih cepat ketimbang kenaikan-kenaikan gaji mereka.

Yang mengalami dampak penurunan kemakmuran ini tentu bukan hanya masyarakat pekerja, kalangan dunia usaha-pun demikian. Bila mereka tidak berhasil tumbuh melebihi laju inflasi, maka mereka tidak akan mampu memepertahankan kemakmuran seluruh stake holder-nya (termasuk pegawainya) dan size usaha mereka secara riil akan menyusut.

Dengan gambaran yang begitu nyata tersebut, adalah naïve bila kita abaikan faktor inflasi ini dalam menjaga kemakmuran kita. Dinar atau Dirham hanyalah salah satu alat untuk melindungi kemakmuran kita agar tidak habis direnggut inflasi, banyak instrument lain yang juga berfungsi sama - seperti asset riil yang berputar dengan baik dlsb. Insyaallah.

by owner gerai dinar