Hari
ini rakyat dibingungkan dengan perdebatan kenaikan harga BBM di sidang
paripurna DPR. Kedua pihak yang setuju maupun yang tidak setuju mengatas
namakan rakyat dan mengatas namakan kepentingan yang lebih besar,
keduanya mungkin benar tetapi mungkin juga salah. Bagi rakyat seperti
kita yang penting sebenarnya adalah BBM itu tersedia dan terjangkau,
tetapi siapa yang mengurusi availability dan affordability BBM ini ?
Lembaga keuangan terkemuka dunia - Bloomberg, sudah beberapa tahun ini membuat ranking untuk melihat daya jangkau rakyat di sekitar 60 negara di dunia terhadap tingkat harga BBM mereka masing-masing. Ranking ini dibuat berdasarkan dua parameter yaitu harga bbm dan tingkat penghasilan rata-rata rakyat dari negara yang bersangkutan. Ranking ini disebut Pain at the Pump atau penderitaan di pompa bensin.
Ranking
terakhir yang di-update Februari 2013 lalu menempatkan Turki sebagai
negara yang memiliki harga BBM yang tertinggi di dunia yaitu US$
9.89/gallon ( 1 galon = 3.7854 liter). Dari sisi harga Indonesia masih
relatif murah yaitu berada di ranking ke 49 atau nomor 11 termurah yaitu US$ 3.68 / gallon.
Masalahnya adalah meskipun harga BBM di Indonesia tergolong masih relatif murah, ternyata rakyat seperti kita merasakan harga BBM ini sudah terlalu berat – relatif terhadap penghasilan rata-rata harian kita !
Untuk
membeli BBM 1 galon, diperlukan kurang lebih 1/3 dari penghasilan
harian rata-rata rakyat Indonesia yang dihitung Bloomberg berada di
sekitar US$ 11. Ini kurang lebih sama dengan yang dirasakan rakyat Turki
yang membeli BBM termahal di dunia, tetapi juga setara dengan 1/3 dari
penghasilan rata-rata harian rakyatnya yang berada di kisaran angka US$
30.
Kemiripan penderitaan rakyat Indonesia dengan Turki di pompa bensin ini digambarkan oleh Pain at the Pump yang berurutan yaitu Indonesia di ranking 6 sedangkan Turki di ranking 7. Ranking
1-nya yaitu yang paling berat penderitaannya dalam membeli BBM – adalah
Pakistan, mereka membeli BBM-nya sedikit lebih mahal dari kita yaitu
US$ 3,98 per gallon tetapi dengan tingkat penghasilan rata-rata harian
yang jauh lebih rendah yaitu US$ 3.55.
Dari
angka-angka tersebut, kita bisa melihat bahwa harga BBM kita sebelum
kenaikan yang saat ini diperdebatkan-pun sudah berada sangat dekat
dengan harga BBM di negeri yang harga BBM-nya paling menyengsarakan
rakyatnya – yaitu Pakistan. Kenaikan harga BBM kali ini – bila jadi
dilakukan – tentu akan meningkatkan penderitaan kita di pompa bensin
atau Pain in the Pump ini.
Bahwasanya
pemerintah mungkin tetap akan menaikkan harga BBM ini, tentu ini juga
merupakan keputusan yang tidak mudah – yang terpaksa harus kita pahami.
Yang sebenarnya tidak kalah pentingnya untuk dilakukan oleh pemerintah
atau siapapun yang berkompetensi di negeri ini adalah bagaimana kita
bisa mendongkrak penghasilan rakyat negeri ini. Bila ekonomi rakyat
baik, porsi rata-rata penghasilan harian yang digunakan untuk membeli
BBM akan turun – penderitaan rakyat-pun menurun.
Yang
kemudian juga tidak kalah pentingnya adalah bagaimana strategy jangka
panjang kebutuhan BBM bagi rakyat itu akan dipenuhi. Sekarang harga BBM
kita sudah tinggi dan akan semakin tinggi – kita sudah menderita dan
akan semakin menderita, namun alhamdulillah ‘ala kulli haal
masih ada BBM, bagaimana kalau BBM itu menjadi langka dan semakin
langka ? Apa solusinya ? siapa yang memikirkan kebutuhan BBM kita 10,
20, 30 tahun dari sekarang ? Siapa yang memikirkan kelangsungan
ketersediaan (availability) dan keterjangkauan (affordability) BBM kita
ini ? Wa Allahu A’lam.
- Details
- Kategori : Umum
- Published on Monday, 17 June 2013 17:09
- Oleh :Owner Gerai Dinar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar