Sebagaimana ‘mimpi-mimpi’ saya sebelumnya (30/07/2012 dan 21/05/2013),
kali ini saya ‘bermimpi’ kembali Pak Kyai diundang untuk hadir di
sidang kabinet. Seperti juga pada sidang-sidang sebelumnya, Pak Kyai
diminta masukannya untuk ikut mengatasi masalah – yang tidak
terselesaikan dengan cara konvensional. Kali ini masalah tersebut adalah
membubung tingginya inflasi bahan-bahan pangan pasca kenaikan harga
BBM.
Ketika
para menteri terkait menjelaskan panjang lebar permasalahan harga
daging, bawang, cabe dlsb., Pak Kyai menyimak dengan seksama – sambil
sekali-sekali membuka kitab yang sengaja dibawanya. Betul, Pak Kyai
sengaja membawa kitab referensinya – berupa kitab-kitab hadits – untuk make sure
solusi yang akan disampaikannya nanti memiliki dasar yang kuat.
Referensi utamanya tentu saja Al-Qur’an, tetapi karena yang ini
seharusnya sudah ada di ruang sidang kabinet – pikir Pak Kyai – maka dia
tidak perlu membawanya sendiri.
Setelah
menteri-menteri terkait menjelaskan permasalahannya, dan juga
ditanggapi oleh menteri yang lain – Presiden-pun berbicara ke Pak Kyai
sambil menyimpulkan ringkas – apa yang sedang terjadi : “Demikianlah
Pak Kyai, permasalahan yang kini sedang dihadapi negeri ini. Terus
terang saya kurang puas dengan penyelesaian konvensional dari masalah
yang terus berulang ini”. Kemudian beliau melanjutkan : “Untuk itulah Pak Kyai kami undang kembali, agar ada pencerahan dalam penyelesaian urusan pangan bagi bangsa ini”.
Setelah diberi kesempatan bicara, Pak Kyai-pun langsung menyambutnya : “Pertama-tama
saya mohon maaf pada Bapak Presiden dan para menteri terkait, saya
mohon dengan sangat – jangan lagi ada yang menyalahkan bulan Ramadhan
sebagai kambing hitam untuk inflasi. Bulan Ramadhan seharusnya menjadi
berkah bagi negeri ini dan penduduknya, bukan menjadi penyebab inflasi !”.
Presiden dan para menteri mengangguk-angguk – tanda persetujuannya. Kemudian Pak Kyai melanjutkan : “Setelah
kita mengakui bahwa masalah inflasi ini bukan karena bulan Ramadhan,
maka kini kita bisa dengan hati yang bersih mencari apa penyebab yang
sesungguhnya dan juga kemudian penyelesaiannya”.
“Saya
melihat rumitnya masalah yang dihadapi dan solusi yang sudah ditawarkan
para menteri nampak tidak memadai, mohon maaf saya berpendapat masalah
ini tidak bisa diatasi oleh yang ada di ruang ini !”
Sempat
ada kegaduhan sedikit setelah ungkapan pak kyai yang ceplas-ceplos
seperti biasanya ini, tetapi Presiden langsung menengahi : “Apa maksud Pak Kyai bahwa masalah ini tidak bisa diatasi oleh yang ada di ruang ini ?”. Pak Kyai-pun menjelaskan : “Mohon
maaf Bapak Presiden, bukan berarti meng-arti kecilkan semua yang ada di
ruang sidang ini – tetapi penyelesaian masalah ini harus melibatkan
seluruh penduduk negeri ini”.
Seorang menteri langsung salah paham dan meng-interupsi : “Maaf
Pak Kyai, apa maksudnya dengan melibatkan seluruh penduduk ?, apakah
Pak Kyai memandang kami tidak mampu lagi terus harus ada Pemilu lagi
begitu ?”
Pak Kyai yang suka guyon berusaha mencairkan suasana: “Oh
tidak-tidak Pak Menteri, sama sekali bukan itu maksud saya. Tetapi
masalah inflasi ini menurut saya penyebabnya bukan masalah produksi yang
tidak cukup di dalam negeri sehingga bapak-bapak putuskan impor saja,
apalagi jelas juga bukan karena bulan Ramadhan. Masalahnya adalah karena
kita mengabaikan satu faktor yang sangat penting – yaitu keberkahan
dalam ekonomi kita”.
Sebelum ada yang memotong lagi, pak Kyai langsung melanjutkan : “nah
untuk keberkahan inilah bapak-bapak di ruang ini tidak cukup
menghadirkan keberkahan itu tanpa melibatkan penduduk negeri ini”. Kemudian Pak Kyai membacakan Ayat 96 dari surat Al-A’raf dan kemudian mengartikannya : “
“Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.”
Kemudian Pak Kyai menyimpulkan : “Dari
ayat tersebut bapak-bapak dapat melihat sekarang, bahwa bukan kita yang
ada di ruang sidang ini yang bisa menghadirkan keberkahan bagi negeri
ini – tetapi penduduk negeri ini yang tentu saja termasuk didalamnya
kita-kita”.
Para
menteri yang nampak belum puas dengan penjelasan ini, ada diantaranya
yang tidak malu untuk menyampaikan ke-belum-pahamannya : “Tapi
Pak Kyai, lantas apa hubungannya keberkahan ini dengan masalah kongkrit
yang kini kita hadapi ? yaitu masalah melonjaknya harga-harga bahan
pangan ?”.
Pak
Kyai yang suka guyon dan suka bercerita ini ingin menjadikan suasana
sidang santai, maka dia akan menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah
cerita. Tetapi cerita ini diambilkan dari kisah nyata yang terungkap
dalam sebuah hadits Shahih Bukhari – yang dari tadi dibolak-balik Pak
Kyai ketika sambil mendengarkan uraian masalah yang disampaikan para
menteri.
“Begini bapak-bapak, dalam suatu perjalanan perang - perbekalan kaum Muslimin menipis, mereka
kekurangan air dan makanan, lalu mereka mendatangi Nabi Shallallahu ‘
Alaihi Wasallam meminta ijin untuk menyembelih unta mereka, beliaupun
mengijinkan. Lalu ‘Umar datang menemui mereka dan mereka mengabari hal
itu padanya, kemudian ‘Umar berkata : “Apakah Ada lagi bekal kalian
setelah unta kalian habis ?””
“Karena tidak mendapatkan jawaban yang diharapkan dari pasukan yang ditanyanya, lalu ‘Umar menemui nabi Shlallallahu ‘Alaih Wasallam dan berkata : “Wahai Rasulullah, apakah mereka dapat bertahan hidup setelah mereka menyembelih unta mereka ?”, Rasulullah nampaknya langsung paham dengan pertanyaan ‘Umar ini.”
“Maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-pun berkata : “Panggillah
orang-orang agar mereka membawa sisa-sisa bekal makanan mereka kemari”. Kemudian
beliau berdo’a, lalu beliau memanggil seluruh pasukan agar membawa
bejana mereka masing-masing. Seluruh pasukan-pun mengambil bagiannya
masing-masing hingga mereka mendapatkan bagian perbekalan semua,
kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : Aku bersaksi
bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah
Rasulullah”.
Pak Kyai ingin menekankan pesan penting yang dibawa dari cerita tersebut dengan bertanya kepada yang ada di ruang sidang : “Apakah bapak-bapak tahu, apa yang dimohonkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam do’anya tadi sehingga perbekalan yang nyaris habis, kembali cukup untuk semua ?”.
Karena
tidak ada yang menjawab, Pak Kyai yang mengamati wajah para menteri
yang penasaran satu persatu kemudian menjawab sendiri pertanyaannya : “Isi
do’a Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut adalah memohon
berkah !, maka ketika permohonan berkah ini kemudian dikabulkan oleh
Allah – perbekalan yang sedikit, yang nyaris habis-pun kembali cukup
untuk seluruh pasukan”.
Masih ada juga menteri yang belum paham, dia menyela : “lantas menurut Pak Kyai apakah kita cukup berdo’a memohon berkah untuk mengatasi masalah pelik inflasi yang terus meninggi ini ?”.
Sambil tersenyum penuh kepahaman, Pak Kyai menjawab : “Oh
tentu saja tidak pak menteri, solusinya tentu tidak hanya berdo’a. Coba
perhatikan urut-urutan cerita saya tadi : Pertama beliau mendengarkan
usulan/masukan dari pasukan atau rakyatnya dan kemudian beliau juga
menerima masukan dari sahabat utama beliau yaitu ‘Umar – yang terkenal
dengan ketajaman visinya. Kedua beliau melibatkan rakyat untuk
berkontribusi dengan yang dimilikinya meskipun
sedikit. Ketiga baru beliau berdo’a memohonkan berkah dari Allah SWT.
Keempat ketika keberkahan itu terkabul, hasilnya dikembalikan semua
untuk rakyat atau pasukannya. Dan kelima beliau menggunakan solusi ini
untuk menguatkan keimanan dengan mengucapkan kalimat sahadah.”
“Lima langkah yang terungkap dalam cerita tersebut diatas-lah solusi bagi inflasi negeri ini bapak Presiden dan para menteri !” Demikian penutup cerita Pak Kyai.
Dengan
kata penutup dari Pak Kyai tersebut, nampaknya Presiden ingin
meyakinkan agar para menterinya paham dengan masukan Pak Kyai : “Untuk
memudahkan para menteri menjabarkan lima poin Pak Kyai tadi dalam
program kerja departemen atau kementerian masing-masing, bisa tolong Pak
Kyai ulangi lagi yang lima poin tadi ?”
Pak Kyai-pun menjawab : “ Baik
bapak Presiden, saya ulangi dan perjelas lima poin tadi dalam bahasa
operasional – agar lebih mudah ditindak lanjut oleh bapak-bapak para
menteri :
Pertama
dengarkan suara rakyat yang sesungguhnya, apa yang mereka rasakan, apa
yang mereka inginkan, atau bahkan juga solusi apa yang mereka pikirkan.
Dengarkan pula masukan para ahli dibidangnya. Maksudnya adalah dalam
setiap pengambilan kebijakan, para menteri harus sebanyak mungkin
mendengarkan masukan-masukan ini.
Kedua jangan under estimate apa yang mampu diproduksi oleh rakyat kita sendiri. Jangan ujug-ujug
mengambil solusi impor lagi dan lagi sebelum seluruh potensi yang ada
di dalam negeri di elaborasi secara tuntas. Tidak masuk di akal kita di
negeri yang subur ini solusi pengatasan problem pangannya harus impor
terus.
Ketiga
banyak-banyaklah berdo’a untuk keberkahan negeri ini, tetapi selain
berdo’a untuk menghadirkan keberkahan - jangan lupa penuhi syaratnya
untuk terbukanya berkah itu sendiri seperti yang terungkap di surat 7
ayat 96 tadi – yaitu tingkatkan terus keimanan dan ketakwaan penduduk
negeri ini.
Keempat, bila kemakmuran benar-benar hadir di negeri ini – ingat bahwa ini adalah
hasil kerja seluruh rakyat dan untuk dikembalikan ke seluruh rakyat
pula, bukan keberhasilan partai atau golongan tertentu – dan jelas pula
bahwa kemakmuran bukan hanya untuk golongan elit tertentu.
Kelima,
ingatkan terus menerus agar penduduk negeri ini senantiasa meningkatkan
aqidahnya – jangan sampai kemusyrikan tumbuh di negeri ini. Ingat
bahwa yang bisa membuka berkah dari langit dan dari bumi adalah keimanan
dan ketakwaan penduduk negeri ini, maka jangan sampai iman dan takwa
ini terkikis dari negeri ini oleh maraknya kemusyrikan dalam berbagai
bentuknya.”
Setelah
Pak Kyai menyampaikan hal tersebut, semua peserta sidang nampak
manggut-manggut mengisyaratkan kepahamannya. Dan saya terbangun dari
‘mimpi’ ini. Wa Allahu A’lam.
- Details
- Kategori : Umum
- Published on Monday, 15 July 2013 06:12
- Oleh :Owner Gerai dinar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar