Laman

Kamis, 04 November 2010

Peluang & resiko bisnis kertas


TAHUN 2010 BISNIS PULP KERTAS LEBIH BAIK

Jakarta, 16 Januari 2010 (Business News)
Bisnis pulp kertas tahun 2010 akan lebih baik dibanding tahun 2009. Pasar memperkirakan produksi dan penjualan akan normal. Penambahan kapasitas akan berlanjut Harga pulp masih akan naik meskipun dengan kenaikan yang lebih lambat Kenaikan harga pulp dipicu oleh rendahnya stock pulp akibat upaya keras dari pabrik-pabrik pulp untuk mengurangi produksi, untuk menyeimbangkan supply-demand, dan pembelian pulp secara besar-besaran oleh China juga memicu kenaikan harga pulp.
Ir. H. M. Mansur, Ketua Presidium APKI (Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia) kepada Business News mengatakan, kenaikan harga kertas tidak sebesar dan secepat harga pulp, karena pabrik-pabrik kertas tidak seintensif pabrik-pabrik pulp dalam mengurangi produksi, sehingga stock kertas di pasar dunia masih cukup besar. Industri pulp kertas Indonesia kelihatannya tidak perlu membatasi dan mengurangi produksinya karena produksi akan diserap oleh pasar dalam-negeri maupun ekspor. Krisis global nampaknya sudah mulai berakhir, keadaan akan menjadi normal, produksi, konsumsi dan harga akan naik kembali.
Tahun 2010 industri kertas dalam negeri masih akan menghadapi hambatan impor kertas bekas. Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 39/2009 tanggal 2 September 2009 (BN No. 7857 Hai 7B-14B) tentang ketentuan impor limbah non-B3, termasuk impor kertas-bekas. Permendag 39/2009 merupakan perbaikan dari Permendag No. 41/2008 (BNNo. 7737Hdl. 15B-20B) tanggal 31 Oktober 2008. Namun karena APKI dan Asosiasi Besi Baja memprotes Permendag tersebut sehingga terjadi perubahan Permendag sampai 3 kali. Adanya Permendag No. 39/2009 tersebut mengakibatkan Impor kertas-bekas harus disetujui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) suatu hal yang tidak pernah ada dalam ketentuan sebelumnya. Impor kertas-bekas harus mendapat verifikasi teknis dari KSO (Kerjasama Operasi) Sucofindo-Surveyor Indonesia. Perusahaan importir kertas-bekas masih dapat menggunakan Surveyor Luar Negeri (SLN), dengan syarat SLN tersebut mendapat persetujuan KSO. Setiap Laporan Surveyor (LS) dari SLN harus disampaikan ke KSO sebagai persyaratan impor kertas-bekas, dan perusahaan importir kertas-bekas harus membayar USD60 per LS atau USD60 per shipment. Permendag No. 39/2009 mulai efektif berlaku 1 Januari 2010.
Permendag No. 39/2009 membawa permasalahan yang masih perlu diselesaikan seperti persyaratan-persyaratan yang sangat detail oleh KSO bagi SLN, yang menyulitkan pelaksanaan verifikasi dan menambah biaya LS. APKI masih menunggu pelaksanaan Permendag 39/2009 tersebut apakah impor kertas-bekas berjalan lancar dan memberikan tambahan biaya lagi yang harus dipikul perusahaan importir kertas-bekas. Biaya yang sudah pasti harus dibayar adalah biaya verifikasi USD60/shipment kepada KSO, dan kemungkinan ada kenaikan biaya verifikasi oleh SLN karena adanya persyaratan sangat detail yang diminta KSO.Awal tahun 2010 APKI akan melihat apakah Permendag No. 39/2009 akan terlaksana dengan lancar dan tidak merugikan industri kertas. Yang sudah pasti industri kertas harus membayar USD60/shipment, suatu hal yang tidak ada sebelumnya. Juga SLN sudah memberikan indikasi bahwa biaya verifikasi akan naik 5-10 kali, karena persyaratan yang diminta KSO sangat detail. SLN sanggup melaksanakan persyaratan KSO, namun dia minta biaya lebih besar, yang harus dibayar oleh pabrik-pabrik kertas sebagai importir produsen kertas-bekas.
50% kertas dunia diproduksi dari kertas-bekas. Kertas-bekas menjadi barang rebutan, dan China melakukan pembelian kertas-bekas secara besar-besaran. Perusahaan-perusahaan eksportir kertas-bekas di luar-negeri mengingatkan kalau ekspor kertas-bekas ke Indonesia terlalu berbelit-belit, mereka akan menjual kertas-bekasnya ke negara lain. Penjual kertas-bekas sekarang menjadi raja.Menteri Perindustrian sudah menyatakan akan melakukan reindustrialisasi, guna menggairahkan kembali industri nasional dengan menghapuskan ekonomi biaya tinggi. Pelaksanaan Permendag No.39/2009 jangan sampai mengganggu impor kertas-bekas dan tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi, yang mengurangi daya saing industri kertas di pasar global. APKI minta pabrik-pabrik kertas melaporkan segala masalah yang timbul dari pelaksanaan Permendag No.39/2009.Prospek industri pulp kertas Indonesia di tahun 2010 sangat cerah, namun jangan dihambat dengan berbagai regulasi, dll. yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, dan menghambat pertumbuhan industri pulp dan kertas nasional.
INDUSTRI PULP KERTAS 2009
Beberapa peristiwa dan masalah penting yang telah dihadapi industri pulp kertas Indonesia tahun 2009 antara lain telah diselesaikan persoalan hambatan pasokan kayu ke industri pulp di Riau. Sejak awal tahun 2007 Polri melarang 2 pabrik pulp di Riau (Indah Kiat dan Riau Andalan Pulp Paper=RAPP) melakukan penebangan hutan, kecuali di Hutan Tanaman Industri-nya (HTI-nya) sendiri. Kedua perusahaan tersebut telah mendapat izin dari Kementerian Kehutanan menebang hutan untuk dijadikan HTI, tetapi Polri menyatakan bahwa penebangan tersebut adalah ilegal. Pada awal tahun 2009 masalah tersebut terpecahkan dan dapat diselesaikan dengan baik sehingga pasokan kayu untuk kedua pabrik pulp tersebut lancar kembali.
Pelarangan penebangan hutan yang berlangsung selama 2 tahun tersebut telah sangat merugikan perusahaan pulp tersebut. Kedua perusahaan hanya dapat menggunakan stock kayu yang ada di pabrik (habis dalam beberapa bulan) dan terpaksa menebang kayu dari HTI yang belum cukup umur. Perusahaan terpaksa mengurangi produksi, melakukan PHK dan mengurangi pasokan pulp ke pasar, padahal harga pulp sedang baik-baiknya.Sejak awal tahun 2009 perusahaan tersebut secara bertahap mulai melakukan penebangan kayu, meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan ekspor. APKI mengharapkan peristiwa tersebut tidak terulang kembali, karena sangat dirasakan merugikan. Ironisnya peristiwa tersebut justru dimanfaatkan pesaing-pesaing di luar negeri untuk mengisi kekosongan pasar yang sempat ditinggalkan kedua perusahaan tersebut.

Bisnis Kertas: Ketika Harga Terus Melayang
Harga kertas tulis terus naik. Selain karena banyak perusahaan yang memborong untuk stok tahun depan, kenaikan ini juga disebabkan negara norscan mengurangi produksinya.

Berhematlah dalam menggunakan kertas. Sebab, belakangan ini, harganya terus melayang naik. Sekarang, harga kertas tulis di pasar dunia, termasuk di dalam negeri, mencapai sekitar US$ 700 per ton. Itu berarti naik US$ 100 jika dibandingkan dengan harga yang terbentuk pada pertengahan tahun. Tapi kenaikan sebesar 16,7% itu belum akan berakhir. Diperkirakan, harganya akan terus melayang hingga mencapai US$ 750 per ton di akhir tahun nanti atau naik 25%.

Menurut Muhammad Mansur, Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), sebetulnya wajar jika harga kertas sedikit meningkat di akhir tahun. Sebab ini berkaitan dengan kebiasaan kantor-kantor di seluruh dunia yang membeli perlengkapan kerja dalam jumlah banyak untuk stok tahun depan. Namun, kenaikan hingga US$ 750 memang tak terjadi setiap tahun. Kebetulan, tahun ini harga kertas memang sedang tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tingginya harga kertas tahun ini dipicu oleh pengurangan produksi dari negara-negara produsen utama pulp (bahan pembuat kertas), seperti Kanada, Finlandia, dan Swedia. Ketiga negara itu merupakan produsen dan eksportir pulp besar dan penting dunia. Pada 2002, Kanada memproduksi 25 juta ton pulp setiap tahun, sementara itu konsumsinya hanya 15 juta ton saja. Jadi, mereka mengekspor 10 juta ton pulp setiap tahunnya. Finlandia memproduksi 12 juta ton dan mengonsumsi 10 juta ton. Sementara itu, Swedia memproduksi 11 juta ton dengan tingkat konsumsi 8 juta ton.

Memang, di dunia, produsen pulp terbesar adalah Amerika Serikat yang memproduksi 53 juta ton. Tapi, konsumsi negeri superpower ini juga sangat besar, mencapai sekitar 54 juta ton. Sehingga, seluruh hasil produksi mereka dipakai untuk kepentingan pasar dalam negeri.Begitu pula Cina. Negara itu memproduksi 16 juta ton pulp setiap tahunnya. Rakyat Negeri Tirai Bambu ini, pada dasarnya, memang sangat gemar menulis, sehingga konsumsi kertasnya melonjak hingga 22 juta ton. Akibatnya, negeri itu terpaksa menjadi importir pulp terbesar di dunia. Makanya, kalau dilihat dari sisi ekspor, Kanada, Finlandia, dan Swedia-lah yang berkuasa menentukan harga kertas di pasar internasional.

Akhir tahun ini, ketiga negara itu menurunkan produksi pulp mereka karena harga sempat turun. Maklum, liburan musim panas menyebabkan orang tak pergi ke kantor untuk bekerja. Juga, sekolah-sekolah di belahan Amerika Utara dan Eropa dalam keadaan liburan panjang.

Jumlah stok pulp dunia, yang wajarnya sekitar 1,2 juta ton, dalam kondisi demikian bisa mencapai 1,5 juta hingga 1,6 juta ton. Makanya, tidak aneh jika gara-gara supply melebihi demand, harga pulp menjadi turun. Kali itu nilainya mencapai sekitar US$ 400 per ton.

Nah, agar tak semakin menukik menuju level US$ 300 per ton, seperti yang terjadi beberapa tahun silam, ketiga negara yang dinamakan negara-negara norscan (singkatan dari negara utara dan Skandinavia) tadi mengurangi produksi. Akibat pengurangan produksi ini, harga kembali naik atau rebound. Tapi ternyata rebound itu ketinggian, melayang, dan diperkirakan tak akan tertahankan hingga akhir tahun nanti. Itu gara-gara naiknya harga bahan baku.

Kebutuhan pemilu bukan ancaman
Kondisi ini jelas menguntungkan Indonesia. Sebab, negeri kita termasuk salah satu produsen eksportir kertas. Untuk 2003 ini, produksi kertas Indonesia diperkirakan mencapai 7,75 juta ton. Angka itu merupakan 77,5% dari kapasitas produksi pabrik kertas nasional. Dari jumlah itu, produksi kertas tulis mencapai 3 juta ton atau sekitar 38,7% produksi kertas nasional. Sementara itu, konsumsinya hanya 1,55 juta ton. Artinya sekitar 1,58 juta ton kertas tulis nasional dijual ke pasar ekspor.

Kendati Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan kertasnya sendiri, tetap saja harga jual di dalam negeri terpengaruh oleh pasar dunia. Kalau harga kertas di luar negeri lebih rendah daripada di dalam negeri, misalnya, otomatis produsen kertas akan memilih menjual kertas untuk konsumen dalam negeri. Sebaliknya, jika harga di luar negeri lebih tinggi, produsen lebih suka mengekspor produknya. Karena itu, mau tidak mau konsumen Indonesia harus rela membayar harga kertas relatif sama dengan di pasar internasional.

Lalu, bagaimana harga ke depan? Sampai akhir tahun, seperti sudah diceritakan, kemungkinan harga kertas akan terus naik hingga US$ 750 per ton. Setelah itu, diperkirakan harga itu akan kembali turun. Jika trio Kanada, Finlandia, dan Swedia kembali menaikkan angka produksi mereka, harga kertas akan semakin turun. Tapi, sebagaimana negara-negara OPEC yang bisa mengatrol harga minyak bumi, negara-negara norscan pun memiliki pengaruh yang besar dalam mengendalikan harga pulp dan kertas dunia. Jadi, dalam hal pulp dan kertas, Indonesia dan belahan dunia lain masih akan didikte trio itu.

Yang mungkin perlu dijadikan catatan, tahun depan, pelaksanaan Pemilihan Umum 2004 akan membutuhkan kertas dalam jumlah sangat banyak. Chusnul MarĂ¢€™yah, Ketua Pengadaan Kertas untuk Keperluan Pemilu Tahun 2004, memperkirakan KPU akan membutuhkan sekitar 70 ribu ton kertas. Adakah ini berpengaruh terhadap harga?
Menurut Kahar Haryopuspito, Sekretaris Jenderal APKI, jumlah 70 ribu ton tak berarti dibandingkan produksi nasional yang 7,75 juta ton per tahun tadi. Keperluan pemilu hanya 11% dari produksi kertas nasional dalam sebulan. Jadi, kalaupun memengaruhi harga, kenaikan yang ditimbulkan tak akan signifikan.

Bisnis Kertas, Tak Pernah Lengas

By Master SEO Online, on July 18th, 2010 untuk Sharing Belajar Bisnis Online
Kertas, sampai saat ini masih laku keras. kertas telah digunakan untuk beragam keperluan, bukan sekedar sebuah media untuk mencetak pesan, gambar atau perhitungan. Kertas digunakan pula sebagai alternatif daun, kartu nama, kartu bisnis lain, sticker, undangan dan lain-lain. Bali memang tidak seperti Bandung yang memiliki sentra kertas dan percetakan Pagarsih, dan itu justru telah memberikan nafas kepada bisnis kertas di Bali.
Bisnis kertas di Bali, terutama untuk kertas berukuran besar untuk koran, tabloid, majalah dan kebutuhan percetakan, saat ini disuplai oleh distributor yang jumlahnya kurang dari tiga. Kedua distributor ini pun letaknya di Denpasar. Oleh karena itu, sampai saat ini persaingan bisnis kertas di Bali terbilang masih sejuk, seberapapun kerasnya persaingan, masih saja menggiurkan.
Sementara itu untuk bisnis kertas percetakan kantor, misalnya berukuran standar A4, F3, F4 dan lain-lain, termasuk kertas form kontinu, pelaku bisnisnya sudah sangat banyak. Hal ini disebabkan manajemen barang kertas jenis ini sangat mudah, bisa diangkut langsung dari luar Bali dan dipasarkan.
Sementara itu untuk kertas yang terutama untuk keperluan percetakan, yang memerlukan penggudangan sebelum dikemas menjadi ukuran yang dibutuhkan masayrakat, sampai saat ini pelaksana distribusi kertas ini masih kurang dari tiga.
Salam bahagia
NILAH.COM, Jakarta Harga berbagai jenis kertas melonjak dahsyat. Hebatnya lagi, pasarnya terbuka makin lebar. Karenanya, bisnis kertas pun makin renyah. Di lingkup global maupun nasional sama saja, para pelaku bisnis kertas meraup banyak untung.
Itu pula penyebab bisnis kertas makin diminati banyak investor. Setidaknya, yang sekarang sudah berjalan, tak henti melakukan ekspansi produk.
Tengok saja International Paper (IP). Mereka siap merambah ke Indonesia dengan investasi US$ 4 miliar. Perusahaan pulp dan kerta terbesar di dunia itu akan membuka lahan dan mendirikan pabrik baru di Indonesia.
"Setidaknya dua kali IP menyampaikan niatnya secara lisan kepada Menteri Kehutanan MS Kaban. Tapi, belum jelas kapan realisasinya karena belum ada permohonan tertulis," papar H Muhammad Mansur, Ketua Presidium Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Sabtu (17/5) di Jakarta.
Masalahnya kini tinggal bagaimana pemerintah menciptakan iklim kondusif bagi investor asing seperti IP untuk masuk di bidang pulp dan kertas.
Selama ini banyak industri serupa di Tanah Air acap didera kendala pasokan bahan baku seiring makin ketatnya persyaratan penggunaan hasil hutan.
IP, perusahaan asal AS yang didirikan pada 1898 dengan penjualan mencapai US$ 24,1 miliar per tahun, sedianya akan membuka lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) 500.000 hektare di Papua. Selama ini, kawasan itu belum dimanfaatkan masksimal untuk pulp dan kertas.
Sebelumnya, Kepala Badan Penanaman Modal (BKPM) M Lutfi menyebutkan, investasi di industri pulp dan kertas setiap tahun naik US$ 7 miliar dan kecenderungannya yang terus meningkat.
"Sektor ini memang menarik bagi investor karena biaya produksinya rendah. Di Indonesia, bahan bakunya bisa menggunakan pohon akasia yang hanya membutuhkan waktu enam tahun. Sementara di Finlandia, untuk mendapatkan pulp harus menunggu 60 tahun," papar Lutfi.
Selama ini, kendala perkembangan industri pulp dan kertas adalah ketersediaan bahan baku terkait masalah illegal logging seperti dialami sejumlah produsen pulp di Riau. Karenanya, pengembangan industri ini sebaiknya diarahkan ke kawasan timur Indonesia seperti Papua.
Investor tertarik dengan pasar domestik yang sangat besar di samping peluang tingginya permintaan pasar global. Harga pulp dan kertas di pasar global memang terus memuncak mengiringi tingginya harga komoditas pangan dan minyak.
Di pasar dunia, harga pulp serat pendek pada Maret 2008 mencapai US$ 730 per ton. Pada April 2008, naik menjadi US$ 770 per ton. Kenaikan ini memicu kenaikan harga kertas di Indonesia. Saat ini harga kertas berkisar US$ 1.000 per ton. Sebelumnya US$ 950-960 per ton.
Tingginya harga jual pulp dan kertas di pasar internasional ikut mendorong industri yang bergerak di sektor ini ke arah positif. Itu terlihat dari apresiasi investor, terutama di pasar modal, terhadap saham-saham produsen pulp dan kertas.
Harga saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), misalnya, pada perdagangan Jumat (16/5) ditutup naik 16,28%, dari Rp 1.720 menjadi Rp 2.000 per saham. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) naik 10,82%, dari Rp 1.940 menjadi Rp 2.150.
Artinya, sejak awal Mei 2008, terjadi peningkatan harga untuk saham Indah Kiat, dari Rp 1.220 menjadi Rp 2.000 per lembar atau naik Rp 780. Saham Tjiwi Kima melonjak Rp 440 menjadi Rp 2.150 per lembar hingga pertengahan bulan ini. [I3]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar