Laman

Jumat, 14 Januari 2011

Peluang & resiko bisnis perikanan

Kredit Perikanan Kurang Diperhatikan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Perbankan dinilai kurang memberikan perhatian pada sektor perikanan. Pada tahun 2009, porsi kredit perikanan hanya sebesar 0,23 dari total kredit yang disalurkan perbankan. Sementara sumbangan sektor ini terhadap produk domestik bruto mencapai 3,5 persen.
"Porsi kredit kepada sektor perikanan tidak seimbang dibandingkan kontribusinya pada perekonomian," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad seusai penandatanganan nota kesepahaman dengan Bank Indonesia di Jakarta, 22 April 2010.

Jumlah kredit perikanan sepanjang tahun 2009 sebesar Rp 3,3 triliun. Sebagian besar, sekitar Rp 2,1 triliun, merupakan kredit untuk usaha kecil dan menengah. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp 2,7 triliun. Meski diakuinya, seiring dengan meningkatnya jumlah kredit, rasio kredit seret turut terkerek.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rohadi mengatakan kredit seret atau Non Performing Loan sektor perikanan pada 2008 mencapai 11,02 persen dan meningkat menjadi 11,76 persen pada 2009. Nilai tersebut termasuk sangat tinggi dibandingkan risiko sektor lain yang maksimal hanya 5 persen.

"Tingginya risiko ini membuat perbankan enggan memberikan kredit," ujar Budi. Menurutnya Budi, tingkat kesadaran nelayan untuk membayar kembali utangnya masih rendah.

Sebagai upaya meningkatkan porsi kredit di sektor ini, Bank Indonesia dan Kementrian Kelautan dan Perikanan mendorong penyaluran kredit pada bidang budidaya perikanan. Kredit budidaya dianggap berisiko lebih rendah karena letak budidaya ikan lebih mudah dipantau daripada sektor perikananan tangkap.

Kredit tersebut akan diberikan dengan jaminan yang berasal dari Kementrian. "Bank Indonesia akan membentuk unit usaha di setiap kantor Bank Indonesia untuk memfasilitasi pertemuan antara bankir dengan pengusaha perikanan," kata Budi.

Salah satu bank yang memberikan kredit bagi sektor perikanan adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Hingga Maret 2010, BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 975,1 miliar. Meski porsinya besar dalam kredit perikanan, namun jumlah ini hanya sebagian kecil dari total kredit BRI yang mencapai lebih dari Rp 200 triliun.

Menurut Direktur BRI Bambang Soepono, ada beberapa hal yang masih menjadi kendala penyaluran kredit perikanan. Antara lain belum adanya jaminan, dan risiko yang tinggi.
Kamis, 22 April 2010 | 16:24 WIB
Peluang Usaha Perikanan Gurame
Usaha perikanan banyak memberikan pendapatan bagi masyarakat meski awalnya sering dipandang sebelah mata. Sebagai salah satu pendukung kebutuhan pangan dan kehidupan yang bergizi, ikan memberikan asupan gizi yang cukup sehingga banyak orang kini mengkonsumsinya. Apalagi dalam membudidayakannya telah banyak mengalami kemajuan sehingga untuk mengembangkan usaha ini banyak mendapat menarik minat dan perhatian dari berbagai pihak.
Hal inilah yang dialami oleh Wiwid bersama Bambang yang merintis usaha perikanan di Desa Jambidan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Melihat banyaknya tenaga kerja produktif di desanya berbondong-bondong mencari kerja, mereka tertantang untuk membuktikan bahwa perikanan bias memberikan penghidupan.
Sehingga pada tahun 1998 mereka mencoba untuk membudidayakan lele dan memperoleh hasil yang cukup bagus. Mereka berdua memulai usaha ini hanya berbekal modal Rp50.000,- dan hingga saat ini usaha ini telah manjadi sentra proyek percontohan tingkat nasional. Melihat hasil yang cukup menjanjikan, banyak masyarakat sekitar tertarik untuk mengembangkannya, apalagi saat itu krisis moneter sedang melanda.
Pendirian Kelompok Usaha Tani
Melihat banyaknya minat dari masyarakat sekitar,Wiwid dan Bambang ditambah Heru mendirikan kelompok tani ikan. Dengan berdirinya kelompok tani ini diharapkan;
1. Menambah motivasi untuk terus maju
2. Mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk mengembangkan usaha ini
3. Menjaga kekompakan
4. Mempunyai visi yang sama dalam pengembangannya, termasuk dalam penerapan standar harga
Mereka mengumpulkan petani-petani ikan di desa tersebut dan mendirikan kelompok tani Mino Raharjo dimana saat peresmiannya mendatangkan petugas PPL Kecamatan dan Dinas Koperasi.
Dengan berjalannya waktu, banyak petani yang ingin bergabung dengan kelompok tersebut. Untuk menjaga efektifitas, kelompok tani tersebut membatasi jumlah anggotanya 30 orang. Sedangkan sisanya mereka fasilitasi sehingga terbentuk kelompok-kelompok baru yang mencapai 4 kelompok tani di desa Jambidan.
Masing-masing kelompok mempunyai agenda sendiri-sendiri. Prestasi yang pernah diraih antara lain menjadi proyek percontohan gurame tingkat nasional dan model pendanaan tingkat nasional sebesar Rp 900juta. Selain itu juga, beberapa LSM dan lembaga-lembaga resmi lain diantaranya UNDP, menggandeng mereka dalam mengembangkan usaha ini.
Semakin berkembangnya usaha tersebut, kelompok tani ini mencoba menciptakan diversifikasi produk. Pada awalnya pembibitan lele kemudian mereka mencoba pembibitan gurame. Setelah melewati beberapa waktu ternyata hasil dari pembibitan gurame lebih bagus dibanding pembibitan lele.
Mulai saat itulah mereka fokus untuk mengembangkan budidaya gurame sehingga saat ini mereka lebih dikenal dengan sentra budidaya gurame. Dalam pembudidayaan ini, mereka tidak fokus dalam pemijahan. Mayoritas petani fokus pada penetasan telur dan pembesaran.
Mereka membeli benih telur gurame seharga Rp30,- per ekor dan telur-telur ini mereka peroleh dari petani ikan di desa tersebut dan sekkota-kota sekitarnya. Produk yang dihasilkan petani ikan di kelompok tersebut berbeda-beda. Ada yang fokus hanya menyediakan telur ikan, ada yang fokus menyediakan bibit ikan usia 1 bulan, bibit usia 2 – 4 bulan sampai dengan bibit seukuran bungkus rokok atau berat 5 ons. Jika dirata-rata, kelompok tani tersebut bisa menghasilkan 2,5juta ekor per bulan.
Saat ini, UPR Mino Raharjo mengelola kolam yang tersebar di wilayah desa tersebut dengan total luas lahan mencapai +/- 7 hektar. Masing-masing petani mengelola kolamnya sendiri kecuali pada saat panen tiba. Biasanya mereka dibantu 2-3 orang yang membantu penangkapan, penghitungan, dan pengemasan. Tenaga kerja ini mendapat upah Rp30.000,- per hari.
Proses Produksi
Dalam proses produksinya, setelah telur menetas langsung ditempatkan dalam ember-ember khusus supaya benih-benih tersebut aman dan kuat hingga usia 4 hari. Kemudian dipindahkan ke dalam kolam-kolam hingga usia 1 bulan.
Kolam ukuran 2x2m bisa memuat 10ribu ekor bibit. Untuk mendapatkan bibit dengan ukuran yang lebih besar lagi, bibit tersebut dipindahkan ke kolam tanah dengan ukuran 5x5m atau lebih besar. Saat pembesaran bibit yang harus diperhatikan adalah kesehatan dan kondisi air. Ukuran ikan untuk dijual sesuai target pasar yang ingin disasar masing-masing petani. Untuk pakan, masing-masing ukuran dan usia bibit berbeda. Misal:
Usia bibit Jenis pakan Jumlah pakan Harga pakan
Telur-1 bulan Cacing sutra 10ribu ekor = 7lt/bulan Rp10rb/liter
1 – 2 bulan D0 (pelet gembur) 10ribu ekor = 10kg Rp11rb/kg
atau secukupnya
2 bulan atau lebih pelet (jenis min2) sesuai ukuran yang Rp6500/kg
ingin dicapai
Harga pakan yang cukup mahal menjadi salah satu kendala dalam pembudidayaan ikan gurame ini.
Keuntungan dalam budidaya gurame dibandingkan dengan jenis ikan yang lain adalah :
1. Permintaan gurame yang cukup tinggi sehingga pasar terjamin
2. Nilai jual yang cukup tinggi
3. Bisa dijual dalam usia atau ukuran berapa pun karena kebutuhan pasar sangat variatif.
Sedangkan keunggulan budidaya gurame yang diterapkan kelompok tani Mino Raharjo adalah sistem guba, gugus simba, dimana bibit diberi suplemen nutrisi sehingga ikan dalam kategori sehat dan kualitas baik serta pengelolaannya dilakukan oleh petani yang cukup ahli dalam pembibitan dan pembesaran. Proses penjualannya dilakukan seleksi sesuai kualitas dan ukuran.
Pemasaran sampai ke luar pulau
Sejauh ini mayoritas konsumen berasal dari Jogja dan pulau Jawa, beberapa Sumatera dan Kalimantan. Untuk wilayah Jogja sendiri mereka hanya bisa memenuhi 25% dari permintaan. Mereka diantaranya adalah petani pembesaran, pedagang besar, rumah makan dan sebagainya. Harga jual untuk bibit usia 1 bulan adalah Rp150,-per ekor dan untuk ukuran konsumsi (5 ons) Rp21.000/kg.
Dengan besarnya permintaan, adanya kompetitor tidak terlalu dirasa pengaruhnya. Salah satu upaya kelompok ini untuk memenuhi kebutuhan pasar, mereka mencoba memasyarakatkan budidaya gurame dengan mengadakan pelatihan rutin 1 bulan sekali. Demi kenyamanan dan efektifitas, peserta peltihan sehari itu dibatasi 25 sampai 30 orang. Mereka juga melayani konsultasi pembudidayaan tersebut.
Rencana ke depannya, UPR Mino Raharjo, pada tahun 2010 mentargetkan menjadi sentra percontohan dengan mengembangkan usaha perikanan dengan sistem one stop shoping. Diatas lahan di sebelah selatan desa seluas 2 hektar, dengan target dana Rp2milyar, mereka akan mengembangkan kawasan budidaya ikan terpadu dari hulu sampai hilir.
Mulai dari penetasan, pembesaran sampai dengan produk jadi yaitu ikan matang yang disajikan di rumah makan yang akan didirikan di atas lahan tersebut juga. Di samping itu, lokasi tersebut akan dilengkapi arena bermain dan wisata sehingga saat orang dewasa belajar budidaya, anak-anak diberikan fasilitas bermain. Saat ini, dengan perkembangan budidaya dan besarnya pasar, peluang masih cukup terbuka. Apakah anda ingin mencoba?
Analisa Ekonomi:

Analisis keuangan dibuat dengan basis perhitungan
1000 ekor bibit gurame ditebar

Pengeluaran
Pembelian bibit : 1.000 ekor x Rp. 150,00 = Rp. 150.000,00
Pakan D0 : 10 kg x Rp. 11.000,00 = Rp. 110.000,00
Pakan Pelet : 900 kg x Rp. 6.500,00 = Rp. 5.850.000,00
Total Pengeluaran = Rp. 6.110.000,00

Pendapatan
Penjualan Ikan Gurame : 400 kg x Rp. 21.000,00 = Rp. 8.400.000,00
Total Pendapatan = Rp. 8.400.000,00
Keuntungan = Rp. 8.400.000,00 - Rp. 6.110.000,00 = Rp. 2.290.000,00
(Sumber: Tim BisnisUKM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar