Laman

Jumat, 14 Januari 2011

Peluang & resiko bisnis sekolah musik

Sekolah musik semakin diminati masyarakat
BISNIS INDONESIA JAKARTA
Perkembangan minat bermusik di Tanah Air beberapa tahun terakhir mendorong sejumlah perusahaan membidik bisnis pengembangan dan pendidikan musik bagi masyarakat yang ingin mengasah keterampilan musik. Rahayu Kertawiguna, President Director PT Naga Swarasakti, perusahaan yang bergerak di bidang label rekaman, publishing, dan manajemen artis, memprediksikan industri musik Tanah Air akan tumbuh subur dan mendorong pertumbuhan pendidikan nonformal di bidang musik.

Saat ini, lanjutnya, pihaknya mengurus perizinan untuk mengembangkan sekolah musik dengan ruang lingkup terbatas sekitar 20-25 murid per kelas. "Kami ingin memberikan kesempatan kepada calon musisi agar dapat berkembang dan berkiprah di bisnis musik melalui Nagaswara,"katanya kepada Bisnis kemarin.
Di sisi lain, Rahayu juga sedang menyiapkan pembangunan Nagaswara Music Center (NMC) seluas 2.000 meter persegi di kawasan Cibubur pada 2012. NMC, lanjutnya, dimaksudkan sebagai tempat pembudidayaan dan pengembangan musik. Rahayu berencana melengkapi NMC dengan pelatihan musik, workshop, klinik musik, dan studio rekaman bagi artis di bawah label perusahaan tersebut.
Dia mengatakan saat ini telah memiliki lahan seluas 400 meter persegi untuk membangun gedung. Namun, Rahayu masih menunggu pembebasan lahan di kawasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan total lahan seluas 2.000 meter persegi bagi pembangunan gedung dan lahan parkir. "Saya belum bisa menyebutkan nilai investasinya karena masih menunggu pembebasan beberapa tanah lainnya," ujarnya. Tingginya potensi pasar peminat musik Juga menyulut lembaga pendidikan nonformal Primagama mengembangkan unit usaha penyelenggaraan pendidikan musik pada tahun ini.
General Manager Primagama Indonesia Adam Primaskara mengatakan minat masyarakat untuk memberikan pendidikan musik kepada anaknya luar biasa. Dia mencontohkan gerai pendidikan musik milik Primagama di Yogyakarta telah menerima 200 pendaftar sejak soft launching pada bulan lalu.
"Kami menetapkan biaya pendidikan semi, ii Rp500.000 per anak per bulan per satu bidang musik. Temyata peminatnya tidak hanya dari kalangan menengah ke atas, tetapi juga ada dari kalangan kelas sosial bawah seperti dari keluarga tukang becak," katanya.
Adam mengaku menyiapkan kelas untuk pembelajaran sembilan jenis bidang musik antara lain kelas vokal.gitar, bas, piano, biola, drum, dan lain-lain. O


mana tren tengah bertiup, ke situlah para pengusaha mengarahkan jaring bisnisnya. Begitu pula sekarang ini, maraknya kontes menyanyi dan mencetak bintang instan di televise di antaranya Akademi Fantasi Indosiar (AFI) dan AFI Junior, Indonesia Idol, Bintang Cilik, dan Kontes Dangdut Indonesia (KDI) membuat banyak orang tergila-gila ingin menjadi artis musik.
Nah, kursus musik atau sekolah olah vokal pun mulai kebanjiran murid. Apalagi bila sekolah musik itu milik pemusik atau artis kondang. Muridnya tak hanya remaja atau orang dewasa, tapi juga anak-anak kecil yang baru bisa ngomong. Siapa tahu si kecil bisa kayak artis cilik Joshua, atau Samuel si juara AFI Junior yang menggemaskan itu. Agaknya, begitulah pikiran para orang tua yang belakangan getol mengirim anak-anaknya ke sekolah menyanyi. “Belajar musik memang tidak kenal usia,” tutur Fuadi, General Manager Purwa-Caraka Music Studio Kelapa Gading yang sekarang ini memiliki 400 murid.
Bila ingin menjaring keuntungan dari tren ini, mengapa tak mencoba membuka usaha kursus musik atau sekolah menyanyi di daerah Anda? Bila tak pede alias tidak percaya diri lantaran belum mempunyai nama di kancah musik, Anda bisa menggaet penyanyi kondang untuk bergabung. Cara lain yang lebih gampang, Anda tinggal ikutan waralaba yang ditawarkan para pesohor, contohnya pemusik Purwacaraka.
Sejak tahun lalu, pemusik yang ejaan nama sebenarnya Purwa-Tjaraka ini mulai menawarkan waralaba sekolah musik Purwa-Caraka Music Studio yang didirikannya 15 tahun silam. Peminatnya lumayan banyak. Saat ini, dari 23 gerai Purwa-Caraka Music Studio, 17 di antaranya merupakan milik terwaralaba yang tersebar di berbagai kota besar. Bahkan, kabarnya, setelah Lebaran sekolah musik Purwa-Caraka akan bertambah tujuh lagi, sehingga jumlahnya menjadi 30 sekolah.
Sebenarnya, ucap penata musik KDI ini, jumlah peminat waralabanya jauh lebih besar dari jumlah itu. Namun, pihaknya masih menunda keputusan pemberian waralaba bagi sejumlah peminat yang berlokasi di Jakarta. Pasalnya, dalam menjalankan bisnis waralaba sekolah musik ini, Purwa membagi area agar satu gerai dengan gerai lainnya tak saling “memakan”. “Kami menjual waralaba secara terbatas dan dibagi per area. Ini tidak seperti bisnis makanan yang bisa ada di setiap mal walau letaknya berdekatan,” terang abang kandung penyanyi Trie Utami ini.
Pertimbangkan daya beli pasar
Untuk membuka usaha sekolah musik maupun menjadi terwaralaba Purwa-Caraka, setidaknya ada tiga syarat utama yang harus Anda miliki. Yakni: kecintaan pada musik, lokasi yang strategis, dan modal.
Soal lokasi, Purwacaraka me-nsyaratkan, terwaralaba harus memiliki setidaknya delapan kelas yang terdiri dari kelas vokal, piano, keyboard, drum, biola, gitar klasik, gitar elektrik, dan bas. Targetnya, 300 murid setiap bulan. Dengan target ini, sebaiknya Anda tidak membuka usaha di mal atau pusat perbelanjaan, karena ongkos sewa ruangnya pasti sangat besar.
Menurut Purwacaraka, di Jakarta ini tempat-tempat strategis untuk membuka sekolah musik memang tidak banyak lagi. Tapi, di daerah luar Jakarta, pasarnya masih begitu luas. “Peminatnya banyak sementara pesaingnya sedikit,” ujar Purwa. Tapi, ada satu hal yang harus dihitung benar secara cermat oleh calon terwaralaba di daerah, yakni daya beli orang di daerah mungkin saja lebih rendah ketimbang orang Jakarta.
Karena perbedaan ini, mau tak mau biaya kursus di Jakarta dan di daerah pun tak bisa sama. Untuk kelas dasar vokal, misalnya, sekolah di Jakarta bisa memasang harga Rp 200.000 per bulan. Sekolah di daerah seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, atau Surabaya paling hanya bisa memasang tarif Rp 150.000 per bulan.
Ini berarti, dengan jumlah murid yang sama, pendapatan pengusaha sekolah musik di Jakarta dan di luar Jakarta bisa berbeda. Padahal, investasi sekolah musik di daerah umumnya tidak lebih murah dibandingkan dengan investasi di Jakarta. Di daerah, boleh jadi sewa ruangnya lebih murah dari Jakarta. Tapi, soal alat-alat musik, harganya tak jauh berbeda, bahkan di daerah biasanya lebih mahal. Kalaupun dibeli di Jakarta, ada tambahan biaya transportasi ke daerah. Belum lagi bila pengusaha daerah harus mendatangkan para tukang dan ahli dari Jakarta untuk menciptakan ruang kelas yang benar-benar akustik dan layak pakai.
Bicara soal modal, terwaralaba Purwa-Caraka Music Studio setidaknya harus menyediakan modal awal sebesar Rp 255 juta (lihat boks: Hitung-hitungan Waralaba Sekolah Musik Purwa-Caraka). Dari jumlah itu, Rp 50 juta merupakan franchise fee, dan sekitar Rp 30 juta untuk membeli alat-alat musik. Agar alat-alat musik sesuai dengan standar, pihak Purwa-Caraka yang akan menyediakan semua alat-alat musik tersebut. Pihak Purwa-Caraka juga akan mengawasi renovasi ruang belajar agar sesuai dengan standar dan memiliki akustik yang mantap.
Selain franchise fee, Purwa-Caraka selaku pewaralaba juga akan mengutip royalty sebesar 10% dari pendapatan bulanan si terwaralaba. Sebagai imbalannya, terwaralaba berhak mendapatkan sistem kerja, kurikulum, dan sistem operasional komputer untuk para murid. Dan, tentu saja, terwaralaba bisa menggunakan nama besar Purwa-Caraka di tempat kursusnya.
Nama besar saja tentu tak menjamin suksesnya bisnis kursus musik ini. Kunci keberhasilannya juga terletak pada keandalan para guru. Untuk menjamin kualitas instruktur atau guru, Purwacaraka sendiri akan turun tangan dalam audisi dan proses perekrutan para tenaga pengajar di setiap gerai. Untuk mendapatkan guru yang berkualitas, para terwaralaba pun harus berani membayar gaji para instruktur dengan standar 40% dari tarif kelas yang mereka tangani.
Keuntungan yang dinikmati terwaralaba memang lebih kecil dibandingkan dengan gaji para instruktur tersebut. Sebab, dari total omzet yang diterimanya, terwaralaba juga harus mengeluarkan berbagai biaya lain, seperti biaya operasional dan sewa tempat.
Tentu saja setiap kali menerima murid baru ada uang pendaftaran sebesar Rp 300.000 per orang. Ini bisa menjadi tambahan pendapatan terwaralaba. Tapi, menurut Purwacaraka, terwaralaba tidak bisa berharap terlalu besar. “Sisanya paling besar 25% dari omzet,” katanya.
Dengan target murid 300 orang, dan keuntungan bersih 15% dari omzet saja, terwaralaba bakal balik modal dalam tempo 2,4 tahun. Bila mau balik modal lebih cepat, Anda harus bisa menjaring lebih banyak murid lagi.
08 Jun 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar