Laman

Jumat, 14 Januari 2011

Peluang & resiko bisnis perumahan

Bisnis Perumahan Booming 2010-2014

JAKARTA - Bisnis perumahan nasional akan kembali bangkit 2010 dan booming hingga 2014. Selain didukung perbaikan perekonomian, pertumbuhan pasokan dan permintaan hunian ditopang oleh penurunan suku bunga pembiayaan sektor ini.

"Prospek bisnis perumahan akan tetap bagus hingga 2014. Pertumbuhan ekonomi RI jauh lebih baik dibanding negara-negara tetangga. Masih kurangnya pasokan kumulatif perumahan dibanding permintaan akan menjadikan bisnis sektor ini sangat prospektif," ujar Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit dalam seminar Housing Estate bersama MEP UGM bertema "Pospek Bisnis Properti 2010 dan Pembiayaannya" di Jakarta, Selasa (15/12).

Panangian memperkirakan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mencapai 5,5-6% pada 2010 dan naik hingga 7% pada 2012. Sedangkan laju inflasi tahun depan diperkirakan bergerak stabil pada angka 5,2-5,5%. Berarti juga diperkirakan tetap berada pada level 6,5% hingga tahun 2012, sedangkan suku bunga KPR diyakini akan turun hingga 9,5% pada 2012.

Pertumbuhan konsumsi sektor pemerintah dan swasta diperkirakan berkisar 5-7% per tahun, dan pertumbuhan investasi langsung lokal dan asing rata-rata 3% per tahun. Sedangkan pertumbuhan jumlah kunjungan turis lokal dan asing sekitar 12% per tahun dan pertumbuhan ekspor 8-10% per tahun.

Mengacu pada data Biro Pusat Statistik (BPS), pertambahan jumlah penduduk di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi pada 2006 hingga 2020 mencapai 8,1 juta jiwa, atau dari 24,5 juta jiwa menjadi 32,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut penduduk Jakarta diprediksi bertambah 400 ribu jiwa, dari 8,8 juta menjadi 9,2 juta jiwa. Sedangkan penduduk di kawasan Botabek bertambah 7,7 juta jiwa, dari 15,7 juta menjadi 23,4 juta jiwa.

"Sekitar 90% dari 8,1 juta jiwa akan tinggal di Bodetabek karena harga tanah yang sangat mahal di Jakarta. Untuk mengakomodasi pertambahan 8,1 juta penduduk itu dibutuhkan 2,1 juta unit rumah," ujarnya.

Skenario yang mungkin terjadi, jelas dia, pertambahan 2,1 juta rumah itu terbagi atas 1,9 juta unit rumah tapak (landed house) di Bodetabek, dan 200 ribu unit apartemen di Jakarta. "Sekitar 70% dari 1,9 juta unit rumah akan dibangun di Bodetabek dengan harga di bawah Rp 300 juta per unit" jelas Panangian.

Panangian mengatakan, pada periode 2009-2014 pemerintah akan membangun 650.000 rumah sederhana sehat (RSh) melalui dana APBN dengan total nilai kapitalisasi mencapai Rp 50 triliun. Sedangkan untuk unit rumah susun, baik rumah susun sederhana milik (rusu-nami) maupun rumah susun sederhana sewa (rusunawa) jumlahnya mencapai 200.000 unit satuan rumah susun (sarusun) dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp 30 triliun.

"Dengan demikian, total nilai kapitalisasi pasar untuk pembangunan rumah yang didukung pemerintah hingga tahun 2014 mencapai Rp 80 triliun," ujarnya.

Panangian optimistis pasar perumahan, rumah toko (ruko), apartemen menengah, dan rusunami masih prospektif pada 2010. Kendati demikian, nilai kapitalisasi properti komersial seperti apartemen, pusat berbelanjaan diprediksi cenderung stagnan.

Sementara itu, penjualan ruko masih akan meningkat dari Rp 8 triliun pada 2009 menjadi Rp 10 triliun. Penjualan rumah masih meningkat dari Rp 30 triliun menjadi Rp 34 triliun, dan penjualan apartemen menengah masih meningkat dari Rp 8 triliun menjadi Rp 10 triliun.

Prospek Pendanaan

Sementara itu, Kepala Divisi Kredit PT Bank Tabungan Negara (BTN) Budi Hartono memperkirakan, pembiayaan perumahan tahun 2010 masih prospektif. Asumsi itu berdasarkan data BTN yang menyatakan total pertumbuhan kre dit perumahan lebih tinggi dari total pertumbuhan kredit di sektor lainnya.

"Hingga akhir tahun ini total pertumbuhan kredit perumahan mencapai 10,7%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit di sektor lainnya yang hanya mencapai 9,6% dibanding tahun 2008. Ini juga mencerminkan tingginya prospek pasar pembiayaan perumahan," kata Budi Hartono.

Budi memprediksikan suku bunga kredit properti tahun depan turun hingga berkisar 10-11%, atau bahkan kurang dari satu digit Penurunan ini diharapkan bisa diimbangi dengan meningkatnya kemampuan pengembang membangun 800.000 unit rumah per tahun untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan pasar perumahan.

"Potensi pengembangan pasar perumahan masih sangat menjanjikan pada 2010. Kami ingin meningkatkan porsi kredit perumahan hingga 75%. Saat ini kendala pertumbuhan properti adalah ketidakseimbangan antara pembiayaan dan pembangunan," kata Budi.
<< Back Bisnis Perumahan November 11, 2007 JAKARTA – Keinginan seseorang memiliki rumah sendiri ataupun rumah bagus tidak pernah pudar. Hal itu terbukti dengan maraknya pengunjung pada setiap kali diselenggarakan pameran rumah. Ada yang datang sekadar melihat-lihat dan ada pula yang cukup serius membeli rumah. Kondisi seperti itu menjadi peluang bagi pengembang untuk memasarkan produknya. Orang yang tadinya tidak berencana membeli rumah, setelah mendapat penjelasan dari sales marketing bisa berubah pikiran. Asik melihat sebuah sketsa perumahan Jatinegara Indah yang ditawarkan, seorang calon konsumen Ny Santi Purnomo, asal Tangerang, kian tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai perumahan tersebut. Rasa tertarik itu kian bertambah ketika sang salesman, Mursyidi, menambahkan,” Perumahan ini bersebelahan dengan perumahan Jatinegara Baru, tempat tinggalnya Eko Patrio.” Karuan saja Ibu Santi tambah bersemangat. Niatnya langsung ingin melihat langsung perumahan tersebut. “Sepertinya perumahan ini bagus ya. Apakah di lokasi ada rumah contoh yang bisa saya lihat?” Wajah Mursyidi pun tampak sedikit gerah. Ia hanya bisa berkata,” Maaf Bu. Kita belum membangun rumah secara fisik ataupun rumah contoh yang bisa dilihat. Sekarang baru infrastruktur dasar seperti jalan masuk ke lokasi. Tapi sudah banyak yang terjual. Yang sisa paling banyak 8 unit dari ratusan unit rumah yang ada,” katanya mencoba meyakinkan. Percakapan singkat di atas terjadi pada BUMN Expo 2003 yang kini sedang berlangsung di Jakarta Convention Center, Jakarta. Salah satu peserta stan adalah PT Pembangunan Sarana Jaya, salah satu BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selama ini PT Sarana Jaya sering bertindak sebagai developer yang membangun berbagai sarana gedung perkantoran di DKI Jakarta. Untuk perumahan Jatinegara Indah yang ditawarkan pada ajang BUMN Expo tersebut, PT Sarana Jaya bekerjasama dengan PT Cakrasarana Larasasri. Keduanya membangun satu kompleks perumahan real estat berlokasi di samping jalan KRT Radjiman, Jakarta Timur. Setidaknya developer merencanakan membangun ratusan unit rumah tipe 45, 60, 75 dan 90 dengan konsep cluster. Dari ratusan tersebut, pengembang cukup berani dengan hanya menawarkan konsep atau brosur. Singkat kata, satu brosur setara dengan rumah tipe 90 bernilai Rp 348,3 juta. Luar biasa bukan? Laris Fenomena menjual rumah dengan cara menjual konsep dengan bermodalkan secarik brosur berwarna dan spesifikasi rumah, agaknya kian menjamur. Terlebih setelah krisis, makin banyak developer yang melakukan strategi pemasaran model begini. Cara seperti ini untuk properti jenis perumahan memang belum lazim. Namun pada properti jenis lain semisal apartemen, sudah jamak dilakukan. Konsep pemasaran ini sering disebut sebagai pre-sales. Beberapa properti di kawasan Sudirman dan wilayah lain di Jakarta, banyak dijual dengan cara ini. Contohnya, apartemen The Pinnacle dan SCBD Suites. The Pinnacle yang lokasinya bersebelahan dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, menawarkan 136 unit. Terjual di atas 80 persen dan bermodalkan uang muka dari pembeli itu, apartemen ini mulai dibangun dan direncanakan selesai pada tahun 2005. Sementara SCBD Suites lebih sedikit lagi, hanya menawarkan 68 unit apartemen berkelas mewah. Pembangunannya sendiri ditargetkan selesai 2005, namun kini belum ada tanda-tanda pengerjaan konstruksi. Untuk apartemen, PT Colliers International Indonesia memperkirakan, untuk tahun 2003-2005, total suplai di kota Jakarta kurang lebih mencapai 15.778 unit yang bersumber dari 22 proyek pembangunan apartemen strata-title. Antara lain Grand Permata Hijau sebanyak 200 unit, Pakubuwono Residence (600 unit), Apartemen Da Vinci (30 unit), Four Seasons (234), Mediterania Palace Residences (1.597 unit), Sudirman Mansion (216 unit), dan sebagainya. Selain itu, belum lama ini PT Centra Lingga Perkasa (CLP), salah satu anak perusahaan PT Gapura Prima Grup bekerjasama dengan PT Megapolitan Grup menawarkan Apartemen The Bellagio untuk kalangan atas di bilangan Mega Kuningan. Jumlah apartemen dengan dua tower ini juga tidak tanggung-tanggung, 700 unit. Harganya juga tidak main-main. Termurah Rp 724 juta dan paling mahal satu unitnya harganya lebih dari Rp 6 miliar. Boleh percaya boleh tidak, untuk satu tower sudah laku 90 persen, sementara tower lain 80 persen laris diserbu orang. Apa modalnya? Nyaris tidak ada. Cukup bermodalkan nama PT Gapura Prima Grup sebagai pengembang, sketsa rancangan/desain rumah yang bagus dan selebihnya, model-model berparas ayu dan bersuara merdu. Spekulatif Tren penjualan seperti di atas menurut Lukman Purnomosidi, Wakil Ketua Umum DPP REI (Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia), dari kaca mata pengembang masih dapat dibenarkan. Itu katanya, merupakan strategi para pengembang untuk dapat terus berproduksi atau membangun. Karena menurutnya, masih banyak pengembang yang jatuh terkena krisis ekonomi, namun kini kondisi finansialnya masih belum pulih total. Mereka membutuhkan pembiayaan yang lebih bertumpu pada konsumen atau calon pembeli. Tidak masalah jika mereka mengeruk uang dari calon pembeli dulu. Toh, soal membangun rumah contoh atau unit rumah sebenarnya hanya soal waktu. Hanya saja katanya, cara seperti ini tidak boleh menjadi ajang spekulatif. “Harus ada aspek kehati-hatian dari konsumen, begitupun dengan pengembang. Yang terpenting semua perizinan lengkap, baik izin prinsip, IMB (Izin Mendirikan Bangunan), izin lokasi, dan sebagainya. Jika semua itu lengkap, seharusnya tidak ada masalah,” katanya. Secara eksplisit Lukman mengakui bahwa ada pengembang nakal yang melakukan cara-cara penjualan seperti itu bermotifkan kejahatan. Demi mengeruk uang banyak promosi dilakukan gencar. Tidak jarang dengan menggelar acara di hotel berbintang. Namun tunggu punya tunggu, rumah atau apartemen yang dijanjikan tidak kunjung dibangun. Konon ada properti yang masih berlokasi di Mega Kuningan, pembeli sudah membayar uang muka, namun apartemen atau propertinya belum kelihatan batang hidungnya. Bahkan tanda-tanda pengerjaan konstruksi juga sama sekali belum terlihat. Inilah yang ditakutkan bakal terjadi. “Memang ada bedanya. Pada perumahan, tidak masalah membangun satu unit rumah dulu sebagai rumah contoh. Pembangunan juga bisa bertahap menunggu laku dulu baru dilanjutkan. Untuk apartemen cara itu sulit dilakukan, karena pembangunannya harus kolektif, tidak bisa hanya satu unit. Jadi risiko lebih banyak pada apartemen,” Lukman menjelaskan. Reputasi Pendapat hampir senada juga dikemukakan oleh Herman Sudarsono, mantan Ketua DPP REI. Ia yang kini menjabat sebagai CEO PT Duta Putra Group dan memiliki tidak kurang dari 23 proyek properti di Jakarta dan Jabar itu, mewanti-wanti agar konsumen benar-benar mengetahui reputasi dan latar belakang pengembang. “Jika developernya baru dan belum banyak mengerjakan proyek properti sejenis, lebih baik tunggu. Jangan langsung percaya dengan sketsa rumah yang ditawarkan, tetapi lihat apakah developer itu melakukan tahap-tahap konstruksi seperti pembersihan lahan, cut and fill, sampai ada rumah contoh,” ujarnya. Kecuali katanya, yang ditawarkan oleh developer tersebut adalah fase selanjutnya dari rencana jangka panjang pembangunan perumahan itu. Berarti, lanjut Herman, pengembang tersebut sudah terbukti mampu mengerjakan properti di fase sebelumnya. Baik Herman maupun Lukman menggarisbawahi, yang juga layak dipertimbangkan oleh konsumen adalah pertimbangan apakah developer tersebut sudah terdaftar menjadi anggota REI (Real Estat Indonesia) DKI Jakarta. Karena kata Lukman, pengembang yang kenyang asam garam dan banyak membangun perumahan dan properti lain, pastilah sudah terdaftar sebagai anggota di REI. Maka berhati-hatilah konsumen. Jangan sampai maksud hati menuai impian, namun yang didapat justru nasib buruk. (SH/rudy victor sinaga) Sumber: Investor Daily Indonesia 16/12/2009 Oleh Wahyu Sudoyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar